Seruan Khilafah Mendunia, Lonceng Kematian Kapitalisme Sekuler?

Oleh: Atik Nuryanti S.Pd
Praktisi Pendidikan 

Baru kemaren rasanya kaum muslimin  di seluruh dunia menyambut berita bahagia bahwa Hagia Sophia yang dulunya museum berubah fungsi menjadi masjid dan kini kaum Muslimin dihebohkan dengan seruan untuk membangkitkan kembali kekhilafahan Islam. Seruan ini muncul setelah Presiden Recep Tayyip Erdogan mengkonversi Hagia Sophia kembali menjadi masjid. 

Sebuah majalah Turki, Gercek Hayat terbitan tanggal 27 Juli, majalah yang dimiliki oleh kelompok media Yeni Safak yang pro-pemerintah, menampilkan bendera kekhalifahan warna merah dari Kekaisaran Ottoman di sampulnya dan bertanya dalam bahasa Turki, Arab, dan Inggris; "Berkumpul untuk kekhalifahan. Jika tidak sekarang kapan? Jika bukan Anda, siapa?". Gercek Hayat merupakan majalah yang berhaluan Islamis yang memiliki sekitar 10.000 pelanggan. Namun sampul itu memancing respons keras. (portalislam.id/07/08).

Partai berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)  yang memenangkan Recep Tayyip Erdogan sebagai Presiden, menolak seruan majalah pro-pemerintah untuk membangkitkan kembali kekhalifahan Islam.
Juru bicaranya, Omer Celik dalam sebuah cuitan di Twitter meyakinkan kaum skeptis bahwa Turki akan tetap menjadi republik sekuler setelah majalah Gercek Hayat menimbulkan kegemparan dengan menyerukan pembaruan kekhalifahan (beritakaltim.co/31/07)

Selain itu, Asosiasi Bar Ankara mengajukan pengaduan pidana terhadap Gerçek Hayat. Pengacara asosiasi menuntut agar kolumnis pro pemerintah Yeni Akit, Abdurrahman Dilipak, yang membagikan sampul majalah di media sosial, dan pemimpin redaksi Gerçek Hayat, Kemal Özer, menghadapi tuduhan yang diberikan.

Adapun tuduhan yang diberikan adalah, menghasut orang-orang untuk melakukan pemberontakan bersenjata melawan Republik Turki, menghasut masyarakat membentuk kebencian dan permusuhan dan menghasut orang untuk tidak mematuhi hukum (republika.co.id).

Sepertinya tuduhan yang di tujukan  pada Gercek Hayat begitu berlebihan dan penuh dengan ketakutan serta kekhawatiran adanya peluang besar bagi Turki untuk mengembalikan kejayaan Islam dalam naungan Khilafah. Terutama, negara-negara Eropa, Rusia, Amerika, juga dunia Islam, meradang tidak menyetujuinya bahkan terlihat penolakan mereka saat  Hagia Sophia beralih fungsi menjadi masjid.

Padahal dalam Sejarahnya, Daulah Islam yang menjadi cikal bakal Khilafah, didirikan tanpa pemberontakan, tanpa pertumpahan darah. Rasulullah SAW mampu mendirikan Daulah dan dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin dengan cara damai.

Mengapa harus dituduh mengangkat senjata? Sedangkan ajakannya bersifat seruan dan nasihat politik bahwa Khilafah dan kejayaan itu milik Kaum Muslimin. Kekhilafahan (Kepemimpinan Islam) dapat diraih dengan cara damai dalam bentuk perubahan total sistem.

Apalagi Eratnya kaitan sejarah Hagia Sophia dengan penaklukan Konstatinopel oleh Muhammad al-Fatih di bawah naungan Khilafah Turki Ustmaniyyah, menjadi suatu sejarah kegemilangan peradaban Islam, maka wajar Seruan mengembalikan kekhilafahan pun tak terbendung lagi. Mengingat Islam pernah berjaya di bawah naungannya.

