Oleh: Shinta Dewi
Ibu Rumah Tangga
Belum redanya pandemi saat ini, sedikit banyak menyisakan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Bukan tanpa alasan kasus positif Covid-19 terus bertambah setiap harinya. Entah sampai kapan masyarakat mesti menunggu agar keadaan kembali normal. Korban masih terus bermunculan. Di awal Agustus, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Grace Mediana menuturkan, sejauh ini pihaknya mendata sebanyak 23 ASN Kabupaten Bandung positif Covid-19. Sebagian besarnya merupakan tenaga medis yang bekerja di bawah dinas kesehatan (Ayo Bandung.Com Jum'at 7/8/2020).
Sebagai tenaga medis sudah barang tentu berisiko terpapar virus paling tinggi karena mereka berhadapan langsung dengan pasien. Kurangnya ketersediaan alat perlindungan diri (APD), menurunnya daya tahan tubuh karena kecapaian, terlebih dengan jumlah pasien yang terus bertambah menjadi rentan mudahnya mereka terinfeksi.
New normal, kebijakan yang digulirkan pemerintah, diakui ataupun tidak kenyataannya telah menambah klaster baru sehingga jumlah korban tidak bisa ditekan. Maka wajar tenaga medis menyerukan agar masyarakat disiplin untuk tetap tinggal di rumah. Karena imbasnya merekalah yang mesti menangani.
Walaupun seruan dan peringatan untuk menerapkan protokol kesehatan ketika ke luar rumah terus disosialisasikan, tidak sedikit pelanggaran masih terus berlangsung. Lebih miris malah ada pejabat yang joget-joget di hajatan tidak memakai masker.
Inilah akibat lock down tidak segera, tapi terburu-buru memberlakukan new normal, ditambah lagi minimnya fasilitas dan penunjang kesehatan. Hal yang wajar ketika ekonomi lebih diperhatikan daripada kesehatan masyarakat. Walaupun berdalih kedua-duanya diperhatikan, tapi mesti ada yang dikorbankan. Pertanyaannya kenapa yang dikorbankan mesti rakyat? Tidak bisakah pemerintah yang berkorban demi rakyat sebagaimana jargon-jargon ketika kampanye? Biarkan tetap tinggal di rumah untuk sementara waktu sebagaimana harapan para tenaga medis, sedangkan kebutuhan asasinya pun sementara waktu pemerintah yang memenuhi.
Berharap belas kasihan pada penguasa yang menerapkan kapitalisme-sekular adalah harapan kosong yang tidak perlu ditunggu. Kapitalisme meniscayakan perhatian utama pada pemilik kapital atau modal besar bukan masyarakat kecil. Sebelum pandemi apalagi pandemi hidup mereka sudah susah. Sekularisme menjadikan pengaturan sumber daya alam yang sejatinya adalah milik rakyat, dikelola jauh dari syariat. Sumber daya alam melimpah, tidak berbanding lurus dengan kemampuan pemerintah mengurusi rakyatnya di berbagai aspek kehidupan, baik kebutuhan asasinya, kesehatan dan yang lainnya. Berbeda halnya dengan sistem khilafah.
Dalam sistem Islam kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Swt. Maka seorang pemimpin harus benar-benar berupaya sekuat tenaga mencurahkan segala potensi yang ada. Nyawa manusia harus diutamakan melebihi ekonomi, pariwisata, atau pun lainya. Pemimpin harus cepat melakukan tes dan tracing kepada masyarakat hal ini sangat penting untuk memisahkan dan segara diisolasi dan diobati jika terbukti positif. Daerah yang diisolasi ini akan efektif jika diputuskan dan dijalankan oleh negara, agar wabah tidak menyebar ke tempat lain. Hal ini telah disampaikan oleh Rasulullah saw: " Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian mendekati wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal janganlah kalian meninggalkan tempat itu " (HR. al-Bukhari).
Selama proses karantina ini negara harus menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat yang diisolasi. Dari mana biayanya? negara yang menerapkan sistem Islam diantaranya akan mengelola sumber daya alamnya sesuai syariat, tidak akan diserahkan pengelolaannya pada swasta baik lokal terlebih asing. Sehingga negara memiliki harta yang cukup untuk mengurusi rakyatnya. Belum lagi pemasukan lain seperti jizyah, kharaj, fa'i, zakat dan yang lainnya. Maka wajar jangankan untuk kebutuhan asasi , pendidikan, kesehatan, keamanan berlaku gratis bagi seluruh rakyatnya baik bagi kaum Muslimin maupun kafir dzimmi. Hal ini telah terlaksana sepanjang sejarah kekhilafahan Islam.
Begitulah solusi Islam terhadap penanganan wabah, dan hanya bisa terwujud jika aturan Islam diterapkan dalam sebuah negara yaitu Khilafah Islam.
Wallahu a'lam bi ash shawwab