Dilema Buruh Perempuan


By : Mimin Aminah
Aktivis muslimah

Saat ini tenaga kerja perempuan masih dibayar lebih rendah dibanding laki - laki dengan perkiraan kesenjangan upah sebesar 16 persen. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Labour Organization ( ILO)  dan UN Women, perempuan memperoleh 77 sen dari setiap satu dolar yang diperoleh laki-laki untuk pekerjaan yang bernilai sama, angka ini sudah dihitung dengan kesenjangan yang bahkan lebih besar bagi perempuan yang memiliki anak. Kesenjangan ini memberikan dampak yang negatif bagi perempuan dan keluarganya apalagi selama pandemi Covid 19.
      
Selaras dengan kondisi global perempuan Indonesia memperoleh pendapatan 23 persen lebih rendah dari dibanding laki-laki kendati lebih banyak pekerja perempuan yang memiliki gelar D3/D4 atau sarjana dibanding laki-laki, pendidikan yang lebih tinggi tidak mempersempit kesenjangan upah berdasarkan gender, bahkan pekerja perempuan dengan tidak mempunyai pendidikan sarjana mendapatkan upah yang cukup rendah dibanding laki-laki. 

18 September 2020 lalu merupakan peringatan perdana Hari Kesetaraan Upah Internasional menandai upaya berkelanjutan untuk memcapai kesetaraan upah untuk pekerjaan yang bernilai sama. "Hari Keseteraan Upah Internasional" ini menandai komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap hak asasi manusia dan menentang segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak (bisnis.com)

Dizaman sekarang semakin banyak perempuan yang keluar dari rumahnya untuk bekerja, persaingan ekonomi yang kuat, menekan perempuan untuk bekerja, mereka dipaksa menggantikan peran laki-laki sebagai pencari nafkah. Pandangan akan peran seorang  perempuan mulai terkikis seiring dengan hilangnya pemahaman islam dalam masyarakat, rasa bangga yang dahulu tertanam dalam diri seorang perempuan dalam mengemban amanah sebagai seorang ibu, kini menjadi suatu tugas yang dianggap hina. Sehingga seorang perempuan lebih cenderung untuk menjadi wanita karier dan tenggelam dalam kesibukan mencari materi, ditambah dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong pemahaman asing masuk ke dalam masyarakat. Sekulerisme, Liberalisme, dan Kapitalisme turut andil dalam mengikis dan menggeser kemuliaan seorang perempuan. Sekulerisme berpandangan bahwa aturan agama harua dipisahkan dari kehidupan, sementara Liberalisme menjadi penguat agar perempuan semakin jauh dari Syariat islam, mereka bebas bergerak mengikuti hawa nafsunya,sementara Kapitalisme telah mengubah pandangan nilai seorang perempuan, dimana dianggap berharga apabila seorang perempuan mempunyai penghasilan, mandiri secara finansial. 

Alih-alih mampu menstabilkan kondisi kehidupan untuk mencapai kebahagiaan, justru yang didapat hanyalah kebahagiaan semu, pengorbanan seorang perempuan meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri maupun kewajibannya sebagai seorang ibu yang mau tidak mau harus membayar orang lain untuk memelihara dan membesarkan anak-anaknya, pengorbanan ini tidaklah seimbang karena kenyataannya upah seorang perempuan tetap dibayar lebih rendah dibanding laki-laki walaupun pendidikan sama tinggi, bakat, dan hasil kerjanya juga sama dengan laki-laki, perempuan tetap ditempatkan pada posisi yang bernilai rendah. Kesetaraan Upah Internasional digadang-gadang bisa menyelesaikan kesenjangan upah, padahal semua itu hanyalah rayuan gombal semata, karena hal ini tidak menjamin perlindungan dan kesejahteraan bagi perempuan, ide kesetaraan hanyalah khayalan belaka faktanya yang terjadi justru perempuan di eksploitasi demi kepentingan bisnis.

Lantas apa solusinya? 
Adalah sistem islam yang mampu memberikan jaminan kepada seluruh rakyat tanpa membedakan laki-laki atau perempuan,  beragama islam atau non-islam, kaya atau miskin, pendidikan tinggi atau rendah, semuanya sama mendapatkan jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara adil. Dengan penerapan sistem ekonomi, pendidikan, sosial dan lain-lain mampu memberikan jaminan perlindungan perempuan dan anak. Islam memuliakan perempuan dan menjaganya dari sesuatu yang buruk, pemenuhan kebutuhan pokok setiap perempuan ditempuh dengan mewajibkan laki-laki atau suami menafkahi perempuan, jika suami tetap tidak mampu memenuhi nafkahnya maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya dan jikalau ahli warisnya pun tidak mampu memenuhi nafkahnya maka negaralah yang akan menanggungnya.

Dalam sistem islam negara memaksimalkan pengumpulan zakat, infak, dan sedekah juga hasil dari pengelolaan harta milik umum, sepeti migas, tambang, laut, hutan dan lain-lain sehingga kebutuhan pokok yang meliputi pendidikan, kesehatan serta keamanan dapat dipenuhi secara langsung dan gratis, maka dapat dipastikan dengan sistem islam tidak akan ada perempuan yang berubah fungsi menjadi pencari nafkah
Wallahualambishawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post