Oleh: Pitra Delvina, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan Kab. Bengkalis)
Di tengah banyaknya keluhan yang datang dari orang tua dan siswa terkait efektifitas pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang tidak terealisasi dengan baik di lapangan, akhirnya Mendikbud Nadiem Makarim memutuskan dibolehkannya sekolah tatap muka bagi wilayah yang berada di zona hijau dan kuning. Namun tetap harus memperhatikan keamanan dan protokol kesehatan. Kebijakan ini diambil sebagai langkah untuk mengatasi kendala teknis di lapangan yang menghambat tercapainya proses pembelajaran jarak jauh, seperti ketersediaan jaringan yang tidak memadai, susahnya orang tua mengakses internet, ketiadaan gadget, sampai kepada masalah susahnya membeli quota internet lantaran ekonomi orang tua siswa yang tidak mampu. Maka dari itu, Mendikbud mengeluarkan kebijakan dibolehkannya sekolah tatap muka sebagai solusi atas permasalahan ini.
Dilansir dari GridHITS.id - Kemendikbud Nadiem Makarim mengumumkan bahwa seluruh SMK dan Perguruan Tinggi di seluruh zona sudah boleh melakukan pembelajaran secara tatap muka. Namun tetap memperhatikan protokol kesehatan. Namun pembelajaran tatap muka hanya dikhususkan untuk pelajaran yang sifatnya praktik yang mengharuskan dilakukan di sekolah. Sedangkan mata pelajaran yang sifatnya teori harus tetap dilakukan dengan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), tuturnya dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual pada Jumat (7/8/2020).
Sedangkan untuk jenjang lain seperti SD, SMP, dan SMA yang berada di zona kuning dan zona hijau, pembelajaran tatap muka juga sudah bisa dilakukan dengan ketentuan maksimal peserta didik yang hadir hanya boleh 18 anak dengan sistem rotasi. Semua siswa wajib menggunakan masker, mencuci tangan, hand sanitizer, menjaga jarak 1,5 meter, dan tidak melakukan kontak. Bagi guru, siswa dan seluruh elemen sekolah lainnya yang memiliki gejala Covid-19 tidak diperkenankan ke sekolah. Di samping itu, sekolah juga harus mendapatkan persetujuan dari orang tua murid sebelum ditetapkannya pembelajaran tatap muka ini. Jika mayoritas orang tua murid sepakat dilakukan pembelajaran tatap muka, barulah kebijakan ini bisa direalisasikan dan tentu ini tetap harus dimonitoring oleh pemerintah daerah setempat.
Saat ini, sekolah tatap muka sudah menjadi tuntutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala belajar jarak jauh (BJJ) yang menjadi polemik di kalangan masyarakat. Namun, banyak pihak yang juga menyayangkan jika kebijakan ini diambil dan diterapkan, di saat kondisi masyarakat masih dihantui akan adanya wabah Covid-19 disekitar mereka.
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menilai bahwa keputusan dari Kemendikbud tersebut belum tepat waktunya, mengingat risiko untuk tertular masih ada, terlebih untuk zona kuning. Ia menegaskan, bukannya tidak percaya dengan protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah dan pihak sekolah. Namun, lebih melihat dari sudut pandang siswa, khususnya untuk sekolah dasar yang memiliki sifat masih kekanak-kanakkan. Ia juga mempertanyakan, siapa yang akan menjamin setiap siswa akan aman dari Covid-19, apalagi siswa yang masih dalam jenjang PAUD atau sekolah dasar. Jika diharapkan guru mengontrol siswa satu persatu, tetap tidak akan efektif di lapangan.
Sirait juga mempertanyakan sikap dan peran dari pemerintah yang terkesan memaksakan dan lebih memilih mempertaruhkan resiko. Menurutnya, seharusnya peran pemerintah di bidang pendidikan dalam kondisi saat ini adalah memikirkan bagaimana cara untuk memudahkan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran online yang tentunya memiliki resiko tertular yang terbilang lebih rendah ketimbang pembelajaran tatap muka di sekolah. Harusnya pemerintah memberikan bantuan-bantuan sarana pendukung pembelajaran jarak jauh bukan malah mengambil kebijakan dibolehkannya sekolah tatap muka.
