Oleh: Hamsina Halisi Alfatih
Berbicara masalah khilafah tentu tak terlepas dari jejak historisnya yang begitu mengukir tinta keemasan. Hampir menguasai 2/3 dunia selama kurang lebih 14 abad lamanya, jejak khilafah tidak akan mungkin sekejap mata hilang dalam coretan sejarah dunia. Kini, khilafah semakin gencar dibicarakan di seluruh dunia bahkan diberbagai kalangan. Jejaknya yang begitu mengagungkan pun kini tengah diperjuangkan agar kembali tegak membentengi seluruh negeri-negeri muslim.
Menengok jejak khilafah berdasarkan historisnya, tentu memiliki serangkaian kisah dari para ulama-ulama yang gencar menyebarkan Islam. Hal ini pun terlihat bagaimana sejarah Islam menyebar di seluruh nusantara melalui para ulama-ulama cendekia.
Pertama, di Pulau Jawa ada yang disebut sebagai wali songo. Di dalam Kitab Kanzul Hum karya Ibnu Bathutah terungkap bahwa para dai tersebut adalah utusan Sultan Muhammad I dari Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Rombongan I dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim pada tahun 1404 M. Bersama dengan beliau ada Syaikh Subaqir, Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) dan Syaikh Jumadil Kubro. Kedatangan para dai tersebut secara bergelombong dalam 5 rombongan berturut - turut. Termasuk pula Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) menjadi ketua rombongan dai menyusul rombongan Maulana Malik Ibrahim. Tak hanya di tanah jawa saja, jejak khilafah yang paling tidak bisa dilupakan adalah ketika khilafah 'Utsmaniyyah mengirimkan bala bantuan kepada Kesultanan Aceh saat melawan Portugis di Malaka.¹
Kedua, ekspedisi Khilafah ‘Utsmaniyah ke Aceh dimulai sekitar tahun 1565 M, ketika Khilafah Utsmaniyah membantu Kesultanan Aceh dalam pertempuran melawan Portugis di Malaka. Ekspedisi dilancarkan setelah dikirimnya duta oleh Sultan Alauddin al-Qahhar (1539–1571 M) kepada Sulaiman al-Qanuni pada tahun 1564 M, dan kemungkinan lebih awal, sekitar tahun 1562 M, saat meminta bantuan Khilafah ‘Utsmaniyyah untuk melawan Portugis.Hubungan Aceh dengan Khilafah ‘Utsmaniyyah secara tidak resmi sudah terbentuk sejak tahun 1530-an. Sultan Alauddin al-Qahhar berkeinginan mengembangkan hubungan tersebut untuk mengusir Portugis dari Malaka, dan memperluas wilayahnya di Sumatera. Menurut Fernão Mendes Pinto, Sultan Aceh merekrut 300 prajurit ‘Utsmaniyah, beberapa orang Abesinia [Habasyah] dan Gujarat, serta 200 saudagar Malabar untuk menaklukkan Tano Batak pada tahun 1539.²
Ketiga, Pulau Buton pun ikut menerima dampak Islamisasi di Nusantara saat para pedagang dari Jawa yang berlayar ke Maluku atau sebaliknya melintasi wilayah Kerajaan Buton
Di pulau Buton sendiri, ada berita yang menyebutkan bahwa Sayid Jalaluddin Al-Kubra sempat datang di pulau Buton sekitar tahun 1412 Masehi menerima undangan dari raja Muale Sangia i-Gola dan setelah itu baginda raja pun memeluk agama Islam.
Seratus tahun berselang, datanglah Syaikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman yang disebutkan berasal dari Patani (jika memang benar ini adalah wilayah di Thailand Selatan) yang bertetangga dengan Malaysia dan penduduknya sudah memeluk Islam.
Kedatangan Syaikh Abdul Wahid yang kedua kali bersama guru beliau yang dikenal sebagai Imam Fathani tersebut berhasil mengislamkan raja Buton ke-6 pada sekitar 1541 Masehi.
