Oleh: Mahrita Julia Hapsari
(Komunitas Muslimah untuk Peradaban)
Pandemi Covid-19 di Indonesia seakan tak ada ujung pangkalnya. Jika negara lain sedang memasuki gelombang kedua, di Indonesia masih tak nampak kurva melandai sejak awal. Selalu meningkat tanpa ada penurunan kasus.
Di tengah fakta tersebut, Eric Thohir justru mengklaim Indonesia membuat negara lain kaget. Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang sekaligus Menteri BUMN itu menyatakan bahwa Indonesia telah berhasil melakukan uji vaksin perdana pada Rabu, 11 Agustus 2020 (okezone.com, 13/08/2020).
Vaksin yang diberi nama CoronaVac ini merupakan kerjasama antara Sinovac dan Bio Farma. Sinovac adalah perusahaan farmasi China yang memproduksi vaksin. Sedangkan Bio Farma merupakan perusahaan farmasi pelat merah RI. Vaksin ini telah memasuki uji klinis tahap ketiga dengan mengujikannya pada 1.620 relawan di Indonesia.
China memprioritaskan Indonesia jika virus ini berhasil. Dan rencananya Januari 2021 vaksin ini akan dsuntikkan secara massal.
Indonesia mengembangkan dua skema, longterm dan shortterm. Longterm untuk dalam negeri dengan membeli bibit vaksin dan dikembangkan secara mandiri oleh PT. Bio Farma dan lembaga Eijkman. Sementara shortterm, Indonesia menjalin kerjasama dengan dunia internasional. Yaitu menerima vaksin yang telah uji klinis tahap 1 dan 2, sedangkan uji tahap 3 nya di Indonesia.
Kolaborasi internasional sendiri, progres pengembangan vaksinnya sebagian sudah mulai berjalan. Kolaborasi ini dilakukan oleh 4 badan di antaranya PT Bio Farma dengan Sinovac, PT BCHT dengan China National Biotech Group Company Limited, PT Kalbe Farma dengan Genexine, dan PT Bio Farma dengan CEPI (detik.com, 23/07/2020).
Terlihat jelas yang melakukan kerjasama kolaborasi internasional adalah antar badan usaha, bukan antar pemerintah. Istilahnya B2B, business to business. Jelas mindsetnya untuk mencari untung, karena yang menggawangi adalah suatu badan usaha.
Dalih untuk kesehatan masyarakat memang manis. Alasan untuk alih teknologi demi kemandirian bangsa juga so sweet. Namun tak dapat dipungkiri, sistem kapitalisme ini keniscayaan negara berlepas tangan dari mengurusi rakyatnya. Urusan rakyat diserahkan pada pihak ketiga, dalam hal ini BUMN.
Listrik mahal, kesehatan mahal, transportasi tak memadai, pendidikan gratis sampai SMA tapi hanya sekolah negeri. Yang kata Mas Menteri, sekolah negeri untuk orang miskin saja. Jangan tanya kualitas pelayanan publik ini. Listrik mahal tapi byar pet, khususnya di Kalimantan. Kesehatan mahal dengan iuran BPJS nya, itupun dengan pelayanan yang minimalis.
Lalu, apa yang dilakukan oleh negara? Hanya menjadi mediator, kasarnya calo, yang menghubungkan antar pebisnis. Kemudian mengeluarkan regulasi untuk para kapital agar nyaman bermain di pasar ekonomi. Sambil menetapkan pajak bagi pemain. Persis sama dengan preman pasar.
Rencananya bulan Januari 2021, vaksin akan disuntikkan secara massal. Entah digratiskan atau bagaimana skenarionya. Chairman Sinopharm, Liu Jengzhen mengatakan biaya untuk vaksin Covid-19 tidak lebih dari 1.000 yuan atau setara US$144,27 (Rp 2,1 juta) untuk dua kali suntikan (cnbcindonesia.com, 18/08/2020).
Masih dari laman cnbcindonesia.com, salah satu perusahaan obat dunia Moderna Inc yang bekerja sama dengan pemerintah mengatakan biaya untuk satu dosis vaksin antara US$32 hingga hingga US$37. Jika konversi 1 US$ sama dengan Rp15.000,00, maka harga satu dosis vaksin antara Rp480.000,00 hingga Rp555.000,00.
Tentu bukan harga yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang manusiawi takkan kita dapatkan di sistem yang berhitung untung rugi dengan rakyatnya. Prinsip dagang yang dimiliki penguasa, memberikan untung pada penguasa dan kapital, namun rugi bagi rakyat.
Satu-satunya sistem kesehatan yang mumpuni juga manusiawi hanyalah sistem Islam. Ditopang oleh sistem ekonomi dan politik Islam, maka segala penyelenggaraan pelayanan kesehatan akan terpenuhi dengan profesional dan memuaskan.
Hadits Rasulullah Saw. bahwa setiap pemimpin adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya. Pertanggungjawaban itu tak hanya sampai di dunia, namun hingga ke akhirat. Inilah landasan keimanan bagi penguasa negara Islam dalam menyediakan sistem kesehatan yang manusiawi, cepat, gratis, profesional dan menentramkan.
Sistem ekonomi memastikan kepemilikan umum dikelola oleh negara. Dan kembali kepada umat dalam bentuk fasilitas pelayanan publik termasuk kesehatan secara gratis.
Wajar jika pada masanya, Daulah Khilafah sangat maju dalam riset dan pengobatan. Demi terjaminnya pelayanan kesehatan yang profesional. Buku-buku kedokteran banyak merujuk pada buku ilmuwan muslim. Bahkan penemu metode vaksin pertama di dunia adalah ilmuwan Islam, namanya Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi. Dunia Barat menyebut beliau dengan Rhazes.
Negara khilafah akan menukbuhkan semangat rakyatnya untuk meningkatkan kapasitas diri. Diantaranya dengan memberikan kontribusi positif bagi umat. Baik sebagai insan kesehatan maupun sebagai masyarakat umum. Menampilkan wajah pelayanan sistem kesehatan Islam yang merawat dan melindungi manusia. Wallahu a'lam []