Di tengah pandemi yang terus banyak memakan korban, Indonesia dihebohkan dengan pernyataan Menteri Koordinator dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Bahwa pemerintah berencana untuk membolehkan dan mengizinkan dokter asing lebih banyak ke Indonesia. Hal ini terkait dengan permintaan Luhut untuk membangun industri wisata medis.
Menurut Luhut, lewat wisata medis ini nantinya pemerintah akan memperoleh keuntungan yang lebih besar, yaitu menarik invertor asing. Investasi ini untuk membangun rumah sakit berkelas internasional. Dari sini nantinya bisa untuk penyerap tenaga kerja, menciptakan industri kesehatan secara mandiri dan menahan devisa Indonesia agar tidak mengalir keluar negeri. Bahkan bisa menarik wisata medis dari luar negeri. (sindonews.com 19/08/2020)
Benarkah demikian? Faktanya, sejak Indonesia menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia telah menjadikan kebutuhan publik sebagai barang komoditas. Salah satunya sektor kesehatan. Akibatnya hanya orang-orang kaya saja yang mampu menikmati layanan kesehatan berkualitas dan memadai. Sementara rakyat yang hidupnya pas-pasan tidak mendapatkan layanan kesehatan yang aman dan terjangkau, akibat mahalnya biaya kesehatan.
Demikian juga dengan akan terciptanya lapangan kerja. Pada kenyataannya datangnya investor asing biasa menyaratkan penggunaan tenaga kerja dari negara investor, baik pekerja kasar maupun tenaga ahli. Ini berarti Indonesia menciptakan lapangan pekerjaan bagi asing. Padahal banyak tenaga kerja dalam negeri yang menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahkan peralatan untuk membangun proyek-proyekpun mendatangkan dari para investor asing.
Begitu juga dengan rencana impor dokter asing. Ini berarti pemerintah tidak mampu mencetak dokter spesialis yang berkualitas dan memadai secara mandiri. Hal ini juga akan menguntungkan bagi investor asing.
Bahaya Investasi Asing
Pemerintah beranggapan bahwa banyaknya investasi asing yang masuk ke Indonesia, maka negara dianggap sukses dalam membangun ekonomi. Hal ini akan menguntungkan rakyat. Sebab dapat menciptakan lapangan pekerjaan.
Padahal kebijakan seperti ini sangat berbahaya. Adanya penanaman modal asing akan membuka peluang penjajahan gaya baru. Bagaimana tidak? Investor asing akan menjadi tuan-tuan di negeri ini. Karena merekalah yang memiliki berbagai perusahaan besar dan menguasai seluruh aset kekayaan alam. Sementara rakyat Indonesia hanya akan dijadikan jongos di negeri sendiri.
Modal yang diberikan oleh investor tentu berbasis riba. Pastinya bunga akan dibebankan pada negara pengutang yakni Indonesia. Apabila pemerintah tidak mampu membayar cicilan yang sudah jatuh tempo, maka infrastruktur akan jatuh ke tangan investor.
Inilah fakta dari buah diterapkannya sistem kapitalis.
Setiap kebijakan yang dibuat senantiasa memanjakan investor asing. Janji-janji untuk kesejahteraan rakyat hanyalah kosong belaka.
Jaminan Kesehatan Khilafah yang Agung
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok publik. Sebagaimana ditegaskan Rasulullah SAW yang artinya "Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya". (HR Bukhari).
Pemerintah telah diwajibkan oleh Allah sebagai pihak yang bertanggung jawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Pelayanan ini diberikan bagi setiap individu rakyat. Diberikan secara gratis dengan kualitas terbaik, baik untuk muslim maupun non muslim, kaya miskin, laki-laki maupun perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh perbuatan Rasulullah. Yaitu ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dokter tersebut dimanfaatkan untuk kebutuhan kaum muslimin.
Pemerintah pulalah yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan bagi terwujudnya jaminan kesehatan untuk setiap orang. Penyediaan dan penyelenggaraan pendidikan kesehatan, penyediaan peralatan kedokteran, obat-obatan, teknologi terkini, sarana dan prasarana kesehatan termasuk keberadaan rumah sakit, transportasi, air bersih dan tata kelola keseluruhan seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Artinya, haram hukumnya jika fungsi pemerintah hanya sebatas regulator. Sementara tugas pelaksanaannya diserahkan pada korporasi. Selain itu, pembatasan peran negara hanya sebagai regulator telah melapangkan jalan bagi penjajahan Barat serta hilangnya kemandirian dan kedaulatan negara.
Pembiayaan kesehatan dalam negara khilafah adalah model pembiayaan berkelanjutan. Pembiayaan itu telah ditetapkan pada pos pengeluaran baitul mal, dengan pengeluaran yang bersifat mutlak. Artinya, sekalipun tidak ada harta yang tersedia atau harta tidak mencukupi pada pos yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan, sementara ada kebutuhan pembiayaan kesehatan, seperti pembiayaan pembangunan rumah sakit, maka ketika itu dibolehkan menarik pajak.Tetapi pajak ini bersifat sementara. Pajak diambil hanya pada orang kaya saja. Itupun sebesar yang dibutuhkan.
Jika akibat dari pungutan pajak ini mengakibatkan kemudaratan pada rakyat, negara boleh berhutang pada rakyat yang kaya. Haram hukumnya berhutang pada negara kafir Barat.
Sementara sumber-sumber pemasukan pembiayaan kesehatan, berasal dari pos kepemilikan umum berupa hasil tambang, hasil laut dan hasil hutan. Selain itu berasal dari pos kepemilikan negara berupa fa'i, kharaj, ghanimah, harta ghulul dan harta temuan.
Model Anggaran Pendapatan Belanja Negara Khilafah meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk menjalankan fungsinya.
Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuransi dan pembiayaan berbasis kinerja. Sebab semua itu konsep batil yang diharamkan Allah.
Waallahua'lam bhisowab
Post a Comment