Oleh : Titi Ika Rahayu,A.Ma.Pust.
Indonesia saat ini berada dalam ancaman resesi di tengah pandemi virus corona yang terjadi.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II tahun 2020 minus 5,32 persen. Sejumlah pakar mengatakan, jika di kuartal selanjutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada angka minus, Indonesia akan masuk ke jurang resesi.
Secara teoritis, suatu negara dikatakan resesi setelah pertumbuhan ekonomi yang minus selama dua kuartal berturut-turut. Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, dalam kondisi resesi, hampir seluruh bisnis mengalami penurunan. (kompas.com 09/08/2020).
Dampak resesi yang sangat dirasakan adalah menurunnya jumlah lapangan pekerjaan, produksi perusahaan-perusahaan semakin sedikit, jumlah pengangguran meningkat, penjualan ritel turun, kontraksi terhadap pendapatan usaha, Meningkatnya angka kemiskinan dan kelaparan.
Dalam kondisi demikian, para ahli mendorong masyarakat mengantisipasi dengan gaya hidup hemat dan menyiapkan alternatif pekerjaan. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan masyarakat harus berhemat mulai dari sekarang untuk menyiapkan dana darurat selama resesi. Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah. Menurutnya, di saat seperti ini masyarakat jangan boros dan harus mempersiapkan kondisi terburuk untuk mencukupi keuangan (finance.detik.com). Betulkah demikian?
Pada dasarnya, permasalahan resesi ekonomi tidak cukup dihadapi hanya dengan mengantisipasi, lebih-lebih sebatas berhemat, tapi perlu solusi tuntas atasi resesi. Bukankah berulangnya resesi ekonomi terjadi akibat berlakunya ekonomi kapitalisme?.Krisis yang berulang, bahkan sampai resesi dan depresi merupakan tabiat kapitalisme. Hal ini karena fondasi ekonominya yang rapuh. Sebab, fondasi sistem ekonomi kapitalisme memang dibangun dari struktur ekonomi yang semu, yakni ekonomi sektor nonriil. Bukan ekonomi yang sesungguhnya, yaitu ekonomi sektor riil.
Sistem ekonomi seperti ini, hanya dengan isu kecil saja, balon ekonomi ini bisa meledak sewaktu-waktu. Apalagi jika dilanda isu besar seperti wabah virus corona seperti saat ini. Oleh karenanya, untuk menghadapi masalah resesi, masyarakat mesti menyadari, bahwa kita perlu beralih kepada sistem ekonomi yang stabil dan tidak rentan resesi.
Apa yang harus dilakukan saat resesi terjadi? Hal ini bisa dilakukan dalam 3 aspek. Pertama, tata ulang sistem kenegaraan. Ketika suatu negara tidak tepat mengurai masalah, hal itu akan berefek pada kebijakan selanjutnya. Saat virus corona melanda suatu wilayah, maka yang harus dilakukan adalah karantina wilayah. Tujuannya, agar virus itu tidak menyebar dan menulari wilayah lain. Sayangnya,negara-negara di dunia tidak melakukan itu. Saat virus melanda, akses keluar masuk wilayah yang terinfeksi virus masih terbuka lebar. Alhasil, covid-19 dengan cepat menyebar hingga ke lebih dari 200 negara.
Akibat kesalahan ini, pandemi memukul perekonomian secara global. Resesi menghantui, ekonomi negara mandek berbulan-bulan. Lalu harus bagaimana? Kalau kapitalisme sudah banyak cacat disana sini, lalu harus merujuk pada apa? Sejarah mencatat, sistem ekonomi Islam terbukti antikrisis. Bertopang pada sektor riil, penggunaan mata uang berbasis emas dan perak (dinar-dirham), sistem ekonomi non riba, tata kelola aset kepemilikan yang antiserakah, menjadikannya layak dijadikan solusi alternatif. Adapun pajak dalam Islam hanya dilakukan ketika negara mengalami kondisi tertentu dan bersifat sementara. Tidak dijadikan sumber pendapatan negara.
Kedua, memperbaiki pola kehidupan masyarakat. Masyarakat yang terbina dengan Islam tidak akan menimbun harta untuk kepentingan pribadi. Hartanya yang banyak akan digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Tidak seperti kehidupan masyarakat kapitalis yang hedonis, individualis, serakah, dan curang. Dalam Islam ada dorongan ruhiyah dalam melakukan transaksi ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dijalankan, selain untuk mendapat keuntungan, mereka juga memperhatikan keberkahan dalam berbisnis.
Ketiga, mengelola ketahanan keluarga saat krisis. Mengutip dari apa yang disampaikan pengamat ekonomi, Nida Sa’adah, ada beberapa hal yang bisa dilakukan keluarga dalam memanajemen keuangan di masa krisis. Pertama, mencontoh gaya hidup Rasulullah Saw, yaitu bergaya hidup sederhana; Mengedepankan needs (kebutuhan), bukan wants (keinginan); Mengedepankan halal-haram, mengabaikan pandangan manusia adalah kunci keberhasilan untuk meraih itu. Kedua, mengatur pengeluaran berdasarkan pemasukan. Ketiga, tetap menginfakkan harta, baik saat lapang ataupun sempit.
Menghadapi resesi, perlu sikap bijak memandang situasi dan kondisi. Bijak melihat akar persoalan dan memberi solusi yang tepat untuk membangkitkan kembali perekonomian negara. Sistem Islam sebagai upaya alternatif untuk mengatasi problematika yang melanda dunia dan Indonesia khususnya. Wallahu a’lam bisshawab.