By : Dede Arnisah
Selama pandemi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar. Namun masih banyak tuntutan dari masyarakat, sebab semakin menambahnya beban bukan malah meringankan. Inilah hasil dari tidak tepatnya peraturan yang ditetapkan. Sehingga selalu saja muncul permasalahan demi permasalahan.
Apa jadinya jika hidup terus-terusan diatur dengan peraturan yang dibuat manusia? Peraturan yang hanya menguntungkan bagi segenap insan. Dengan menggadaikan kesejahteraan rakyat kebanyakan. Kebijakan yang tidak mampu meredam masalah, justru menambah cabang masalah baru.
Terkait dengan adanya pandemi Covid-19, semakin tampak bagaimana bobroknya sistem dalam mengatasi masalah. Kurva pemenuhan ekonomi yang terus melandai berpengaruh pada pendidikan yang serba digital.
Bagaimana tidak? Konsep belajar jarak jauh mau tidak mau harus dijalankan. Dari sini muncullah masalah, bahwa peserta didik membutuhkan media untuk dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh. Maka dibutuhkan gadget/hp serta kuota internetnya.
Disisi lain, banyak orang tua yang sedang mengalami sulitnya perekonomian. Dengan ini maka bertambahlah beban keluarga untuk akses pendidikan. Alhasil bagi mereka yang berasal dari keluarga mampu maka dapat mengikuti pembelajaran. Sedangkan yang tidak mampu akan terus tertinggal, sebab media yang sulit didapatkan.
Walaupun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menyiapkan subsidi kuota, maka hal ini tidak menjamin selesainya masalah pendidikan. Karena masalahnya itu telah berakar. Mulai dari tidak meratanya fasilitas-fasilitas yang didapatkan.
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, mengatakan evaluasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi Corona ini menunjukkan hasil yang variatif di setiap daerah. Ada yang berjalan efektif dan sebaliknya.
Nadiem menjelaskan di beberapa daerah, khususnya terpencil dan tertinggal, kendala utama siswa dalam PJJ ini adalah akses internet. Namun secara nasional mayoritas siswa di Indonesia sudah bisa menikmati layanan internet.
"Jadi isu utamanya banyak dari mereka justru bukan internetnya, tapi membayar kuotanya," katanya dalam program "Ini Budi: Reformasi Pendidikan Mas Menteri di Masa Pandemi" yang ditayangkan di kanal dan akun media sosial Tempodotco, Sabtu, 11 Juli 2020.
Untuk mengatasi masalah itu, kata Nadiem, Kemendikbud mengizinkan dana BOS digunakan untuk membelikan siswa kuota internet agar bisa mengikuti PJJ.
Namun faktanya, evaluasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) menunjukkan hasil yang tidak merata dalam ke-efekttifannya. Banyak daerah terpencil yang sulit mendapatkan jaringan internet. Sedangkan di daerah kota juga banyak yang tidak mampu untuk membeli kuota internetnya.
Disisi lain, banyak keluhan peserta didik. Mulai dari tugas-tugas yang menumpuk, minimnya pemahaman materi serta kurangnya pengawasan dari orang tua. Hal ini menjadikan semakin terpuruknya kualitas belajar siswa.
Seiring berjalannya waktu muncul pula kebijakan baru. Dengan membuka sekolah secara tatap muka, Akankah hal ini tidak membahayakan bagi guru dan siswa?
tirto.id - Sistem pendidikan Indonesia mau tak mau menerapkan adaptasi kebiasaan baru selama pandemi. Salah satu kebijakan yang diambil adalah membuka sekolah secara tatap muka secara aman. Alasan pembukaan sekolah mengacu data pemerintah mengenai kasus Corona di masing-masing daerah. Semula hanya sekolah di zona hijau, kemudian di zona kuning yang boleh dibuka, kendati tak wajib.
Kebijakan tersebut memicu munculnya klaster baru di sejumlah sekolah. Hal ini jadi salah satu evaluasi dari Panitia Kerja (Panja) Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Komisi X DPR RI, Kamis (27/8/2020).
Panja ini bekerja sebulan selama Juni-Juli untuk mengevaluasi kebijakan Mendikbud dan Dikti, Nadiem Makarim selama pandemi. Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menyebut ada sekitar 53 guru positif COVID-19 saat pendidikan tatap muka dibuka di zona kuning. “Ada kekhawatiran di publik, pendidikan tatap muka di zona kuning jadi klaster baru. Apakah betul sudah terjadi klaster baru di sekolah? Ini ada kurang lebih 53 guru positif dan beberapa anak lain,” ujar politikus PKB ini.
Situasi yang tidak normal bahkan mengkhawatirkan. Tidak seharusnya menganggap sepele tentang penyebaran virus Covid-19. Keselamatan guru dan siswa terancam. Peluang penyebaran virus tidak ada yang dapat menyangkal. Resiko kesehatan terus mengintai.
Dalam masa pandemi ini, pembelajaran jarak jauh cukup tepat dilaksanakan daripada langsung bertatap muka. Namun karena minimnya peran negara dalam menangani, mengayomi serta memfasilitasi secara adil, maka kegagalan dan kegagalan selalu mengiringi.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Khilafah, negara wajib mengatur jalannya pendidikan baik ketika terjadi wabah ataupun tidak. Negara wajib mengatur metode pengajaran yang tepat serta melengkapinya dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung. Tanpa membedakan peserta didik muslim ataupun non muslim, yang kaya ataupun yang miskin. Sehingga dapat mendorong suksesnya pendidikan baik dipinggir kota maupun tempat terpencil.
Sistem Khilafah dapat menjamin secara keseluruhan, sebab Khilafah adalah negara yang kaya dengan naungan rahmat Islam. Sebab Allah Swt yang menjamin kesejahteraan dan keadilan.