Oleh : Fatmawati Thamrin
(pemerhati masalah social)*
Krisis pangan sebetulnya telah menjadi isu global sejak 2007 (versi FAO sebagai organisasi pangan dunia) yang dipicu turunnya tingkat produksi pangan dunia, pasca konversi besar-besaran lahan pertanian pangan ke pertanian sumber energi hijau, yang berdampak meningkatnya harga pangan di pasar dunia.
Krisis energi global yang terus terjadi ini memicu persaingan antara produksi pertanian untuk pangan dan produksi pertanian untuk energi hijau. Saat itu, Indonesia sendiri beberapa kali masuk daftar negara yang mengalami krisis pangan bersama beberapa negara di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Padahal pangan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisis tubuh agar dapat mengerjakan aktifitas sehari-hari
Keadaan indonesia saat ini masi dalam pandemi, covid masi meningkat tajam di beberpa daerah. Namun secara nasional rakyat masi di hantui ketidak tenangan. Ini berimbas pada banyak yang di PHK bahkan krisis pangan. sampai ada yang kelaparan karena tidak mampu membeli makanan pokoknya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju akan ancaman krisis pangan dunia di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) seperti yang diprediksi oleh Food and Agriculture Organization (FAO). (Detik.com 05 Jul 2020)
Peringatan itu pun langsung direspons para menteri, mulai dari Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Menteri PUPR Basuki Hadi Muljono, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dengan merencanakan pembangunan lumbung pangan nasional (food estate) pertama yang berlokasi di Kalimantan Tengah.
Program food estate adalah konsep mewujudkan ketahanan pangan melalui integrasi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Program tersebut akan menjadi salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024. (medcom.id 19 Juli 2020)
*Lumbung pangan nasional (food estate) menuai kritik*
Namun, wacana lumbung pangan itu menuai kritik. Jokowi diminta melihat kembali rencana pembangunan lumbung pangan di pemerintahan periode-periode sebelumnya.
Menurut pengamat pertanian sekaligus Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas, rencana ini sudah pernah diinisiasikan mulai dari pemerintahan Presiden ke-2 RI, Soeharto, lalu juga di periode pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Jokowi sendiri pun sudah pernah mewacanakan pembangunan lumbung padi (rice estate) di Merauke yang hingga kini tak terealisasi. Dengan pengalaman tersebut, ia mengatakan proyek lumbung pangan selalu berujung pada kegagalan.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar juga mengatakan hal serupa. Bahkan, menurutnya wacana pembangunan lumbung pangan di Kalteng ini hanya menghabiskan waktu dan anggaran yang besar.
Tak jauh berbeda, pengamat pertanian dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah juga meminta pemerintah mempertimbangkan wacana pembangunan lumbung pangan di Kalteng tersebut.
Membangun lumbung pangan di lahan jenis rawa di Kalteng tidaklah mudah apalagi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pemerintah lebih mendorong program peningkatan kesejahteraan petani, dibandingkan mengeluarkan anggaran yang besar untuk membangun lumbung pangan.
*Kapitalis membuat LPN berbalut kepentingan*
Alasan krisis pangan global yang mengancam negeri hendaknya mendorong pemerintah serius dan lepas dari kepentingan politik dalam merealisir program Lumbung Pangan Nasional.
Sistem kapitalis mejadikan kepentingan politik mempengaruhi keputusan dan ketetapan pemerintah. Lumbung pangan yang harusnya juga juga menjadi prioritas utama diawal pembangunan untuk mengamankan rakyat dalam negri, menjadi berantakan kerena permainan kepentingan.
Keran pasar bebas yang dibuka membuat petani, peternak, dan yang berladang mengalami kemerosotan. Dukungan negara tidak seimbang untuk petani pangan, yang berimbas krisis pangan. Sungguh berbeda jika LPN di atur dalam sistem islam, sudah nampak jelas sistem kapitalis ini ketidak mampuannya dalam menyejahterakan rakyatnya.
*Sitem islam mampu menangani Lumbung pangan*
Di dalam sistem Islam (Khilafah), pengaturan produksi dan distribusi mutlak di tangan Khalifah (pemimpin) sebab negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat, yaitu sebagai raa’in (pelayan/ pengurus) dan junnah (pelindung). Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Negara memang wajib memenuhi kebutuhan rakyatnya. Ia harus melakukan berbagai inisiatif dan alternatif agar kebutuhan rakyat tercukupi. Tak terkecuali kebutuhan akan bahan pokok seperti pangan.
Negara wajib mengerahkan seluruh perhatian untuk memastikan stock pangan tersedia dan bisa dijangkau seluruh individu rakyat, dengan mekanisme pasar maupun subsidi.
Dalam proses ini disiapkan pengawas pasar agar tidak ada pedagang atau pemasok yang berbuat nakal alias berani menimbun barang, menaikkan harga, hingga mencekik ataupun berlaku curang dalam timbangan.
Dengan mekanisme subsidi, negara akan memberikan bantuan pada daerah yang kekurangan pangan dari daerah surplus. Sehingga, tidak ada lagi daerah yang mengalami kelaparan atau kemelaratan.
Negara juga wajib mewujudkan swasembada agar tidak ada ketergantungan pada asing yg berisiko penjajahan ekonomi dan politik seperti saat ini.
Kerjasama pemerintah dengan merincikan dan menyiapakan semua yang dibutuhkan petani, bahkan dengan memanfaatkan teknologi mutakhir. Sehingga petani bisa berkonsentrasi dan tidak berfikir keras dengan biaya oprasionalnya.
Sektor pertanian erat kaitannya dengan sektor-sektor yang lain seperti ekonomi, industri, perdagangan, jasa, dan juga tidak terlepas dari sektor pertanahan. Strategi politik pertanian dan industri yang ditawarkan Islam ini, selain sangat berpihak kepada masyarakat secara umum yang mampu menyejahterakan, juga menjadikan negara bisa terlepas dari cengkeraman dan penguasaan asing.
Hasil yang optimal hanya akan di dapatkan dengan menjadikan sistem islam sebagai dasar negara. Hanya dengan sitem islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah, negara akan bisa tegak mandiri dan berdaulat serta mampu melawan dominasi negara-negara kapitalis (termasuk dalam bidang pangan dan pertanian) sebagaimana selama ini terjadi.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.