POLITIK HIJRAH RASULULLAH SAW

OLEH : HJ.PADLIYATI SIREGAR,ST

Dalam Islam, Muharam adalah bulan pertama di kalender Hijriah. Ia merupakan bulan bersejarah yang memiliki banyak keistimewaan bagi umat Islam.
Banyak alasan mengapa permulaan kalender Hijrah dimulai dari momen hijrah.  Salah satunya, berkat hijrahlah Islam dapat tersebar luas ke seluruh dunia, memberikan pembebasan dan kemerdekaan hakiki bagi umat manusia.

Peristiwa ini juga menjadi momentum bersejarah dan sangat penting dalam perjalanan sejarah Islam dan kaum Muslimin selanjutnya. Karena hijrahnya Rasul menjadi tonggak awal tegaknya pemerintahan Islam.


Makna Hijrah
Hijrah, dalam kamus Al-Munawir Arab Indonesia, berarti pindah ke negeri lain, hijrah dan migrasi. Kata ini berasal dari kata dasar hajara-yahjuru yang berarti memutuskan dan meninggalkan.

Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam bentuk nominal hijrah diartikan dengan perpindahan Nabi Muhammad SAW bersama sebagian pengikutnya dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dari tekanan kaum kafir Quraisy, Makkah. Dan dalam bentuk verbal, berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dan sebagainya).

Hijrah adalah istilah yang sudah lama berkembang dalam kepustakaan Islam. Hal ini disebabkan karena sebutan hijrah itu mempunyai makna tersendiri lebih dari sekedar harfiyahnya. Hijrah membawa akibat yang sangat jauh dalam pemantapan ajaran Islam dilihat dari segi sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.

Hijrah dapat diartikan sebagai perpindahan dari satu kondisi ke kondisi yang lebih baik. Sebagaimana masyarakat jahiliyah yang berhasil bangkit pemikirannya dengan Islam ketika Islam diterapkan dalam kehidupan. Bahkan, negara kaum Muslimin pernah menjadi negara adidaya.

Berbanding terbalik sekarang kaum muslimin  dalam kondisi yang sangat terpuruk. Seolah hidup dalam era jahiliyah modern. Penyebab kemunduran umat tidak lain karena meninggalkan agamanya. 


Sejarah Penetapan Kalender Hijriah

Kalender hijriah sebenarnya baru resmi digunakan oleh umat Islam pada masa setelah Rasulullah SAW wafat. Dalam makalah "Meninjau Ulang Muharram Sebagai Tahun Baru Islam" yang terbit di laman academia.edu, Muhammad Anis Mulachela menjelaskan, penggunaan kalender hijriah baru resmi ditetapkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab.

Semula, Umar bin Khattab menerima surat dari sahabat Nabi Muhammad SAW bernama Abu Musa Al-Asy'ari yang tanpa disertai titi mangsa dan hari pengirimannya. Umar kemudian menyadari ada kesulitan pada saat melakukan pengarsipan dan seleksi urutan surat.

Selain menjadi awal untuk setiap tahun baru di kalender hijriah, banyak kejadian penting terjadi pada bulan Muharram. Berbagai peristiwa bersejarah pada Muharam menggenapi keistimewaan bulan ini.

Salah satunya, pada Muharam inilah mula-mula Nabi Muhammad SAW berniat dan bermaksud untuk melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah. Tonggak hijrah tersebut yang menjadi awal berdirinya masyarakat Islam yang mandiri dan berdaulat di kota Madinah.

Oleh karena itu, Umar lalu memerintahkan pelaksanaan musyawarah yang melibatkan para ahli dan sahabat Nabi SAW, untuk menyusun penanggalan yang khusus berlaku dalam Islam.

Di musyawarah itu, ada yang mengusulkan kepada Umar untuk menjadikan peristiwa bi’tsah Nabi Muhammad SAW sebagai awal penanggalan. Sementara di riwayat lain Umar disebut sebagai orang yang mengusulkan agar kalender Islam mengacu pada waktu kelahiran atau pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasulullah.  

