Wanoja Sunda Pendobrak Kemiskinan dan Kebodohan


Oleh: Durothul Jannah | Ibu Rumah Tangga

Membahas perempuan (wanoja), kemiskinan dan kebodohan memang selalu menarik. Seperti dilansir pikiranrakyat.com (17/08/2020), perempuan memiliki peranan penting dalam memutus rantai kemiskinan dan kebodohan. Akan tetapi kenyataannya, masih banyak perempuan yang “tidak berdaya” karena kemiskinan dan kebodohan. 

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Ina Primiana, mengatakan ada dua hal yang harus dilakukan wanoja Sunda agar mampu menjadi ibu peradaban, sehingga akan memutus rantai kemiskinan dan kebodohan. Pertama, dengan terus melanjutkan pendidikan. Kedua, hindari meninggalkan keluarga untuk bekerja. 
“Tidak sedikit yang meninggalkan keluarga untuk bekerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tapi pekerjaan yang dilakukan seperti menjadi asisten rumah tangga. Lebih baik tetap berada bersama keluarga,” ucap Ina saat menjadi keynote speaker, sawala daring Sawala Aksi Wanoja Sunda (Sawanda), pada Senin, 17 Agustus 2020.

Dalam acara tesebut, selain Ina, ada dua pembicara lainnya yaitu Nurul Arifin (Anggota DPR) dan Mira RG Wiranatakusumah. Materi yang dipaparkan berkaitan dengan pendidikan untuk mengurangi pengangguran dengan menyesuaikan kurikulum SMK dengan kebutuhan lapangan usaha. Upaya itu dibarengi dengan adanya edukasi anak perempuan agar terus melanjutkan pendidikan. Dengan demikian, diharapkan perempuan dapat memutus rantai kebodohan dan kemiskinan. 

Pembicara lainnya, anggota DPR dari Partai Golkar, Nurul Arifin mengatakan pentingnya perempuan dalam politik. Menurut Nurul, banyak hal dalam politik tentang perempuan dan hal itu tidak bisa meminta kaum lelaki untuk membahasnya secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting adanya perempuan dalam politik,” ujar Nurul. Demikian pula dalam militer dan kepolisian. Masih ada persoalan kemampuan pada perempuan. Berikutnya masih ada kekhawatiran perempuan bila meninggalkan rumah demi kariernya. Bahkan ada juga perempuan yang dilarang suami untuk berkarir lebih tinggi. 

Ketua SAWANDA, Mira RG. Wiranatakusumah menyebutkan perempuan Sunda sudah banyak yang tergabung dalam berbagai komunitas, meskipun masih sebatas pertemuan yang tidak dibebani hak dan kewajiban. Namun, akan lebih baik bila komunitas itu mulai turut berdiskusi dan berpikir menjadi solusi bagi persoalan-persoalan bangsa. Mira juga mengatakan komunitas dan organisasi perempuan ini perlu berkolaborasi menyamakan persepsi.

Perempuan masih menjadi entitas yang paling rentan terhadap kemiskinan dan kebodohan. Solusi yang ditawarkan adalah meningkatkan kualitas pendidikan perempuan dengan di beri peluang yang tinggi untuk mengenyam bangku pendidikan. Untuk mengentaskan kemiskinan maka perempuan harus terjun ke dunia kerja. Maka jika kita perhatikan solusi ini sejalan dengan apa yang di canangkan PBB melalui beberapa programnya seperti Beijing Flatform For Action (BpfA), Millenium Depelovment Goals (MDGs), hingga Sustainable Depelovment Goals (SDGs). Dimana perempuan dalam proyek ini  yang selalu menjadi fokus utama untuk di evaluasi, selalu mendapatkan perhatian khusus. Namun dari tahun ke tahun isu kemiskinan dan kebodohan ini semakin merajalela dan tak kunjung lenyap. Bahkan solusi yang di tawarkan untuk mengentaskan kemiskinan ini dengan memberdayakan perempuan dalam ekonomi memicu masalah baru yang sangat berdampak terhadap kehidupan berkeluarga, yaitu tidak berfungsinya peran keibuan seperti anak terlantar, gugat cerai atau masalah lainnya. Maka solusi yang di tawarkan ini hanyalah ilusi belaka. 

Yang perlu kita cermati adalah akar kemiskinan ini, dimana ada yang di sebut kemiskinan absolut dan kemiskinan sistemik. Jika kemiskinan ini tergolong sistemik maka akar masalahnya adalah dalam pengelolaan Sumber Daya Alam yang harus di evaluasi, apakah pengelolaan Sumber Daya Alam ini dapat dimanfaatkan oleh rakyat secara menyeluruh atau hanya dimanfaatkan segelintir orang saja. Tentunya jika merujuk pada pancasila sila kelima yang berlambangkan padi dan kapas dimana padi yang berwarna kuning dan kapas hijau yang berlatar belakang putih. Padi dan kapas merupakan simbol sumber sandang dan pangan yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Dengan tujuan dari bangsa Indonesia adalah menciptakan kesejahteraan sosial baik sandang maupun pangan tanpa adanya kesenjangan baik dari segi sosial, ekonomi, budaya maupun politik sehingga keadilan dapat diwujudkan. Tapi sangat disayangkan Sumber Daya Alam ini di swastanisasi, tidak di kelola oleh negara secara utuh demi mengurusi rakyatnya.

Begitulah solusi ala kapitalisme. Solusi yang mengutamakan kepentingan para kapital. Sangat berbeda dengan solusi yang ditawarkan Islam.

Sesungguhnya Islam agama yang sempurna memiliki konsep dalam pengelolaan Sumber Daya Alam ini. Dimana Sumber daya Alam di kelompokkan pada kepemilikan umum (Milkiyah ‘am) yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya di kembalikan pada rakyat dengan mekanisme tertentu. Pengelolaan Sumber Daya Alam  yang dikelola mandiri akan memberikan lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki secara luas yang berdampak pada kesejahteraan perempuan (Istri) dan keluarga. 

Wallahua’lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post