BPJS: Tarif Selangit, Anggaran Defisit, Pelayanan Berbelit.


Oleh: Reski Pratika, Amd. BA, SH
 (Aktivis Intelektual Muslimah)

Pemberlakuan kebijakan kelas standar bagi peserta BPJS Kesehatan bakal berlaku pada awal 2021 mendatang. Rencananya, penerapannya akan dilakukan secara bertahap hingga akhir 2022.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menjelaskan, kelas standar akan menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Bukan Pekerja (BP). Dengan demikian, seluruh peserta nantinya akan tergabung menjadi hanya satu kelas.
Kelas standar untuk peserta BPJS Kesehatan artinya, semua fasilitas dan layanan kesehatan akan disamaratakan, tidak ada sistem kelas 1, 2, dan 3, yang selama ini berjalan. (cnbcindonesia.com/ 20 September 2020)
Setelah akhir tahun 2019 Presiden Jokowi mengesahkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dimana dalam Perpres tersebut diatur kenaikan tarif iuran BPJS, tetapi kenaikan tarif tersebut dibatalkan melalui keputusan Mahkama Agung Nomor 7/P/HUM/2020. Kemudian pemerintah kembali menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020).
Seperti diketahui, berdasarkan keputusan terakhir. Sesuai dengan Perpres 64/2020, iuran BPJS Kesehatan pada pada Juli-Desember, sebesar Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III. Artinya, bisa saja, dan kemungkinan iuran BPJS Kesehatan dengan kelas standar, dimungkinkan antara pada kisaran Rp 75.000. (cnbcindonesia.com/ 21 September 2020)
Keputusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS, kemudian dinaikkan kembali oleh pemerintah dengan membuat Perpres baru menunjukkan antara pemerintah dan lembaga negara saling bertentangan satu sama lain. Tinggallah rakyat nelangsa, tak tahu harus mengikuti keputusan yang mana. Pada akhirnya, kebijakan menaikkan atau membatalkan kenaikan iuran BPJS berimbas pada pelayanan kesehatan. Ujung-ujungnya yang bingung para pelayan kesehatan, dan masyarakatlah yang jadi korban.
Kini, kembali BPJS merencanakan kebijakan baru yang diharapkan menjadi solusi atas polemik kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Termasuk juga antisipasi terhadap lonjakan permintaan peserta untuk turun kelas demi menghindari membayar lebih mahal. Akan tetapi, konsep kelas standar yang akan diimplementasikan belum jelas, apakah semua peserta BPJS akan membayar tarif yang sama. 
Sejak awal pembentukan BPJS memang sarat dengan tipu muslihat. Masyarakat dibohongi dengan istilah gotong royong, saling bantu antar yang sakit dan sehat. Padahal BPJS tidak lebih adalah jebakan batman ala rezim kapitalis. BPJS kesehatan adalah bentuk lepas tanggung jawabnya negara pada kesehatan rakyat. 
BPJS yang pada awal pembentukannya diklaim akan memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat adalah kebohongan ala rezim kapitalis. Pada perakteknya, lembaga tersebut tidak ubahnya mesin penyedot dana masyarakat. 
Justru sejak terbentuknya BPJS Kesehatan administrasi pelayanan kesehatan semakin berbelit. Tidak hanya pasien yang mengeluh, para tenaga medis pun menjadi korban rumitnya aturan BPJS. Kerap kali mereka mendapat komplain dari para pasien, padahal mereka hanya menjalankan prosedur dari pembuat kebijakan. Belum lagi insentif untuk para tenaga kesehatan yang dibawah standar, semakin memperburuk pelayanan kesehatan, mereka dituntut bekerja dan melayani secara maksimal tetapi insentif yang diterima tidak sesuai, bahkan seringkali terlambat.
