(Praktisi Kesehatan)
Jumlah pasien positif Covid-19 di Jakarta terus meningkat. Hingga Selasa (8/9/2020) bertambah 1.015 kasus. Dengan demikian, jumlah akumulatif pasien positif Covid-19 di DKI Jakarta hingga hari ini (8/9/2020) adalah 48.811 orang. Sedangkan kasus aktif Covid-19 di ibukota adalah 11.030 orang, artinya mereka masih menjalani perawatan atau isolasi. (Kompas.com, 8/9/2020).
Pemerintah DKI Jakarta berencana melarang pasien Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, pihaknya masih menggodok regulasi larangan isolasi mandiri. Terkait lokasi isolasi, Riza mengatakan Pemprov DKI sudah menyediakan opsi, yakni di Gelanggang Olahraga (GOR) atau di tempat lain. Menyusul kapasitas rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta sudah menipis. (Akurat.co, 4/9/2020).
Target pertama Pemprov DKI Jakarta adalah menyasar pasien Covid-19 di kawasan padat penduduk. Mereka harus segera direlokasi ke tempat isolasi milik pemerintah. Sebab, klaster pemukiman menjadi salah satu penyumbang pasien Covid-19 terbanyak.
*Karantina Pilihan Logis*
Karantina wilayah adalah penerapan karantina terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang, baik masuk atau keluar wilayah tersebut yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Untuk menekan penyebaran virus Corona, karantina wilayah merupakan hal yang logis dilakukan.
Karantina wilayah diatur dalam Undang-undang Nomor. 6 tahun 2018 pasal 53, diputuskan sebagai respon pemerintah dari kondisi kesehatan masyarakat yang dinilai darurat. Karantina wilayah ini akan berlaku bagi seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah yang sudah terkontaminasi. Selama karantina wilayah sesuai pasal 55 undang-undang, kebutuhan hidup dasar perorangan dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak yang terkait.
Karantina wilayah inilah yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sejak awal terindikasinya penyebaran virus Corona, bukan melakukan lockdown. Melansir dari _Economicstimes,_ lockdown merupakan protokol darurat yang mencegah orang meninggalkan area tertentu. Kebijakan ini menutup semua kegiatan yang tidak penting. Namun, masih membuka pasar, rumah sakit, dan bank untuk keperluan masyarakat dengan jumlah yang dibatasi. Inilah perbedaan antara karantina wilayah dengan lockdown.
Pada faktanya dalam menghadapi pandemi yang berlangsung lama, akan sulit bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar perorangan serta menyediakan fasilitas maupun sarana yang memadai. Keterbatasan anggaran yang sebagian besarnya mengandalkan pajak, akhirnya memaksa rakyat "keluar" untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Itulah mengapa karantina wilayah mustahil dilakukan dalam sistem demokrasi saat ini.
*Solusi Islam Mengatasi Pandemi*
Islam telah memerintahkan kepada setiap orang untuk mempraktekkan gaya hidup sehat serta pola makan sehat. Allah SWT telah berfirman: "Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian" (TQS. An-Nahl : 14)
Sebagian besar wabah penyakit ditularkan melalui hewan ( _zoonosis_ ). Islam telah melarang hewan apa saja yang tidak layak (haram) dimakan, dan hewan apa saja yang halal dimakan. Oleh karenanya negara memiliki peran untuk senantiasa menjaga perilaku sehat warganya.
Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang profesional dan kompeten. Penyediaan semua itu menjadi tanggungjawab dan kewajiban negara. Karenanya negara wajib membangun rumah sakit, klinik, laboratorium medis, apotek, lembaga litbang kesehatan. Negara juga wajib mengadakan pabrik yang memproduksi peralatan medis dan obat-obatan, termasuk didalamnya tenaga medis. Pelayanan kesehatan harus diberikan secara gratis kepada rakyat tanpa diskriminasi.
Pemenuhan kebutuhan pokok selama karantina wilayah diterapkan wajib diberikan kepada perorangan. Untuk memenuhi hal tersebut, maka pemerintah harus memastikan jalur distribusi bahan pokok benar-benar sampai kepada masyarakat. Untuk menjaga ketersediaan stok bahan pokok, pemerintah bisa mendapatkannya dari daerah lain atau impor dari luar negeri. Itupun bersifat sementara, karena pemerintah harus melakukan kemandirian dari sisi pertanian.
Pembiayaan semua itu diambil dari kas Baitul Mal, baik dari pos harta milik negara maupun milik umum. Apabila kas Baitul Mal kosong, maka negara dapat meminta pinjaman kepada warga yang mampu ataupun mendorong mereka untuk berlomba dalam kebaikan dengan menyumbangkan hartanya. Pilihan terakhir adalah menarik dana atau pajak hanya dari masyarakat mampu yang sifatnya sementara.
Wallahu'alam bishawab.
Post a Comment