Oleh : Septiana Rosa Ginting
Beberapa minggu terakhir ini, Khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam kembali menjadi bahan diskusi dan perbincangan di Indonesia. Terlebih setelah penayangan perdana film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) pada 1 Muharram 1442 H. Sesuai dengan judulnya, film tersebut menggambarkan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara yang tak lepas dari peran kekhilafahan era Umayyah, Abbasiyah juga Utsmaniyyah yang sangat berperan penting terhadap perkembangan kesultanan Islam di Indonesia hingga dapat kita rasakan pengaruhnya bahkan hingga saat ini.
Ternyata, masih ada berbagai pihak yang berusaha untuk membantah keterkaitan perkembangan Islam di Nusantara dengan kekhilafahan. Namun hal tersebut takkan pernah mampu menutupi fakta bahwa Nusantara diselamatkan oleh kehilafahan Islam dengan kekuatan sebuah negara yang dimiliki saat itu. Mayoritas penduduk Indonesia bisa merasakan indahnya Islam dan menjadi bagian dari kaum Muslimin tak lepas dari dakwah yang dilakukan dan disampaikan oleh para dai yang dikirim secara khusus oleh Khilafah. Luar biasanya lagi, hal ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi di Nusantara terutama ketika bangsa ini harus menghadapi penjajahan. Umat Islam saat itu memberikan kontribusi terbaik untuk mempertahankan aqidah juga negerinya dari cengkeraman penjajah. Semuanya sangat berkaitan erat dengan jasa para Khalifah yang terus menyebarkan dakwah ke seluruh penjuru dunia terutama di Nusantara.
Aceh merupakan wilayah di Nusantara yang pertama kali mendapatkan keberkahan penyebaran dakwah Islam dari kekhilafahan. Bahkan hubungan antara Nusantara dan Khilafah terjalin sangat kuat dan erat. Koran Sumatra Post pada tahun 1922 menulis, pejabat Belanda mengakui bahwa banyak sultan-sultan di Indonesia memberikan baiatnya (sumpah kesetiaan dan kepatuhan) kepada Khalifah di Istanbul. Kaum Muslim di Aceh pun menyadari betul fakta bahwa tanah mereka adalah bagian dari kekhilafahan sehingga inilah yang membuat mereka melawan dengan sangat sengit penjajahan Belanda kala itu.
Di Pulau Jawa, pengutusan para Wali Songo untuk menyebarkan dakwah memberikan peranan penting dalam berkembangnya Islam di Nusantara. Adalah Maulana Malik Ibrahim, seorang ahli politik dan irigasi dari Turki yang menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Beliau wafat di Gresik sehingga dikenal sebagai Sunan Gresik. Bersamaan dengan beliau, ada juga dua orang wali dari Palestina yang berdakwah di Banten yaitu Maulana Hasanuddin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Aliyuddin. Sehingga hubungan biologi dan ideologi masyarakat Banten dengan Palestina sangatlah kuat. Kemudian, diutus juga Syekh Ja'far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang juga berasal dari Palestina dan mereka dikenal sebagai Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Bahkan penamaan kota Kudus di Jawa tengah diambil dari nama al Quds di Palestina.
Pengaruh kekhilafahan Islam di pulau Jawa diperkuat dengan pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X saat memberikan sambutan dalam Kongres Umat Islam Indonesia (KUUI) VI di Yogyakarta tahun 2015. Beliau mengatakan bahwa terjalin hubungan yang sangat erat antara Khilafah Utsmaniyah dengan Tanah Jawa., yaitu dengan adanya penyerahan bendera hijau bertuliskan kalimat tauhid yang hingga saat ini masih tersimpan baik di Keraton Yogya. Bendera hijau itu diberikan usai Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa. Ketika itu, Sultan Turki juga mengukuhkan Raden Fatah sebagai perwakilan Khilafah Turki di tanah Jawa.
Ini adalah sebagian kecil dari fakta sejarah adanya jejak-jejak penyebaran Islam yang dimobilisasi oleh Kekhilafahan di masa itu yang diungkapkan secara jelas di film Jejak-jejak Khilafah di Nusantara (JKDN). Fakta ini diungkapkan bukan untuk sekedar romantisme sejarah, namun harus kita fahami bahwa kekhilafahan melakukan aktivitas penyebaran dakwah bahkan hingga sampai ke Nusantara karena memahami bahwa dakwah adalah perintah Allah. Apalagi sebagai sebuah Negara Islam yang mempunyai kekuatan besar mampu untuk memasifkan dakwah ke seluruh penjuru dunia. Fakta yang juga terpampang adalah Khilafah Utsmani selalu siap membela nusantara kala itu dari penjajahan. Khilafah tidak pernah datang untuk merampok kekayaan negeri ini, bahkan justru menyebarkan hidayah Islam ketika negeri ini sedang diliputi kegelapan.
Ini juga yang seharusnya dipahami oleh kaum Muslim di Indonesia saat ini, terutama yang masih ketakutan bahkan menolak Khilafah sebagai sebuah ajaran Islam. Bahwa Islam Kaffah yang diterapkan institusi Khilafah yang justru akan menyelamatkan negeri ini dari kerusakan yang dihasilkan sistem Kapitalisme mulai dari kemiskinan, pergaulan bebas, kriminalitas, ketidakadilan hukum, korupsi dan lainnya. Terutama karena perintah untuk menerapkan Islam Kaffah ini berasal dari Allah SWT dan diperjuangkan oleh teladan kita Nabi Muhammad SAW. Jangan sampai kebencian yang bersumber dari ketakutan terhadap Islam dan Khilafah membuat kita menolak perintah Allah.
Wallahu’alam bishowab.