Oleh: Hanin
(Aktivis Dakwah Kampus)
Beberapa minggu yang lalu umat Islam sedunia melaksanakan Hari Raya Idul Adha. Kaum muslimin berbondong-bondong melaksanakan shalat Idul Adha. Gema takbir saling bersahutan, melambangkan kegembiraan kaum muslimin di hari raya yang besar itu. Setelah melaksanakan shalat Idul Adha, dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban dan mendistribusikannya. sehingga pada hari itu semua kaum muslim bisa menikmati hidangan daging kurban.
Di sisi lain, pada waktu yang sama 1,5 Miliar umat Islam kembali menjadi buih. Tidak berdaya menghadapi berbagai persoalan yang terus menimpa mereka. Perpecahan, perselisihan, pertikaian masih terjadi. Di belahan bumi yang lain masih banyak kaum muslimin yang didera dengan berbagai macam perlawanan. Kita sebagai sesama muslim yang seharusnya membantunya pun tak bisa melakukan apa-apa, tersebab sekat nasionalisme yang membuat kita seperti tak bersaudara dengan mereka.
Belajar dari Idul Adha, ada peristiwa agung yang terjadi yakni pengorbanan Nabi Ibrahim dalam menaati perintah Allah Swt untuk menyembelih putranya Nabi Ismail as.
Dari Nabi Ibrahim kita belajar bagaimana ketaatan beliau yang totalitas terhadap Allah Swt. Dan begitu juga dari Nabi Ismail as kita pun bisa belajar sikap taat dan sabar, bagaimana ketaatan seorang anak kepada Allah dan orang tuanya. Dialog ketaatan seorang ayah dan anak ini, diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Kisah itu telah menjadi teladan bagi kaum muslimin di seluruh dunia dalam hal haji, teladan ketaatan kepada Allah secara totalitas.
Adapun yang dimaksud dengan ketaatan secara totalitas di sini adalah ketaatan pada penerapan Syariah secara totalitas di setiap segmen kehidupan kita. Mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan. Saat kita menjadi seorang individu, bermasyarakat maupun bernegara. Sebagaimana dalam ayat:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(Q.S al-Baqarah[2]:208)
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya beliau mengatakan bahwa “Allah memerintahkan kepada kita untuk membenarkan rasul-Nya. Mengambil seluruh ajaran dan syariat islam. Melaksanakan apa yang diperintah dan menjauhi larangannya.”
Maka dapat disimpulkan, bahwa ketaatan total pada Syariah adalah konsekuensi dari keimanan kita.
Sungguh tidak patut bila ada seorang mukmin sejati menolak ajaran islam. Apalagi menuduh islam sebagai ancaman bangsa. Menolak jihad, padahal jihad adalah aktivitas agung yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Sebagaimana dalam hadis, Rasulullah saw bersabda: “ Pokok semua perkara adalah Islam.Tiangnya adalah shalat. Puncaknya adalah jihad di jalan Allah. “ (HR. at-Tirmidzi).
Kita semua tidak boleh lupa bagaimana pembebasan nusantara yang tidak lepas dari aktivitas jihad para pendahulu kita. Lantas, bagaimana bisa seseorang mengaku muslim tetapi menolak ajaran islam? Tidak melaksanakan ketaatan yang total terhadap syariat atau bahkan membenci Islam?
Mari kita sadari bersama, mari kita kembali pada Allah dan kembali pada islam. Sungguh, segala problematika yang kita hadapi saat ini tak akan tuntas alih-alih akan semakin parah bila kita tidak kembali pada Allah. Kita hanyalah makhluk sementara Allah adalah pencipta kita yang tentu paling mengerti apa yang terbaik untuk kita. Mari taat secara totalitas kepada syariat Allah, sebagai wujud keimanan kita kepada Allah, Sang Pencipta Alam Semesta beserta isinya.
Wallahua’lam bish-shawab
Post a Comment