Stunting ‘Serang’ Anak, Buah Sistem Kapitalistik?

Oleh: Khaeril Aslamiah, S.Pd

Tubuh sehat adalah impian setiap orang, karena merupakan hal yang vital bagi kehidupan seseorang. Terlebih impian tersebut dari orang tua untuk anak-anak meraka. Kesehatan anak nomor satu. Begitulah kira-kira pemikiran setiap orang tua. Kesehatan menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi perkembangan anak.

Pemenuhan kebutuhan gizi sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Oleh sebab itu mewujudkan kesehatan anak menjadi hal yang sangat penting untuk dipenuhi, tidak hanya bagi orang tua tetapi kesehatan anak juga menjadi tanggung jawab negara. Karena anak sebagai aset bangsa, generasi penerus di masa yang akan datang.

Di masa pandemi Covid-19 saat ini mengharuskan negara menangani berbagai persoalan secara serius terlebih di bidang kesehatan. Sebab sebelum adanya pandemi pun terdapat  berbagai permasalahan menimpa negeri ini yang sama sekali belum terselesaikan, telah menambah masalah baru. Terlebih di masa pandemi yang telah berlangsung beberapa bulan ini, mengakibatkan semakin terpuruknya segala sendi kehidupan manusia. Salah satu dampaknya stunting yang mengintai kesehatan anak.

Dilansir dari mediakendari.com (12/08/2020) yang menyebutkan bahwa daerah sultra termasuk dalam daftar 10 provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Indonesia. Stunting sendiri adalah kondisi kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek. Menurut WHO, stunting adalah kondisi gagal tumbuh. Ini bisa dialami oleh anak-anak yang mendapatkan gizi buruk, terkena infeksi berulang, dan stimulasi psikososialnya tidak memadai. 

Tanggapan Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sultra atas data tersebut yaitu beliau mengatakan bahwa kurangnya pemahaman orang tua terhadap manfaat asupan gizi yang menjadi penyebab stunting menyerang anak-anak. Kesadaran orang tua yang rendah terhadap pentingnya asupan gizi saat hamil, dan dimasa perkembangan anak. 

Literasi dan Regulasi Bermasalah
Pada 2010 sebuah laporan UNESCO yang berjudul The Social and Economic Impact of Illiteracy menyatakan bahwa tingkat literasi rendah mengakibatkan kehilangan atau penurunan produktivitas dan tingginya beban biaya kesehatan dalam suatu negara. Minimnya regulasi dalam pemberian informasi dan edukasi dari pemerintah terhadap masyarakat terkait gizi menyebabkan timbulnya masalah tersebut.

Menurut Muktamar Umakaapa seorang peneliti di Merial Institute, pemerintah telah mengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, informasi krusial yang seperti ini tidak mengalir turun sampai ke seluruh masyarakat. Ada patahan dalam proses tersebut yang menyebabkan masih banyak masyarakat yang tidak paham dengan informasi gizi.

Di sektor inilah diperlukan tanggung jawab pemimpin dalam menlayani para orang tua agar mereka bisa memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka. Sehingga angka prevelensi stunting yang tinggi diharapkan dapat turun . Dimana prevalensi stunting Indonesia berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2019  mencapai 30,8 persen. Menurut standar WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 persen. Artinya, secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis (Beritasatu.com, 21/10/2019).

Dalam lingkup keluarga orang tua memang memiliki peran dan tanggung jawab untuk menjamin kesehatan anaknya. Alqur’an telah memberi tuntunan kepada orang tua, khususnya ibu, untuk memberikan asupan gizi yang sangat tinggi nilainya, yakni pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk anak yang baru lahir sampai berumur 2 tahun. Sedangkan seorang ayah dalam Islam diwajibkan agar mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Alqur’an surat Al Baqarah ayat 233 yang artinya "Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut......".  
Di era kapitalis sekuleris yang menghegemoni kaum wanita, memaksa wanita keluar rumah hingga keluar dari fitrahnya sebagai ibu, pengelola rumah tangga dan sekolah yang utama. 

Tidak heran untuk mewujudkan program ASI eksklusif saja susah, walaupun pemerintah sudah menggalakkan Ruang Ibu Menyusui di berbagai tempat publik termasuk tempat kerja. Jika sudah seperti itu, pemberian ASI susah, terlebih pemenuhan gizi bagi anak akan sulit dan para ibu akan cenderung mengabaikan hak anak. 

