Saat ini kaum muslim tidak hidup dalam habitat yang sebenarnya. Karena kaum muslim hidup dalam aturan system yang bukan berasal dari sang penciptanya. Kaum muslim hidup dalam kungkungan system kufur Kapitalis sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, agama hanya diakui dalam ranah privat yang hanya mengatur urusan sholat, haji dan ibadah-ibadah lain yang bersifat individu.
Sementara didalam kehidupan publik dan bermasyarakat hukum yang diterapkan adalah hukum buatan manusia, yang justru mencampakkan hukum dan aturan dari sang pencipta .sehingga dari sini muncul berbagai permasalahan yang tak kunjung mendapatkan solusinya, termasuk pelecehan dan kriminalisasi ajaran islam yang di buat oleh orang2 yang benci terhadap islam, Baru- baru saja terjadi peristiwa pelecehan terhadap Al Quran yaitu sebuah aksi pembakaran Alquran yang sistematis di lakukan dengan dukungan politisi khususnya di Swedia dan Norwegia. Meski Negara barat menganggap tindakan ini bertentangan dengan hukum, namun munculnya aksi sejenis ini berulang kali, menggambarkan kegagalan secara sistematik untuk menjamin keadilan dan kebebasan beragama, aksi perobekan dan peludahan serta pelecehan itu adalah bentuk kekalahan mereka terhadap kebenaran Alquran, inilah gambaran hidup dalam sistem kapitalis sekuler.
Selain itu dilain kasus Akhir2 ini masyarakat di hebohkan dengan beberapa pernyataan dari Menteri Agama Fachrul Razi soal bebrapa narasinya tentang ide yang di sebutnya Radikal dan juga sikapnya terhadap pengemban ide tersebut, mulai dari pernyataan beliau tentang yang punya pemikiran Khilafah jangan di terima jadi ASN yang di lansir di kanal youtube Kemenpan RB rabu (2/9). Pun juga soal pernyataan agen Radikalisme good looking, Menag menegaskan bahwa faham Radikal isme masuk lewat masjid melalui anak yang Good Looking .
Hingga terakhir soal rencana peluncuran program penceramah Besertifikat. Ia menyatakan pada tahap awal bakal ada 8.200 orang akan mendapatkan sertifikasi penceramah, Untuk semua agama, sukarela, ada sedikit gesekan gak setuju enggak apa2 kita lanjut terus kata Fachrul. Kemenag turut menggandeng seluruh majelis keagamaan, ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan teroris (BNPT), Hingga Badan pembinaan Idiologi Pancasila ( BPIP), Fachrul menegaskan program tersebut bertujuan untuk mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi Idiologi pancasila, sekaligus kata dia mencegah penyebaraan faham Radikalisme di tempat- tempat ibadah.
Dikasus yang lain kalau kita lihat beberapa waktu yang lalu, terkait pelaporan dari Ayik Heriansyah didampingi Muanas Alaidid melaporkan ustadz Ismail Yusanto ke kepolisian Metro jaya, pada tanggal 28 Agustus 2020, Ihwal yang mendasari laporan adalah status Ustadz Ismail sebagai jubir HTI dan dakwah Khilafah yang diembannya di tengah umat, soal mengapa laporan begitu responsive di terima penyidik diduga bahwa rezim berada di balik laporan ini, dalam banyak kasus Kriminalisasi ulama dan Aktivis islam, sebab utama berprosesnya kasus bukan semata adanya laporan tetapi sikap penerima laporan yang begitu responsive menindaklanjuti laporan jika aduan berasal dari kubu Rezim.
Kepentingan rival politik, rasa sakit hati, serta yang terakhir meledaknya opini dakwah khilafah yang terus berkembang, melalui tayangan film documenter Jejak Khilafah Di Nusantara ( JKDN), Di duga kuat menjadi bagian dari latar belakang pelaporan, artinya public patut memiliki praduga tindakan pelaporan adalah karena adanya kekalahan intelektual dari kubu yang kontra Khilafah, kemudian meminjam tangan kekuasaan untuk membungkam dakwah khilafah melalui tindakan kriminalisasi.
