Oleh : Nur Haya S.S
(pemerhati masalah social)
Pandemi yang belum usai di negeri maritim ini namun makin ganas menelan manusia, nampaknya tak menyurutkan niat pemerintah dalam menyelenggarakan pilkada tahun 2020 disetiap wilayah. Padahal tanggung jawab penguasa dikala wabah bukankah harusnya melakukan pemulihan covid-19 agar nyawa rakyat dan negara selamat serta upaya menemukan solusi shahih dalam menuntaskan pandemi hingga benar-benar sirna dari negeri ini.
Tapi justru penguasa malah menyibukan dengan huru-hara pilkada yang notabene hal ini bisa ditunda. Baginya nilai kekuasaan jauh lebih bernilai dari nyawa rakyat, melanggengkan kekuasaan walau nyawa rakyat melayang adalah potret nyata mereka.
Jika menatap fokus ajang pilkada tahun 2020, semua terpapar didepan mata bahwa ada upaya pembangunan politik dinasti baik dari pemimpin pusat ataupun daerah. Dilansir dari Kompas.com (sabtu,18/07/20) Pengamat Politik Dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin menyampaikan ada upaya pembangunan politik dinasti yang dilakukan presiden Joko Widodo dengan mengusung anak, menantu, dan kerabat lainnya untuk mencalon pada pilkada tahun 2020 yang segera diadakan. Begitupun, wakil presiden RI, Ma’ruf Amin turut mengusung anaknya tuk bisa mengisi kekuasaan periode tahun 2020. Juga sama pilkada di wilayah Kutai Timur upaya politik dinasti tercium menyengat.
Adapun deretan politik dinasti yang siap mencalon kepala daerah dihimpun AKURAT.CO (19/07/20) dari berbagai sumber. Pertama putra sulung presiden Jokowi, Gibran Rakabuming maju sebagai calon wali kota solo di pilkada tahun 2020 dengan wakil Teguh Prakosa yang diusung oleh partai PDI-P. Kedua, Bobby Nasution adalah menantu presiden Jokowi Widodo, berniat maju di pilkada Medan namun belum mendapat persetujuan resmi. Tapi telah mendapatkan dukungan dari partai golkar dan nasdem.
Ketiga, Siti Azizah yang merupakan putri Ma’ruf Amin, siap maju jadi kepala daerah Tangerang Selatan di pilkada tahun 2020 dengan wakil Ruhamaben. Keempat, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo adalah keponakan Prabowo Subianto mencalon jadi wali kota Tangerang Selatan periode pilkada tahun ini. Juga ada putra pertama Ratu Tatu Chasanah (Bupati Serang), yakni Pilar Saga Ichsan yang siap maju sebagai wali kota Tangsel dalam pilkada tahun 2020.
Demikian, daerah Kutim pilkada tahun 2020 tak kalah tegang, pasalnya bupati Petahana yang kena kasus korupsi masih mencalonkan diri keperiode selanjutnya. Sementara wakil bupati Kutim juga mencalonkan diri dengan berpasangan mantan bupati kutim, H.Ardiansyah. Dan calon lain datang dari adek mantan bupati kutim 2003-2006 yakni Mahyunadi.
Praktik politik dinasti dan oligarki, sebuah keniscayaan di demokrasi
Sejatinya politik dinasti bukan perkara baru yang terjadi dalam kekuasaan tapi hampir tiap kepemimpinan ada praktek politik dinasti. Sementara untuk memuluskan ambisi berduri ini maka sistem politik oligarki adalah langkah ampuh yang sangat menopang. Yang mana sistem politik oligarki dipraktekkan oleh parpol berkuasa dan akan merambat ke politik dinasti yang dilakukan oleh segelintiran individu penguasa. Adalah sebuah keniscayaan di dalam sistem pemerintah demokrasi yang berideologi kapitalisme.
Indonesia dengan sistem kapitalisme demokrasi, tentu praktek politik dinasti sangat banyak dijumpai. Jika menoleh ke belakang, tumbangnya rezim Soerharto adalah adanya politik kekerabatan (nepotisme) yang nama lain yaitu dinasti politik.
