DOMINASI INVESTASI ASING DALAM LAYANAN PUBLIK


Oleh : Rika Ummu Arfa
Ibu Rumah Tangga

“Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian orang-orang yang serakah dan egois. Mereka semua buta. “ (Hyun Go Wun)
Ungkapan ini jelas menggambarkan bagaimana kebijakan pemerintah makin membabi buta dalam menarik investasi asing, berbagai hal dilakukan untuk mampu meraup pundi-pundi keuntungan. Sebagaimana kebijakan terbaru merencanakan pembangunan medical tourism atau wisata medis di Indonesia saat corona belum usai.

Dilansir dari Ekbis.sindonews (19/8/2020).  Pemerintah sedang mengkaji rencana pembangunan industri medical tourism atau wisata medis di Indonesia. Medical tourism merupakan perjalanan yang dilakukan untuk mendapatkan layanan kesehatan, kebugaran, serta penyembuhan di negara tujuan. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan akses pelayanan kesehatan untuk rakyat Indonesia dan meningkatkan kemandirian bangsa dalam bidang kesehatan.

Jodi Mahardi, juru bicara Kemenko Kemaritiman dan Investasi mengatakan, tengah mengkaji izin masuk bagi dokter asing ke Indonesia. Dokter yang akan didatangkan adalah dokter spesialis yang belum ada di Indonesia . 
"Bahwa nantinya dokter asing harus bekerja dengan dokter lokal. Berdasarkan data yang dirilis PwC, Indonesia merupakan negara asal wisatawan medis dengan jumlah 600 ribu orang di tahun 2015, terbesar di dunia. Umumnya pasien memilih perawatan medis ke luar negeri dengan alasan kurang mampunyai layanan medis domestik untuk menyembuhkan penyakit-penyakit khusus,” terang Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi di Jakarta, Rabu (19/8/2020).
Diketahui, beberapa tahun terakhir, negara di Asia seperti Thailand, Singapura, India, Malaysia, dan Korea Selatan sedang mengembangkan wisata medis. Pada 2016, Thailand mencatatkan jumlah wisatawan medis mencapai 2,29 juta orang dengan nilai pasar mencapai USD 6,9 miliar. Data yang dirilis Indonesia Services Dialog (ISD), setiap tahun orang Indonesia mengeluarkan uang yang nilainya cukup fantastis untuk mendapatkan layanan kesehatan di luar negeri.

Menurut Jodi, pengembangan wisata medis di Indonesia menjadi sangat realistis dan menguntungkan jika melihat angka tersebut. Selain itu jumlah wisata medis secara global juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Jika Indonesia mengembangkan Industri wisata medis ini, akan banyak dampak positif yang akan dirasakan.
 “Misalnya diversifikasi ekonomi, menarik investasi luar negeri, penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan industri layanan kesehatan di Indonesia, serta menahan laju layanan kesehatan agar tidak mengalir ke negara-negara yang lebih sejahtera. Untuk mendukung industri tersebut, dukungan pemerintah sangat diperlukan melalui promosi masif serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya,” ujarnya.

Jodi menambahkan, wacana untuk membangun Rumah Sakit Internasional dan mendatangkan dokter spesialis dari luar negeri adalah bagian dari kerangka untuk menyiapkan industri wisata medis tersebut. Detail lebih jauh mengenai hal tersebut akan terus dikaji secara mendalam dan akan terus dikoordinasikan dengan Kementerian dan Lembaga terkait, serta organisasi yang terkait, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