Selain itu sudah lebih membabibuta dengan adanya penganiayaan terhadap bebrapa ulama termasuk salah satunya Ustadz Syeh Ali jabber saat memberikan ceramah di Lampung, pelaku penusukan seorang pria berusia 24 tahun yang tinggal tidak jauh dari tempat acara, penganiayaan terhadap ulama bukan kali ini saja terjadi pada bulan juli lalu kejadian serupa menimpa imam masjid di Pekan baru Riau, imam tersebut ditusuk seorang pria usai memimpin sholat isya, dari peristiwa pilu diatas terjadi dilingkungan tempat beribadah, kita pasti menganggap bahwa rumah ibadah adalah tempat yang paling aman dari kejahatan manusia, Lalu dimnakah tempat yang aman dinegeri ini? Dan kalau kita lihat setiap dari penganiayaan yg di tujukan terhadap para ulama kita pasti langsung opini yang mengarah pada pelakunya adalah di akibatkan adanya gangguan kejiwaan,,tetapi berbanding terbalik ketika korbannya ada di pihak Rezim pasti langsung dengan cepat menyebutnya dengan sebutan Radikal (teroris). Ada apa dibalik ini semua? Kalau kita fahami ini merupakan bagian dari skenario politik yang diproduksi untuk tujuan politik, targetnya jelas menebar terror di tengah-tengah umat, dengan biaya murah karena memang targetnya opini.
Kenapa hal seperti ini yang di permasalah kan oleh penguasa kita? Sudah habiskah permasalahan kursial di negeri ini? Padahal bisa kita lihat banyak nya problem umat yang butuh pemecahan dengan solusi, angka kemiskinan yang terus naik, pandemi yang juga belum selesai bahkan kemungkinan besar akan berujung pada resesi ekonomi, serta Luck Down yang dilakukan oleh Dunia terhadap Indonesia, setidaknya ada 59 Negara yang melakukan Luck Down, kriminalitas meningkat, bahkan kemaren pesta besar yang di lakukan oleh puluhan Gay, rasanya sudah lebih dari cukup untuk memfokuskan atensi penguasa kita hari ini dari pada membuat Narasi- narasi busuk yang akhirnya melukai umat islam termasuk dalam upaya memfitnah serta Melecehkan seluruh ajaran islam yang muliah termasuk Khilafah.
Toh apa yang patut di khawatirkan dengan Khilafah, hingga Rezim begitu ketakutan jika umat melek terhadap khilafah, bahkan untuk menilik sejarah pun tidak di perbolehkan, Alasannya tak lain tak bukan karena barat takut kepemimpinan mereka selama ini digantikn oleh sistem islam melalui kepemimpinan khilafah yang akan dipimpin oleh seorang Khalifah, segala upaya di kerahkan salah satunya membuat muslim membenci agamanya sendiri, sperti yang saat ini banyak terjadi dikalangan pejabat ataupun masyarakat. Beleum lagi Pelecehan yang dilakukan dengan bebasnya oleh orang- orang yang benci terhadap islam.
Dengan alasan kebebasan penghinaan terhadap ajaran Islam dianggap wajar. Seperti yang hari ini kita lihat faktanya bahwa penghinaan dan pelecehan terhadap Islam terus saja terjadi bahkan tidak berhenti. Menghina Allah SWT; menistakan dan melecehkan Nabi saw.; merendahkan dan menistakan al-Quran, malaikat, istri-istri Nabi saw, dianggap biasa.
Kemudian melecehkan dan menjelek-jelekkan Islam dan syariahnya; seperti mensifati Islam dan syariahnya sebagai biadab, brutal, bengis, mencerminkan keterbelakangan dan sifat-sifat buruk dan jahat lainnya. Bisa juga menistakan agama dengan melecehkan atau mengolok-olok sebagian hukum atau syariah Islam.
Bahkan menistakan sebagian ajaran Islam, seperti jihad dan khilafah dengan menstigma negatif jihad dan khilafah yang merupakan bagian dari ajaran Islam dengan menuding keduanya sebagai ancaman, memecah-belah umat, keterbelakangan, kemunduran dsb. Semua ini seolah dianggap wajar dan biasa saja.
SOLUSI ISLAM
Padahal prilaku dan sikap seperti ini harusnya tidak terjadi pada diri seorang muslim. Kecuali orang-orang kafir dan musyrik. Karena pada masa Rasul saw., penistaan agama (Islam) itu merupakan perilaku orang-orang kafir baik musyrik maupun Ahlul Kitab (Yahudi dan Nahrani).
