Oleh: Ulfah Sari Sakti,S.Pi
(Jurnalis Muslimah Kendari)
Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 lalu, tampaknya mulai menimbulkan terjadinya Resesi Ekonomi, yang mana angka petumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2020 sebesar minus 5,32 persen dibandingkan triwulan II 2019, atau year on year (yoy). Dibandingkan dengan triwulan I 2020, atau quarter to quarter (qtq), angkanya minus 4,19 persen. Hal ini seperti dirilis BPS pada Rabu (5/8/2020).
Agar tidak terjadi resesi/kemerosotan (kondisi produk domestik bruto menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun), yang harus dipulihkan itu kepercayaan konsumen dan pelaku usaha. Itu baru pulih jika Indonesia dinilai bagus dalam pengendalian Pandemi. Karena itu, pemerintah jangan salah prioritas. Langkah kesehatan masyarakat harus dijadikan prioritas utamanya, ekonomi menyusul.
Selain itu pemerintah juga jangan mengobral prediksi di publik. Karena prediksi mereka meleset dan berubah-ubah. Untuk kuartal I 2020, Menkeu memprediksi pertumbuhan 4,5-4,7 persen, sementara proyeksi BI 4,4 persen. Angka BPS 2,97 persen. Jadi melesetnya jauh sekali, yaitu 1,4-1,7 persen. (Kompas.com/6/8/2020).
Merosotnya ekonomi Indonesia ini berbanding lurus dengan situasi ekonomi di negara lain, khususnya mereka yang menjadi mitra dagang negara. Hal ini tidak lain karena disebabkan oleh Pandemi.
“Pandemi menimbulkan efek domino dari kesehatan menjadi masalah sosial dan ekonomi. Dampaknya menghantam lapisan masyarakat di rumah tangga sampai korporasi,” tutur Kepala BPS, Suhariyanto.
Tak hanya itu, kini harga komoditas minyak dan gas (Migas) serta hasil tambang di pasar internasional turun secara kuartal dan tahunan. Sementara, harga komoditas makanan turun secara kuartal, tetapi naik secara tahunan.
Sementara itu Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan untuk kuartal III 2020, masih ada peluang ekonomi Indonesia tumbuh negatif. Namun, pemerintah masih berharap pertumbuhan akan positif, sehingga negara tidak terperosok ke jurang resesi.
Namun, dia enggan mengungkap prediksi terbaru pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020. Proyeksi terakhir dari pemerintah memperkirakan ekonomi tumbuh 0,4 persen pada Juli-September 2020. (Jakpusnews.com5/8/2020).
Ekonomi Islam Solusi Resesi Ekonomi
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang fokus pada pencapaian per individu, sehingga dapat mendeteksi masalah dengan cepat sebelum makin parah, sistem ekonomi kapitalis, hanya fokus terhadap angka-angka dalam mendeteksi paramater capaiannya, sehingga pada akhirnya selalu terlambat dalam mengurai masalah. Karena itu saat ini umat butuh penerapan sistem ekonomi Islam yang mana telah terbukti selama 13 abad tidak pernah mengalami resesi.
Ekonomi Islam selalu mengalami kestabilan antara lain karena menggunakan mata uang standar emas, pengelolaan sumber daya alam yang tepat yaitu sesuai syariat, serta menerapkan pengelolaan pemasukan lainnya seperti kharaj dan zakat.
Sistem ekonomi Islam berdasar pada Aqidah Islamiyah bahwa manusia, alam dan kehidupan ini adalah ciptaan Allah swt, sehingga seluruh harta yang ada di dunia ini sesungguhnya adalah milik Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt dalam TQS An Nuur : 33, ”Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakannya kepadamu”.
Karena itu tiga pilar ekonomi Islam yang meliputi kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia, dikelola sesuai syariat. Tidak ada pengelolaan secara monopoli, “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya” (TQ Al Hadiid : 7).
Sehubungan dengan pemasukan negara, terdapat fa’i, ghanimah, dan kharaj. Yang mana untuk pengeluarannya diserahkan pada pandangan dan ijtihad khalifah (pemimpin negara) untuk kepentingan negara dan kemaslahatan umat.
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis yang memiliki APBN, sistem ekonomi Islam memiliki kas Baitul Mal. Sumber-sumber penerimaan Baitul Mal, sama sekali tidak mengandalkan dari sektor pajak. Bahkan negara sedapat mungkin tidak memungut pajak dari rakyatnya. Adapun tiga sumber utama kas Baitul Mal yaitu dari (1) dari sektor kepemilikan individu seperti shadaqah, hibah, zakat dan lain sebagainya. Khusus zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain, (2) dari sektor kepemilikan umum seperti pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan dan lain sebagainya serta (3) dari sektor kepemilikan negara seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, usyur dan lain sebagainya.
Dengan penerapan ekonomi Islam, tidak hanya resesi yang tidak akan terjadi tetapi juga distribusi kekayaan negara yang merata, atau harta negara tidak hanya berputar di kalangan orang-orang kaya saja. Allah swt berfirman, “Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu” (TQS Al Hasyr : 7).
Jadi silahkan umat dan pemerintah untuk memilih, apakah ingin tetap mempertahanan sistem ekonomi kapitalis?, atau segera berpindah ke sistem ekonomi Islam. Wallahu’alam bishowab.