“Nantinya dokter asing yang datang hanyalah dokter spesialis yang memang belum ada di Indonesia, dan mereka harus tandem dengan dokter-dokter kita. Jadi bukan sembarangan mendatangkan dokter dari luar. Jadi orang Indonesia bisa mendapat pelayanan medis yang lebih baik, dan wisatawan luar negeri juga bisa lebih banyak yang datang ke sini untuk berobat. Harapan Pak Menko Luhut sederhana, jangan sampai devisa kita terus menerus keluar,” tandasnya
Kebijakan ini tentu ditentang oleh Ikatan Dokter Indonesia. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyarankan pemerintah fokus memperbaiki konsep pelayanan kesehatan di dalam negeri ketimbang mempermudah impor dokter asing seperti yang diwacanakan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut mengatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji kemudahan izin bagi dokter asing masuk Indonesia. Sementara Wakil Ketua Umum PB IDI dr Adib Khumaidi menilai dari sisi jumlah dokter di dalam negeri tak ada problem. Masalahnya ada pada sisi distribusi.
Dia menjelaskan dari sisi distribusi dokter di seluruh Indonesia memang terdapat kelemahan. Jadi ada daerah yang surplus dokter, tapi ada pula daerah yang kekurangan. Untuk itu lah menurutnya yang sebaiknya dilakukan adalah memperbaiki persoalan di distribusi dokter ke daerah-daerah, agar tak ada wilayah yang kekurangan dokter sementara wilayah lain kelebihan dokter.
 "Jadi distribusi SDM di seluruh wilayah itu yang kemudian perlu untuk dibuat merata karena di beberapa daerah ada yang banyak, ada yang kemudian masih kekurangan. Jadi itu yang perlu menjadi perhatian, bukan kemudian mendatangkan dokter asing," tambahnya.
Kebijakan Yang Menyakitkan di Tengah Pandemi
Lagi-lagi pemerintah mengeluarkan kebijakan yang menjadikan kesehatan sebagai objek investasi dan sumber pemasukan. Hal ini wajar terjadi sebab kesehatan dalam perspektif yang menerapkan sistem kapitalis sekuler adalah jasa yang harus dikomersialkan. Negara hanya berfungsi sebagai regulator, yang menjamin komersialisasi itu berlangsung
Kebijakan pemerintah ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa pemerintah gagal mencetak SDM di bidang kesehatan, seperti dokter ahli yang berkualitas dan memadai. Serta gagal menyediakan fasilitas medis, seperti peralatan medis dan obat-obatan yang lengkap dan memadai. Lagi-lagi hal ini wajar terjad ikarena sistem Kapitalis sekuler telah menghilangkan fungsi ”negara sebagai pelayan” bagi masyarakat termasuk dalam kesehatan
Berbeda dengan Sistem Islam kehadiran penguasa (Khalifah) sebagai pelaksanaan syariat secara kaffah untuk menjamin pelayanan kesehatan terbaik bagi seluruh warga negaranya muslim atau non-muslim, kaya atau miskin, sebab dalam pandangan Islam kesehatan adalah kebutuhn pokok publik yang menjadi tanggung jawab negara, bukan jasa untuk dikomersialkan.
Rasulullah saw, bersabda, yang artinya :
“Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya,sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya. “ (HR. Al-Bukhari)
Sehingga apapun alasannya, tidak dibenarkan dalam negara Islam ada program yang bertujuan mengkomersialkan pelayanan kesehatan, baik berupa investasi atau menarik bayaran kepada rakyat untuk mendapatkan untung. 
Sebagai pelayan rakyat, negara bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap ketersediaan fasilitas kesehatan. Baik dari segi jumlah, kualitas terbaik dengan para dokter ahli berikut obat-obatan dan peralatan kedokteran yang dibutuhkan, serta sebarannya hingga ke pelosok negeri. Fasilitas kesehatan baik puskesmas dan rumah sakit pemerintah adalah institusi teknis pelaksana fungsi negara. Negara wajib mengelolanya secara langsung di atas prinsip pelayanan. Sebagaimana perbuatan Rasulullah saw sebagai penanggung jawab dan pengatur langsung kemaslahatan publik di Madinah termasuk masalah pelayanan kesehatan. Pembiayaan seluruh pelayanan kesehatan dalam sistem Islam tidak akan membebani publik, rumah sakit dan insan kesehatan sepeser pun. Pembiayaan kesehatan sistem Islam berbasis baitul mal dan bersifat mutlak. Artinya, sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran sepenuhnya berlandaskan ketentuan syariat.
Kebijakan ekonomi dan keuangan sistem Islam memungkinkan bagi negara mendapatkan pendapatan yang melimpah ruah. Diantaranya, pengelolaan kekayaan alam (SDA) secara mandiri yang masuk pos kepemilikan umum baitul mal, ditambah pos fa’i, kharaj dan pos zakat yang pemasukkannya tak kalah besar. 
Adapun keberadaan lembaga-lembaga unit pelaksana teknis fungsi negara seperti rumah sakit atau laboratorium tidak dibenarkan dijadikan sumber pemasukkan kekayaan negara, apalagi melibatkan korporasi dalam berinvestasi di bidang kesehatan untuk meraup keuntungan yang besar. Karena itu, model pembiayaan ini benar-benar menjadikan negara memiliki kemampuan finansial memadai. Baik untuk pembiayaan pengadaan rumah sakit yang mencukupi secara jumlah, kualitas dan sebaran dengan segala kelengkapan terbaiknya maupun untuk gaji dokter dan insan kesehatan lain.
Pun demikian untuk pembiayaan pendidikan calon dokter sehingga tersedia dokter ahli secara memadai, juga lembaga riset, laboratorium, industri farmasi dan biaya apa saja yang dibutuhkan terjaminnya pelayanan kesehatan berkualitas, terbaik mudah di akses oleh siapapun kapan pun dan dimana pun para Dokter dan insan kesehatan memiliki ruang yang memadai untuk mendedikasikan keahliannya bagi kesembuhan dan keselamatan jiwa masyarakat tidak akan ada lagi beban agenda bisnis dan persaingan dengan dokter-dokter impor atau asing karena negara akan mendahulukan pemanfatan sumber daya manusia dalam negeri.
Inilah fakta jaminan kesehatan sistem Islam buah dari pelaksanaan  syariat kaffah, yang bersumber dari Allah Swt. 

Post a Comment

Previous Post Next Post