Mereka melakukan penistaan kepada Allah SWT, Rasul saw, al-Quran, ajaran dan hukum Islam, para sahabat, dsb. Mereka melakukan semua itu sebagai uslub dan strategi untuk menghadang dakwah, menghalangi manusia dari Islam dan memalingkan mereka dari jalan Allah SWT.
Penistaan agama Islam itu juga menjadi perilaku orang-orang munafik. Mereka menistakan ayat-ayat Allah, menista perintah shalat, mengejek infak yang kecil, mencemooh jihad, mencaci para Sahabat dan lainnya. Penistaan terhadap Islam itu tidak lain merupakan cermin kekufuran atau kemunafikan. Pelakunya adalah orang-orang kafir dan munafik.
Semua bentuk penistaan terhadap Islam jelas merupakan dosa besar. Jika pelakunya Muslim, hal itu bisa mengeluarkan dirinya dari Islam dan menyebabkan dia kembali kafir atau murtad, terutama jika disertai itiqad. Adapun jika tidak disertai itiqad maka pelakunya minimal telah melakukan perbuatan fasik dan dosa besar. Allah SWT berfirman:
وَإِن نَّكَثُوا أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ
Mereka merusak sumpah (janji)-nya sesudah mereka berjanji. Mereka pun mencerca agamamu. Karena itu perangilah para pemimpin orang-orang kafir itu, karena sungguh mereka adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti (TQS at-Taubah [9]: 12).
Imam al-Qurthubi di dalam Tafsîr al-Qurthubiy menjelaskan, sebagian ulama berdalil dengan ayat ini atas kewajiban membunuh setiap orang yang menikam/mencela (ath-thanu) agama Islam karena dengan itu dia telah kafir (murtad). Ath-Thanu adalah menisbatkan pada agama Islam ini apa yang tidak pantas atau melecehkan apa yang merupakan bagian dari agama Islam yang telah terbukti kesahihan ushulnya dan kelurusan furu’-nya berdasarkan dalil-dalil yang qath’i (tegas).
Allah SWT berfirman:
…قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
…Katakanlah (wahai Rasul) kepada mereka, Teruslah kalian (wahai kaum munafik) mengolok-olok agama. Karena Allah akan menyingkap apa yang kalian takutkan dengan cara menurunkan surah atau memberitahu rasul-Nya tentang hal itu. Jika kamu bertanya kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, Sungguh kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah, Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?
Tidak usah kalian minta maaf karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa (TQS at-Taubah [9]: 64-66).
Ketika menjelaskan ayat tersebut, Imam Ar-Razi di dalam At-Tafsir al-Kabîr di antaranya menyatakan: Sungguh memperolok-olok agama Islam, bagaimanapun bentuknya, hukumnya kafir. Sebabnya, olok-olokan itu menunjukkan penghinaan. Padahal keimanan dibangun di atas pondasi pengagungan terhadap Allah dengan sebenar-benar pengagungan. Mustahil keduanya bisa berkumpul.
Penistaan agama Islam tentu tidak selayaknya terjadi dari seorang Muslim. Sebabnya, hal itu bertentangan dengan ketakwaan yang ada dalam dirinya. Sebaliknya, ketakwaan dirinya justru akan melahirkan sikap mengagungkan Islam, hukum, syiar dan ajarannya.
Allah SWT berfirman:
ذلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu timbul dari ketakwaan kalbu (TQS al-Hajj [22]: 32).
Imam an-Nawawi al-Bantani di dalam kitabnya, Syarh Sullam at-Tawfiq, menjelaskan ayat tersebut, bahwa di antara sifat terpuji yang melekat pada orang yang bertakwa adalah mengagungkan syiar-syiar Allah, yakni syiar-syiar agama-Nya.
Maka bagi seorang muslim menjadi kewajiban untuk meninggikan ajaran Islam dan tidak menghina atau melecehkan. Bahkan siap membela apabila ajaran Islam ada yang menghinakan.
Dan untuk saat ini berjuang sepenuhnya mendakwahkan Islam agar Islam secara kaffah dapat ditegakkan dalam naungan Khilafah untuk mengakhiri penghinaan dan penistaan terhadap ajaran agama Islam yang dibawa Rasulullah SAW. . Wallahu`alam bisshawab
Post a Comment