ALASAN DIBALIK PENOLAKAN PSBB JAKARTA


Oleh : Dwi Sarni 
(Aktivis Menulis Muslimah Jakarta Utara) 

DKI Jakarta PSBB lagi,  namun keputusan ini mendapat banyak respon negatif dari berbagai pihak, baik oleh pengusaha maupun kemenko Perekonomian. Karena dianggap akan menurunkan kembali pergerakan sektor ekonomi. Konon PSBB ini akan lebih ketat dari sebelumnya, dikhawatirkan dapat mematikan ekonomi dan menimbulkan masalah sosial. 
Dilansir dari detiknews.com 13/9/2020, "Menteri Sosial Juliari P. Batubara menyatakan muncul kebutuhan penanganan terhadap masyarakat yang terdampak dalam bentuk bantuan sosial, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat".
"Bila keputusannya adalah menambah bansos sejalan dengan pengetatan PSBB, maka itu bukan keputusan yang mudah. Dibutuhkan kajian mendalam dan koordinasi yang tinggi," kata Juliari dalam keterangan tertulis. 
"Jadi, ini tidak bisa mendadak. Kementerian Sosial bersikap menunggu arahan Presiden Joko Widodo. Kalau opsinya adalah menambah bansos, kami siap saja. Prinsipnya Kementerian Sosial siap melaksanakan arahan Presiden," ungkapnya.
Bahkan orang terkaya di Indobesia pun, Budi Hartono,  melayangkan surat kepada Presiden terkait penolakannya terhadap PSBB Jakarta. 
Menurut Budi, keputusan untuk memberlakukan PSBB kembali tidak tepat. PSBB tidak efektif dalam menurunkan tingkat pertumbuhan infeksi di Jakarta.
"Di Jakarta meskipun pemerintah DKI Jakarta telah melakukan PSBB tingkat pertumbuhan infeksi tetap masih naik.” Begitu tulisnya. 
Ia juga mengatakan bahwa Rumah Sakit di Jakarta akan tetap penuh melewati batas maksimum dengan ataupun tanpa PSBB. 
Memang sudah terlambat dan terkesan percuma jika diberlakukan PSBB lagi,  karena masyarakat sudah terlanjur santai dan acuh tak acuh dengan adanya virus ini.  Mereka sudah menjalankan aktifitasnya secara normal kembali sesuai dengan anjuran pemerintah pusat yang menggiring untuk new normal. Sayangnya, banyak yang lalai tidak perduli dengan protokol kesehatan yang telah ditentukan. 
Masyarakat pun seperti sinis dengan keputusan Gubernur DKI ini,  terutama kalangan bawah yang berprofesi pedagang.  Mereka jualan pagi hari untuk makan siang hari.  Kalau harus stay at home meraka keberatan karena tidak mendapat jaminan total dari pemerintah. 
Dalam sistem Demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini memang para pengusaha,  pemilik modal maupun kementrian perekonomian melakukan penolakan.  Yang ada dalam benak mereka hanya fulus,  fulus dan fulus serta cara meraup pundi pundi fulus.  Persetan dengan virus Covid-19 yang penyebarannya makin meluas. 
Dalam sistem ini pejabat publik, wakil rakyat, penguasa yang berwenang mengatur regulasi kebijakan negeri tidak kompak,  tidak sejalan antara satu dengan yang lainnya.  Yang memikirkan keselamatan rakyat tidak didukung oleh yang lainnya dengan alasan menyelamatkan ekonomi.  
Jika saja enam bulan lalu pemerintah pusat sejalan dengan pemerintah daerah DKI Jakarta,  bersepakat untuk lockdown Jakarta yang menjadi epicentrum dan menutup sementara akses masuk dari negara lain yang berpotensi membawa virus baik pelabuhan maupun Bandara,  mungkin sekarang wabah ini sudah selesai. Harusnya para pejabat berpikir waras,  dengan lockdown ekonomi memang akan mati, namun hanya sebentar. Setelah wabah selesai kita akan bangun lagi ekonomi yang sempat mati suri. 
Sayangnya, pemerintah terlalu pengecut,  hanya berani mengeluarkan himbauan  dan anjuran saja untuk stay at home. Rakyat dianjurkan tidak beraktifas keluar rumah tapi warga asing dibukakan pintu masuk lebar lebar masuk ke Indonesia.  Tidak lama kemudian latah mengikuti negara lain untuk segera new normal dengan kondisi virus belum dapat dikendalikan. Banjir PHK semakin meluap akibat anjuran PSBB dan banyak tenaga medis yang kehilangan nyawa menjadi tumbal pandemi virus ini. 
Akan berbeda bila kita hidup dalam sistem Islam. Sistem kehidupan warisan Rasulullah Muhammad Saw Dalam Islam solusi penyelesaian wabah adalah dengan lockdown atau karantina wilayah.  
Dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda:
"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)
Jika hadist ini menjadi panduan dan diterapkan, maka wabah akan dapat dikendalikan dan cepat selesai. Tidak makin menyebar secara luas,  karena virus tidak akan bergerak jika manusia tidak bergerak. 
Bagaimana dengan kebutuhan rakyat selama karantina?  Negara yang akan menyediakan pemenuhan kebutuhan pangan secara merata tidak memandang apakah dia miskin atau kaya. Negara mejamin kebutuhan secara total karena memang tanggung jawabnya. 
Para pemimpin akan saling menyokong,  bersatu padu dalam penyelesaian masalah untuk kepentingan rakyat.  Pemimpin muslim harus sadar bahwa jabatannya kelak akan dipertanggung jawabkan di pengadilan Allah Swt.
Rasulullah bersabda: “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim” (HR. An-nasai) 
Dalam Islam nyawa seorang muslim amatlah berharga, bayangkan bagaimana beratnya pertanggungjawaban pemimpin kelak jika banyak nyawa terbunuh akibat kelalaian pemimpin dalam menetapkan kebijakan. wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post