Sebelum dikeluarkannya kebijakan boleh sekolah tatap muka bagi wilayah yang berada di zona hijau dan kuning, Nadiem juga pernah mengeluarkan kebijakan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) boleh dialihkan fungsinya untuk membiayai kuota internet bagi guru dan peserta didik selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, tetap tidak solutif bagi sebagian masyarakat, terkusus masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh dari akses jaringan internet.
Setelah itu, wacana Nadiem juga akan membuat kurikulum darurat untuk menanggapi situasi Covid-19 juga menuai kritik dari sebagian masyarakat. Lagi-lagi rakyat mempertanyakan efektifitas kebijakan ini. Sebab Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam mengatasi polemik akibat PJJ selalu berubah-ubah dan terkesan seperti objek uji joba. Bagaimana tidak, jika ditelisik lebih dalam mengenai efektifitas setiap kebijakan yang pernah dikeluarkan, yang selalu menuai kritik di tengah masyarakat, akan kita jumpai masalah baru yang bermunculan.
Sebagai contoh, dibolehkannya dana BOS digunakan untuk membiayai kuota guru dan murid, tapi akses internet yang susah di daerah pelosok tidak dicarikan solusinya. Setelah itu dikeluarkan juga kebijakan boleh sekolah tatap muka di daerah zona hijau dan kuning, justru lebih terkesan seperti kebijakan sporadis, hanya sekedar merespon dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan yang memadai agar resiko bahaya tertular wabah bisa diminimalisir di tengah masyarakat.
Semua fakta kebijakan di atas hanya menunjukkan kepada kita lemahnya pemerintah sekuler mengatasi masalah pendidikan akibat tersanderanya kebijakan dengan kepentingan ekonomi dan tidak adanya jaminan keamanan bagi rakyat dari wabah yang melanda.
Pendidikan yang merupakan kebutuhan semua rakyat yang seharusnya mendapat perhatian penuh oleh negara untuk diprioritaskan ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat, malah mendapatkan perhatian yang setengah hati dari pemerintah, bahkan terkesan kebijakan yang dikeluarkan hanya sekedar objek uji coba dan tidak serius. Bahkan, parahnya pendidikan rakyat malah dijadikan sebagai lahan bisnis yang menguntungkan bagi para kapitalis.
Tentu hal ini tidak akan pernah kita jumpai dalam sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah. Sistem Khilafah justru memposisikan negara sebagai penanggung jawab utama dalam menjamin terselenggaranya pendidikan. Karena di dalam Islam, pendidikan adalah hajah asasiyyah (kebutuhan dasar) yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat oleh negara. Baik saat pandemi ataupun tidak adanya pandemi.
Nabi saw bersabda, "Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya" (H.R. Al-Bukhari).
Khalifah akan memastikan secara langsung terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat dalam hal pendidikan baik dari segi sistemnya, sarana pendukungnya, pembiayaannya, bahkan gaji orang-orang yang mendidik masyarakat.
Sebagaimana yang telah dituturkan oleh Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Ihkam, bahwa kepala negara (Khalifah) wajib menyediakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat, baik memenuhi sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. Adapun terkait dengan pembiayaannya, maka diambil sepenuhnya dari dana Baitul Maal. Jika dijumpai kendala di lapangan yang membuat hak dasar rakyat ini tidak bisa diakses oleh sebagian rakyat, maka negara akan mencarikan solusinya segera, serta akan mengerahkan segenap daya dan upaya demi terwujudnya hak pendidikan bagi semua rakyat.
Di samping itu, Negara Khilafah juga akan memastikan akses pendidikan dan sarana pendukungnya merata dinikmati oleh semua rakyat. Khilafah dengan sistem kepemimpinannya yang terpusat akan menjamin seluruh kebutuhan pendidikan rakyat tanpa pandang bulu. Semua rakyat sama di mata Khalifah, baik muslim ataupun non muslim, baik yang hidup di kota ataupun yang hidup di desa, semua mereka akan dipandang sebagai rakyatnya daulah Islam yang berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan gratis dari negara. Semua itu sudah menjadi tanggung jawab dari Khalifah sebagai pemimpin yang bertugas mengurusi urusan rakyat yang menjadi amanat dari kepemimpinan yang telah diambilnya dari proses pengangkatannya oleh seluruh kaum muslimin. Di samping amanat kepemimpinan yang dipegangnya juga akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di akhirat kelak. [Allahu a'lam bish showwab].