Sedangkan dari pihak para ayah, kesulitan mencari pekerjaan menjadi hambatan bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-harinya. Seharusnya pemimpin bisa membuka lapangan kerja yang banyak untuk memberikan kemudahan bagi para ayah agar memperoleh pekerjaan secara halal. 

Pada faktanya mendapatkan pekerjaan yang layak di sistem kapitalis saat ini ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, sangatlah sulit. Pengurusan administrasi yang berbelit menyebabkan banyak pengangguran. Sehingga kondisi perekonomian keluarga yang tergolong miskin semakin bertambah, yang juga menambah angka kurangnya pemenuhan asupan gizi anak dan keluarga. Bagaimana mungkin negara ini bisa maju jika generasinya mengalami kekurangan gizi?

Maka, selain ikut berpartisipasi mengurangi kasus stunting dan masalah gizi lainnya, penting untuk menggapai solusi dan perubahan yang mendasar dan sistemik. Bahwa, pengentasan masalah gizi ini, demi memenuhi kewajiban mengurus kebutuhan rakyat dalam rangka ketaatan kepada Allah. Bukan demi memiliki tenaga kerja yang sehat dan cerdas, agar berkontribusi terhadap perekonomian, seperti sistem kapitalis.

Islam Menjamin Kebutuhan Pokok Setiap Warga Negara 

Sebagai kebutuhan pokok, kesehatan menjadi tanggung jawab negara untuk setiap warganya. Islam selain sebagai sebuah agama yang mengatur aspek spiritual manusia, Islam juga sebagai sebuah ideologi yang memancarkan seperangkat aturan bermasyarakat dan bernegara.

Dalam Kitab Tarikhul Islam as-Siyasi (Sejarah Islam Politik) menjelaskan bukti Islam sebagai politik, dimana makna politik dalam Islam adalah ri'ayah as-su'unil ummah (melayani urusan umat). Sistem politik dalam pandangan Islam adalah pandangan yang berkaitan dengan bagaimana mengelola dan mengatur urusan masyarakat menggunakan hukum Islam. 

Negara bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya dalam hal memberi kesejahteraan terhadap rakyatnya dalam berbagai sektor. Mulai dari pemenuhan kebutuhan primer berupa sandang, pangan dan papan, hingga ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. Bersabda:

“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (THR Al- Bukhari).

Berdasarkan hadis tersebut dapat diketahui bahwa paradigma khalifah sebagai pemimpin negara Islam yaitu melayani dan bertanggung jawab agar kesejahteraan rakyatnya terwujud. Negara akan melakukan berbagai upaya untuk melayani kebutuhan vital rakyatnya.

Dalam sirah dikisahkan, bagaimana khalifah Umar bin Khattab setiap malam berpatroli di wilayah kekuasaannya, beliau tidak pernah tidur nyenyak karena khawatir masih terdapat rakyatnya yang lapar. Khalifah Umar sering melakukan sidak ke rumah-rumah penduduk untuk melihat bagaimana kondisi rakyatnya. Ketika ditemukan terdapat keluarga yang sedang memasak batu, maka khalifah Umar langsung bergegas memanggul sekarung gandum untuk keluarga tersebut. 

Perbuatan yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab tersebut tentu lahir dari sistem Islam yang meniscayakan hadirnya pemimpin bertanggung jawab. Serta keyakinan khalifah Umar yang begitu mendalam akan balasan segala perbuatan di Akhirat kelak.

Sungguh luar biasa fenomena yang mungkin jarang bahkan belum pernah dilakukan oleh pemimpin saat ini. Ketika malam datang mungkin mereka tidur nyenyak menikmati kemewahan. Seolah kondisi rakyat yang bergelimpangan dengan gizi buruk  menjadi hal yang wajar. Padahal itu semua akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah SWT.

Maka sangatlah penting ada sebuah perubahan hakiki melalui pengambilan aturan Islam secara menyeluruh tanpa pilah dan pilih. Sistem Islam inilah yang nantinya akan mewujudkan kesejahteraan sesuai fitrah manusia dan tentunya diberkahi oleh pencipta alam semesta. Oleh karena itu marilah kita memperjuangkan syariah Islam sebagai wujud ketundukan hamba kepada pencipta-Nya.
Wallahu a’lam bisshowwab
Previous Post Next Post