PERSPEKTIF ISLAM MENGENAI SENI

Oleh: Rizki Samudra
Universitas Indraprasta

Pada era modern sekarang jadwal hidup manusia sehari-hari diintervensi dan dipadati oleh program-program hiburan yang tidak lain adalah berupa seni yang merupakan hasil karya kreativitas manusia, seperti musik, drama, tari, dan lain-lain. Hasil karya ini menjadi dunia industri hiburan lewat berbagai media, seperti radio, televisi, surat kabar dan majalah tanpa mengenal batas-batas negara dan budaya, sedangkan agama merumuskannya dengan istilah halal dan haram terhadap salah satu industri hiburan. Seperti pada tahun 2006 di Indonesia, terjadinya aksi-aksi pornografi dan porno aksi yang dipandang sebuah seni, seperti pornografi yang melukiskan lukisan telanjang aktor Anjasmara, kemudian aksi Inul Daratisda dan artis-artis dangdut yang mengandalkan gaya mereka sebagai seni, dimana  sebagian seniman menganggap bahwa itu sebuah hasil karya seni. Di dalam Islam itu adalah hal yang sangat melanggar agama yang sifatnya haram dengan memperlihatkan anggota tubuh kepada hal layak.

Islam memandang seni sebagai suatu hal yang bisa diukur halal, haram ataupun mubah. Bagi mereka yang memandang seni dari sisi ideologis, mereka akan memandang seni yang dihasilkan dari hasil karya manusia itu adalah haram untuk dinikmati dan disajikan ke masyarakat, karena menurut mereka semua itu dianggap mengganggu kekhusu‟an beribadah, dimana secara psikologis akan menjadikan seseorang cepat frustasi karena dunia sekitarnya telah didominasi oleh industri hiburan. Hal tersebut dapat diatasi dengan cara melekatkan pelanggaran-pelanggaran seketat-ketatnya atau mematikan TV dan tidak memperkenalkan industri hiburan beroperasi pada masyarakat. Contoh yang pada kita lihat seperti yang terjadi di negara Iran. Dimana mereka mengambil kebijakan menurunkan parabola dari rumah-rumah penduduk, mereka hanya diperbolehkan menonton siaran nasional yang tak lain hanya menyiarkan berita dan kultum-kultum islami.1 Bagi mereka yang mengatakan halal adalah tipe pemikiran dan jalan hidup yang bersifat materialistik, dimana ia bisa dengan mudah terbawa oleh hangar bingar dunia hiburan dan melupakan apa sesungguhnya esensi dari hiburan dan kesenian itu sendiri. Dan sebagian mereka mengatakan mubah yaitu mereka yang bersikap hati-hati dengan apa yang mereka nikmati dari seni tersebut.

Islam melalui Al-Qur‟an sangat menghargai seni. Allah SWT mengajak umatnya untuk memandang seluruh alam jagad raya ini yang telah diciptakan dengan serasi dan indah. Seperti dalam Surat Al-Qaf ayat 6 yang artinya “Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun”. 

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan alam jagad raya ini sebagai hiasan yang indah untuk dapat dinikmati oleh umatnya. Manusia memandangnya untuk dinikmati dan melukiskan keindahannya sesuai dengan subjektivitas perasaannya masing-masing. Mengabaikan sisi keindahan natural hasil ciptaan Allah berarti mengabaikan salah  satu sisi dari bukti kebesaran Allah dan bagi mereka yang menikmatinya mereka mempercayai bukti kebesaran Allah Swt. Salah satu tokoh filsuf barat Immanuel Kant mengatakan bahwa bukti tentang wujud Tuhan terdapat dalam rasa manusia bukan pada akalnya, jadi jelas kita lihat bahwa wujud Tuhan itu dapat kita rasakan dengan kekaguman kita akan wujud Tuhan dari hasil penciptaan-Nya.
Previous Post Next Post