Namun, Ali bin Abi Thalib tidak menyetujui usul tersebut. Ali kemudian mengusulkan awal kalender dalam Islam dimulai dari tahun terjadinya hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.

Usul ini ternyata diterima peserta musyawarah dan Umar lalu menetapkan penggunaan kalender resmi milik umat Islam pada tanggal 8 Rabi’ul Awal tahun 17 H. Nama kalender milik umat Islam ini adalah Hijriah karena menjadikan peristiwa hijrah Nabi SAW sebagai permulaan penanggalan.

Dimensi Politik Hijrahnya Rasulullah

Peristiwa hijrah Nabi SAW dan para sahabat dari Makkah ke Madinah, khususnya, bukan untuk melarikan diri, dan menyelamatkan agamanya, sebagaimana yang dilakukan saat hijrah pertama, ke Abesinea. Tetapi, hijrah Nabi SAW dan para sahabat ke Madinah bertujuan untuk menerapkan Islam, yang selama 13 tahun di Makkah, belum mampu diterapkan secara menyeluruh [kaffah]. Karena dengan tegas Allah menitahkan,,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah Islam secara kaffah, dan janganlah kalian mengikuti langkah syaitan.” [TQS al-Baqarah: 208]

Karena itu, begitu Baiat ‘Aqabah II berhasil diwujudkan oleh Nabi, dan seluruh rombongan yang menunaikan ibadah haji di Makkah, sekaligus membaiat Nabi SAW kembali di Madinah, bagi kaum Kafir Quraisy, musyrik dan munafik di Madinah, semuanya seolah tampak normal, dan seperti tidak terjadi apa-apa. Meski mereka sudah mulai curiga. Karena, apa yang mereka takutkan, yaitu Islam mendapatkan kekuasaan, benar-benar menjadi kenyataan. Namun, lambat atau cepat, semuanya itu akan terbongkar. Berbagai upaya untuk menghentikan pun terus menerus dilakukan, sehingga negara Islam yang pertama itu tidak akan pernah berdiri.

Tapi, semua strategi telah dipersiapkan dan dihitung dengan matang oleh Nabi SAW. Kaum Muslim pun mulai hijrah ke Madinah. Namun, tidak seperti ketika mereka hijrah ke Abesinea, saat itu mereka tahu persis apa yang mereka tuju. Kaum musyrik pun mulai berusaha menghalangi kaum Muslim meninggalkan Makkah, karena apa yang mereka khawatirkan, yaitu berdirinya negara Islam pertama di Madinah itu menjadi kenyataan. 

Selain itu banyak Nash-nash yang shahîh memperkuat  pilihan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Madinah sebagai negeri hijrah kaum muslimin, merupakan pilihan yang berdasarkan wahyu ilahi. Sebagaimana hal ini tertera dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْلٌ فَذَهَبَ وَهَلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ 

Aku pernah mimpi berhijrah (pindah) dari Makkah menuju suatu tempat yang ada pohon kurmanya. Lalu aku mengira daerah itu ialah Yamamah atau Hajr (Ahsâ`), (namun) ternyata daerah itu adalah Yatsrib.[

Juga hadits: 
إِنِّي أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ رَأَيْتُ ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ


Aku diperlihatkan negeri hijrah kalian, yaitu satu negeri yang memiliki pohon kurma di antara dua harrah. 

Mendengar penuturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, maka kaum muslimin pun kemudian bergegas melakukan hijrah ke Madinah. Begitu juga sebagian kaum muslimin yang sedang berada di Habsyah, mereka segera berangkat menuju Madinah


Sudah seharusnya Momentum tahun baru Hijriyah ini selayaknya dapat mengingatkan kita, betapa sesungguhnya Nabi SAW dengan hijrahnya telah berhasil membangun sebuah peradaban baru. 
Islam yang kedatangannya membawa misi memerdekakan manusia dari penghambaan kepada sesama mahluk/manusia, menghapuskan kezaliman dan membawa manusia dari kesempitan dunia menuju kelapangannya. Tak ada yang bisa seperti itu melainkan hanya Islam. []
Previous Post Next Post