Pada masa kedatangan kedua ulama besar itu, di Kulisusu, sebuah daerah kekuasaan Kerajaan Buton, didapati semua penduduknya sudah beragama Islam. Setelah memeluk Islam, Raja Halu Oleo ditasbihkan sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, yang bergelar Sultan Murhum dan juga menggunakan gelar khusus sebagai Sultan Qaimuddin yang artinya sebagai Kuasa Pendiri Agama Islam. Dipercaya bahwa orang-orang Melayu dari berbagai daerah telah lama sampai di pulau Buton, karena meski bahasa yang digunakan dalam Kerajaan Buton adalah bahasa Wolio, namun pada waktu yang sama digunakan pula bahasa Melayu yang biasa dipakai di Malaka, Johor, dan Patani.
Hal terpenting dalam sistem pemerintahan di Kesultanan Buton adalah penerapan syariat Islam yang tidak saja diakui oleh Negara Kesultanan yang lain di Nusantara, namun juga di Kekhalifahan Kesultanan di dunia yang saat itu dipimpin oleh Khalifah Utsmania (Ottoman) dan Sultan Buton diberi gelar Khalifatul Khamis, sebuah gelar yang umum digunakan oleh para Sultan dalam Kekhalifahan Utsmania yang berpusat di Istambul.³
Fragmen demikian menandakan bahwa khilafah sangat memainkan peran dalam memperjuangkan Islam serta menyebarkan islam di seluruh nusantara. Dan hal ini menepis tudingan dari para penentang dakwah syari'ah dan khilafah yang selalu menggiring opini bahwa khilafah adalah sebuah ancaman ketika hendak diteggakan.
Jejak digital sejarah perjuangan para ulama yang menyebarluaskan Islam di nusantara menjadi bukti bahwa khilafah memainkan peran dalam penyebaran Islam di nusantara. Jejak khilafah inilah menjadi acuan bagi seluruh muslim di tanah air Indonesia begitu antusias ketika rekam jejak ini dimuat dalam sebuah film dokumenter. Meskipun beberapa kali menghadapi hambatan dari oknum-oknum yang men ncoba menghack pemutaran film tersebut namun tak menyurut semangat kaum muslim tanah air untuk menyaksikannya.
Dari sinilah kita bisa menilai bahwa umat saat ini benar-benar merindukan dan menginginkan agar khilafah sebagai satu-satunya institusi Islam agar segera diteggakan. Dengan semangat dakwah dan perjuangan umat saat ini semakin gencar dalam mendakwahkannya sebagai bentuk penolakkan atas sistem demokrasi-kapitalisme yang terbukti membawa kesengsaraan serta penderitaan bagi umat.
Karenanya khilafah adalah satu-satunya pelindung umat, yang menjaga agama, kehormatan, darah dan harta kaum muslim. Dengan ditenggakanya Khilafah akan menjaga kesatuan, persatuan dan keutuhan setiap jengkal wilayah seluruh kaum muslim. Dan ini wajib di dakwahkan dan diperjuangkan oleh seluruh kaum muslim. Sebab, eksistensi Islam tidak akan mampu berkuasa tanpa adanya khilafah. Dan kembalinya khilafah pun telah dijanjikan oleh Allah sebagai mana firmannya yang artinya:
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam); dan akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa" (TQS an-Nur [24]: 55).
Dan kembalinya khilafah pun telah dikabarkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana dituturkan oleh Hudzaifah bin al-Yaman, Rasulullah SAW bersabda:
ثُمَّ تَكُوْنُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ …
…Kemudian akan ada kembali Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwah (HR Ahmad).
Semoga janji Allah SWT serta bisyarah Rasulullah SAW atas kembalinya khilafah akan segera terwujud sebagai benteng perlindungan umat atas kediktatoran rezim saat ini. Wallahu A'lam Bishshowab
Sumber:
¹.https://amp-timesindonesia-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/amp.timesindonesia.co.id/read/news/242733/mustahil-menghapus-jejak-khilafah-di-nusantara?
². https://mediaumat-news.cdn.ampproject.org/v/s/mediaumat.news/ekspedisi-khilafah-utsmani-ke-aceh/amp/?
³. https://umma.id/post/buton-warisan-islam-di-sulawesi-tenggara-1024627?lang=id