Pewarisan kekuasaan pada dinasti itulah yang sebenernya menjadikan negara demokrasi terbesar itu tak bisa dibedakan dengan monarki yang melanggengkan kekuasaan para aristokrat. Akhirnya perputaran kekuasaan hanya dikalangan kecil para elit saja, demikian tidak bisa dipungkiri bahwa itu sama dengan monarki yang sistem pemerintahannya adalah sistem oligarki.
Hal ini kembali menjadi bukti tentang mitos demokrasi katanya rakyat adalah berhak yang menentukan pemimpin yang berdasarkan prestasi. Nyatanya, repsentasi rakyat tak mendapatkan tempat dalam praktek demokrasi sistem kufur. Sebab, demokrasi meniscayakan pemenang hanya pada mendapat suara terbanyak, bukan bicara kualitas.
Demikian untuk meraih kemenangan, kendaraannya adalah berpacu dengan dana besar, ketenaran atau pun dari pengaruh jabatan yang sedang dimiliki. Karenanya politik dinasti adalah salah satu hasil mutlak dari sistem demokrasi.
Sehingga meskipun dikatakan demokrasi itu kedaulatan ditangan rakyat, namun nyatanya kedaulatan itu hanya mitos dan doktrin yang tidak pernah terjadi. Sebab ini bukan sekedar anomali bagi demokrasi. Melainkan karena menolak politik dinasti hanya terjadi bila demokrasi disingkirkan dan dikubur dalam-dalam, tak memberi ruang lagi untuk menjadi aturan hidup.
Mendarah dagingnya praktek politik dinasti dalam kekuasaan karena sistem yang diterapkan dinegri ini adalah sistem sistem kapitalisme demokrasi yang mendukung, menopang, dan menumbuhkan benih-benih cinta tahta dihati penguasa yang membawa gila kekuasan. Hingga langgeng berkuasa dan terus dipertahankan.
Sistem islam menafikkan politik dinasti
Jika dalam sistem islam, menggariskan pemimpin diraih dengann syarat yang ditentukan syariat dan mendapat dukungan nyata dari umat karena dikenal ketakwaan dan kapasitasnya untuk menjalankan seluruh perintah syara dalam institusi khilafah. Tergambar sistem islam menafikkan politik dinasti, yang hanya bertumpu pada kalangan tertentu.
Jadi sangat berbeda bagaimana dengan sistem demokrasi, hanya dapat suara terbanyak ia pun jadi pemenang. Yang dimana melalui partai politik yang jadi pemulus meraih kekuasaan dalam sistem ini. Walau dalam islam tidak melarang partai politik sebagai alat meraih kekuasaan, namun secara mendasar fungsinya dalam islam bukan itu.
Islam menetapkan fungsi dari partai adalah mendakwah islam seluruh penjuru dunia, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar termasuk didalamnya mengoreksi penguasa, yang tercantum (QS. Al –Imran ayat 110).
Begitupun, terkait politik dalam islam bukan hanya bicara tahta atau kekuasaan duniawi melainkan politik islam adalah jalan negara dan pemimpin mengurus ,melindungi, dan mengayomi urusan rakyat hingga terpenuhi kebutuhan mendasar tiap dari mereka secara merata dan adil dengan berdasarkan aturan syariat islam. Dengan begitu terwujudlah islam rahmatan lil alamin yang rasakan oleh setiap orang yang dibawah naungan khilafah yang diterapakan sistem islam secara kaffah.
Maka dalam pengangkatan pemimpin dalam sistem islam amat sederhana dan steril dari permainan kotor. Biaya yang tidak mahal, wasilah pemilihan yang memudahkan dan output pemimpin berkualitas dan ahli serta bertakwa pada Allah secara kaffah. Tiada lain itu karena tujuan bukan kekuasaan dunia tapi orientasinya adalah menegakkan hukum Allah dimuka bumi secara menyeluruh.
Tiap kebijakannya berpijak pada rambu-rambu Ilahi dan senatiasa mereka menjaga diri dari bermain-main dengan kemaksiatan. Tentu pemimpin semacam itu ditemukan hanya dalam naungan daulah khilafah Islamiyah yang menerapkan ideologi islam secara kaffah yang merupakan kebaikan yang sesungguhnya.
Wallahu’alam biswhab