Oleh : Nabila Fadel
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan negara otokrasi atau oligarki lebih efektif menangani pandemi Covid-19 dibanding negara demokrasi seperti Indonesia, India, atau Amerika Serikat. Menurutnya, pemerintahan oligarkis seperti Cina dan Vietnam menggunakan cara keras dan kedaulatan dipegang satu atau segelintir orang. Sehingga lebih mudah mengendalikan perilaku masyarakat dalam menghadapi pandemi. Sementara, dalam negara demokrasi, banyaknya kalangan menengah ke bawah disebut Tito makin menambah kesulitan yang ada. Kalangan itu dianggapnya sulit diminta menerapkan protokol kesehatan. Hal itu disampaikan Tito dalam Rakor Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Secara Nasional melalui video konferensi, Kamis (3/9/2020), dilansir dari suara.com.
Narasi sistem otokrasi dan oligarki yang menghasilkan kepatuhan masyarakat sebagai prasyarat penanganan krisis, dipandang sebagai pernyataan menyesatkan. Yang dibutuhkan bukanlah kepatuhan karena terpaksa, bukan ancaman karena ancaman hukum sebagaimana terjadi di negara-negara yang lebih tertutup (otokrasi). Kepatuhan semacam itu tidak akan permanen dan justru melahirkan dendam rakyat terhadap pemimpin yang menjadi bom waktu. Jadi otokrasi & oligarki bukanlah best practice sebagai sebuah sistem.
Pernyataan menteri ini sangat bertentangan sekali dengan negeri ini, seolah-olah pernyataan Mendagri menginginkan penerapan otokrasi dan oligarki diterapkan di negeri ini. Padahal sebagaimana yang kita ketahui negeri ini menganut sistem demokrasi saat ini, yang mestinya lebih menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan dan penyediaan fasilitas agar rakyat mudah melaksanakannya.
Pemerintah harusnya meningkatkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan kebijakan yang berpihak pada publik, tidak mengistimewakan segelintir kelompok, kemudian menjalankannya secara konsisten dan adil. Penguasa malah dengan terang mempertontonkan kecurangan dan ketidakmampuan mengatasi masalah. Hasilnya, rakyat makin hilang kepercayaan pada penguasa. Pernyataan Mendagri Tito hanyalah untuk menutupi cacat sistem ini dan mencoba menutup mata negeri ini dari kebutuhan akan perubahan mendasar terhadap sistem kehidupan yang berjalan.
Sesungguhnya negeri ini dan dunia sedang membutuhkan sitem alternatif, namun bukan demokrasi bukan pula otokrasidan oligarki. Sistem alternatif tersebut akan mewujudkan terselenggaranya fungsi negara secara konsisten oleh penguasanya. Sebagai pengayom dan penanggung jawab, negara akan bekerja optimal mengatasi krisis dan menyosialisasikan protokol kesehatan untuk dijalankan rakyatnya. Bukan karena dorongan materi yang bersifat relatif atau takut diprotes rakyat, tetapi karena ingin mendapat kemuliaan akhirat. Rakyat akan mematuhi protokol karena percaya. Rakyat menjadi tidak ragu pada kebenaran informasi yang disampaikan penguasanya. Bahkan rakyat taat dengan penuh kesadaran berkat dorongan iman.
Di sistem alternatif itu, setiap individu akan menjalankannya seiring melekatnya iman. Sepanjang iman dipupuk dalam diri rakyat, mereka akan patuh dan bersungguh-sungguh menjalankan protokol karena ingin beroleh pahala dengan menaati pemimpin yang menjalankan amanah kekuasaan sesuai perintah Allah.
Wa’allahualam bi showab