Tidak hanya sampai disitu kisruh BPJS kesehatan, saat ini pemerintah telah menyusun draf paket manfaat sesuai Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK). Artinya, hanya masalah waktu BPJS kesehatan hanya akan melayani kebutuhan dasar kesehatan saja.
Bahkan sejak tahun lalu,  Menteri Kesehatan Terawan, sudah meminta layanan yang ditanggung BPJS Kesehatan dibatasi hanya pada pelayanan dasar. Hal ini merupakan salah satu upaya menekan defisit yang diprediksi mencapai Rp 32 triliun pada tahun ini. Dengan kondisi BPJS Kesehatan yang defisit, Terawan meminta lembaga tersebut melakukan peninjauan kembali akan pengeluarannya. Ia menyebut dengan kemampuan keuangan yang terbatas, pengeluaran juga mesti dibatasi. Kalau tidak, maka BPJS Kesehatan akan selalu defisit. (Tempo.co/ Kamis, 11 Juni 2020)
Sungguh sebuah ironi ditengah pandemi. BPJS yang harusnya menjadi benteng pertahanan dalam bidang kesehatan justru seenaknya menaikkan iuran. Sementara internal BPJS sendiri tidak becus mengelola dana dari masyarakat sehingga mengalami defisit anggaran. Yang pada akhinya pelayanan dipangkas sana sini. Lagi-lagi rakyatlah yang harus menanggung kerugian atas ketidak amanahan pemimpin.
Seperti itulah jika para watak kaumkapitalis. Untung dan rugi berdasarkan materi. Nyawa diperjualbelikan, kesehatan jadi lahan bisnis yang menguntungkan. Berbeda jika yang dijadikan patokan adalah islam.
Islam bukan hanya sekedar agama yang mengatur masalah keimanan dan ibadah-ibadah ritual semata. Islam datang membawa seperangkat guidance yang sempurna (QS. Al Maidah:3) dan komprehensif (QS. An Nahl:89) bagi manusia, lintas zaman, lintas benua, dan lintas generasi spesies manusia.
Rasullulah sebagai sauri teladan mencontohkan  pada saat mendapatkan hadiah berupa seorang tabib (dokter) dari Muqauqis, Raja dari Mesir, kemudian beliau menjadikan tabib tersebut melayani kesehatan penduduk Madinah tanpa ditarik biaya (Abdurahman al Maliki dalam Politik Ekonomi Islam, 2001)
Hadits dari Imam Bukhari dan Muslim bahwa ada serombongan orang dari kabilah Urainah yang baru masuk Islam. Dari rombongan ini terdapat delapan orang mengalami sakit limpa saat datang di Madinah. Rasulullah Saw sebagai penguasa Madinah memerintahkan agar para mualaf tersebut tinggal di dekat penggembalaan ternak zakat kaum kaum muslimin yang dikelola oleh Baitul mal di dekat Quba untuk dirawat, diberi makan dan minum dari peternakan secara cuma-cuma sampai mereka sembuh.
Pelayanan medis yang berkualitas diberikan kepada orang-orang yang sakit di bawah naungan negara Islam tanpa adanya diskriminasi antara orang kaya dan orang miskin, antara orang yang berkulit putih dan berkulit hitam, antara pejabat dan rakyat biasa,  antara muslim dan non-muslim. Umumnya pengobatan diberikan secara geratis. Karena itu, orang-orang yang sakit merasakan kepuasan pelayanan yang terbaik, apapun tingkatannya dalam masyarakat. 
Begitulah gambaran kenyamanan yang dirasakan oleh ummat ketika negara diatur dengan syariat Islam, tetapi yang perlu digaris bawahi adalah menerapkan islam secara kaffah tujuan bukan hanya untuk mendapat manfaat semata, kenyamanan dan kejayaan tersebut hanyalah bonus. Akan tetapi penerapan syariah islam secara kaffah adalah bentuk ketaatan dan ketundukan sebagai hamba di hadapan Rabbnya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-A'raf: 96 yang artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” 

Post a Comment

Previous Post Next Post