Oleh: Alfira Khairunnisa
(Pemerhati Kebijakan Publik)
Perkembangan covid-19 makin mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Hingga saat ini kurva belum juga melandai. Alih-alih melandai, kurva makin menunjukkan angka lonjakan setiap harinya. Upaya pemerintah dan berbagai komponen masyarakat untuk membuat vaksin covid-19, belum juga membuahkan hasil hingga saat ini.
Kini, masyarakat seolah sudah terbiasa dengan kehidupan new normal life, hingga banyak diantara masyarakat yang tak lagi mengindahkan protokol kesehatan. Minimnya edukasi kepada masyarakat menjadikan covid-19 seolah teman baru yang tak lagi menghantui. Hal ini bisa kita saksikan sendiri bagaimana ramainya tempat-tempat publik, seperti pasar, tempat wisata, pusat perbelanjaan, mall, restoran dan lain sebagainya.
Hingga saat ini, belum juga ditemukan vaksin atau ramuan yang dapat menangkal atau mengobati virus ini. Namun, belakangan beredar informasi soal klaim obat Covid-19 telah ditemukan. Hal ini sontak ramai diperbincangkan.
Tersebutlah nama Hadi Pranoto menjadi perbincangan setelah diwawancarai musisi Erdian Aji Prihartanto atau yang akrab dipanggil dengan Anji. Hadi Pranoto mengaku sebagai profesor sekaligus Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19.
Ia mengatakan bahwa cairan antibodi Covid-19 yang ditemukannya bisa menyembuhkan ribuan pasien Covid-19. Namun Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengemukakan, bahwa beredarnya informasi soal klaim obat Covid-19 dari Hadi Pranoto, masih dalam tahap penelitian dan belum ada bukti ilmiah tentang keamanan dan efektivitasnya. Maka dari itu belum boleh dikonsumsi oleh masyarakat.
Viralnya klaim obat Corona dari Hadi Pranoto seorang warga yang mengaku professor ahli mikrobiologi ini, dikecam oleh IDI hingga Satgas Covid. Namun, masyarakat terlanjur tidak sepenuhnya percaya pada pemerintah. Lambannya penanganan pemerintah terhadap wabah covid-19 makin terlihat dari terus berkembangnya pandangan meremehkan bahaya virus dan beragamnya klaim penemuan obat corona.
Fenomena ini menggambarkan pemerintah belum mampu meyakinkan publik terhadap bahaya virus. Juga menegaskan bahwa masyarakat belum bisa mengandalkan pemerintah untuk menemukan obat atas virus yang masih saja merebak ini.
Mirisnya, dalam kondisi saat ini rakyat harus mencari kesehatan sendiri. Pemerintah belum juga nampak hadir bergerak cepat dengan memastikan keampuhan vaksin tersebut. Hingga masyarakat akhirnya memastikan sendiri keampuhannya. Ditambah lagi vaksin ini tidak digratiskan untuk rakyat, namun dengan sistem berbayar bagi yang ingin divaksin. Tentu saja hal seperti ini jelas akan menambah beban masyarakat ditengah sulitnya perekonomian saat ini.
Disamping itu, negara tidak cukup hanya menghadirkan vaksin, namun lebih dari itu. Negara seyogyanya bisa menjamin pelayanan dan distribusinya sampai kepada masyarakat. Memberikan fasilitas kesehatan yang memadai, juga dapat mengisolasi wilayah yang berada di zona merah.
Di dalam Islam, kesehatan adalah hak dasar bagi seluruh rakyat. Negara tidak hanya memberikannya secara cuma-cuma tapi menjamin seluruh fasilitas kesehatan, obat-obatan termasuk vaksin diberikan dengan kualitas yang terbaik, bukan murahan.
Dalam Islam negara adalah pelayan bagi umat, bukan regulator terlebih pebisnis. Maka pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari kewajiban seorang pemimpin karena termasuk ri’ayah asy-syu’un al-ummah. sabda Rasul ï·º:
"Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas pemeliharaannya" (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Jelaslah bahwa seorang pemimpin memiliki tanggung jawab atas kesehatan dan pengobatan karena termasuk urusan pemelihara umat. Begitu besar perhatian Islam dibidang kesehatan, hingga rakyatnya senantiasa sejahtera dibawah naungannya. Wallahua'lam bish-shawwab.