Sementara sejak runtuhnya daulah Khilafah Turki Ustmaniyyah 1924 di tangan Mustafa Kemal Ataturk lalu diganti menjadi Republik hingga saat ini yang belum sampai satu abad berbagai kerusakan, penderitaan, serta ketidakadilan setiap saat dirasakan oleh kaum muslimin karena  sistem kapitalisme sekuler. Tak ada bandingannya dengan keadaan kaum muslimin ketika dibawah sistem Islam selama 1300 tahun. 

Bagi kaum sekuler dan liberal di Barat, peradaban kapitalisme termasuk sistem ekonominya dianggap sistem yang paling hebat. Namun semua itu hanya ilusi belaka. Kini Kapitalisme telah diambang kematiannya. Tanda-tanda kehancuran sistem ekonomi Kapitalisme sudah terlihat beberapa tahun terakhir. Krisis keuangan yang dialami oleh AS dan negara-negara Eropa terutama bagaimana menangani masalah ekonomi di masa pandemi, beberapa negara telah mengalami resesi dan terancam resesi  seakan mempertegas suara lonceng kematian Kapitalisme.
Krisis keuangan yang menimpa negara AS mengguncang perekonomian global dan imbasnya ikut dirasakan seluruh dunia, menunjukkan rapuhnya sistem ekonomi kapitalis yang dianut negara adidaya itu dan mayoritas negara di dunia.

Kapitalisme tegak atas dasar pemisahan agama dengan kehidupan (sekularisme). Mereka berpendapat bahwa manusia berhak membuat peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan, berakidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. yaitu pemisahan agama dari realitas kehidupan, dari sana wajar jika kemudian lahir ide pemisahan agama dari negara.

Banyak fakta berbicara bahwa negara yang menerapkan sistem sekuler ini telah menimbulkan dampak buruk, tidak hanya bagi negara tapi juga bagi rakyat. politik yang lepas dari nilai agama menghasilkan penguasa yang duduk di kekuasaan hanya sekadar mencari kekuasaan demi kepentingan pribadinya. Lihatlah bagaimana perilaku politik yang tak berdasarkan aturan agama ini berlangsung.  

Kita akan menemukan sikap para pejabat yang terus bersebarangan dengan aturan Islam ketika membuat berbagai kebijakan. Hasilnya  UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, UU Sumber Daya Air, RUU Permasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Minerba, RUU Omnibus law, RUU HIP, revisi UU Pemilu dan UU lainnya dibuat demi kepentingannya. Kebijakan seperti ini tidak berbeda jauh dengan negara lainnya. 

Islam politik memang musuh sekularisme. Karena, Islam politik mewajibkan penerapan Islam kaaffah pada seluruh dimensi kehidupan manusia, tidak hanya berhenti pada ranah personal dan ritual semata. Hal ini membawa ancaman bagi Barat yang mengharamkan peran agama dalam mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Juga manyulitkan keberlangsungan hegemoni mereka.

Demikianlah Sekularisme yang menjadikan umat Islam terlihat hina hingga akhirnya benar-benar jadi sasaran penghinaan.

Sekularisme juga yang mengakibatkan berkembangnya kebodohan dan pengabaian manusia atas agamanya, tidak tahu hak- hak Allah Swt dan hak-hak manusia lainnya. Ia juga yang telah menyingkirkan sebagian besar hukum syariat Islam.

Semestinya kaum muslimin menyadari bahwa Islam sebagai din sempurna adalah ideologi, dan sekularisme tidak akan bisa berkompromi dengan Islam.  cukuplah keimanan kita yang menghantarkan pada keyakinan bahwa Islamlah ideologi terbaik sebagai pedoman dalam mengatur hidup dalam institusi Khilafah. 

Dengan menerapkan syariat dalam naungan Khilafah, umat Islam menjadi mulia. Sebagaimana yang pernah dikatakan Umar bin Khaththab ra:
“Sesungguhnya kita dahulu adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah memuliakan kita dengan Islam. Bagaimanapun kita mencari kemuliaan selain dengan Islam, yang dengan itu Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakan kita.” (HR al-Hakim).
Allahu A’lam bi Ash Shawab
Previous Post Next Post