Konflik AS dan Cina Kian Panas, Bukti Negeri Kapitalis Rakus

Oleh: Siti Mariyam, S.Pd.
(Pendidik dan Anggota Komunitas Penulis “Setajam Pena”)

Persaingan klaim kepemilikan wilayah di kawasan Laut China Selatan (LCS) kian memanas. Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina di kawasan tersebut semakin meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) baru-baru ini mengadakan serangkaian latihan anti pesawat di lepas Laut Cina Selatan (Kontan.co.id, 12/8/2020).

Sebagai respon atas latihan militer yang dilakukan oleh Cina di LCS, Amerika Serikat mengirimkan dua kapal induknya ke Laut Cina Selatan untuk menjalani latihan tempur. cnbc.com melansir, dalam empat bulan  terakhir di tahun 2020, angkatan laut AS (USS Navy) setidaknya empat kali beroperasi di perairan tersebut. Terutama di area dimana sengketa terjadi antara Cina dengan sejumlah negara seperti malaysia, Filipina dan Vietnam (cnbc.com,  3/7/2020).

Konflik panas yang terjadi di Laut Cina Selatan terjadi setelah Cina mengklaim 80% wilayah di perairan tersebut adalah miliknya. Dengan menggunakan argumen sembilan garis imajiner (nine dash line), Cina mengklaim berhak atas perairan di LCS dengan bukti bahwa nelayan mereka telah melaut disana berabad-abad yang lalu.

Klaim dari Cina inilah yang membuat negara-negara lain tidak tinggal diam. Selain Amerika Serikat yang reaktif dengan mengirimkan tentaranya ke Laut Cina Selatan, Australia dan Jepang pun tidak tinggal diam. Mereka berada dipihak AS dengan turut serta menggelar latihan militer di perairan lepas pantai Filipina, Laut Cina Selatan. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka tidak mustahil akan menimbulkan perang antar negara.

Kawasan Luat china selatan saat ini memang menjadi kawasan konflik yang diperbutkan oleh beberapa negara terutama dua negara besar yaitu Amerika Serikat dan Cina. Mengapa dan apa sebenarnya yang ada di Laut Cina Selatan sehingga menjadi rebutan dari AS dan Cina?

Konflik perebutan atas kawasan di Laut Cina Selatan sebenarnya tidak lepas dari potensi ekonomi dari kawasan ini. Laut Cina Selatan merupakan suatu wilayah yang membentang seluas 1,4 juta mil persegi di Samudera Pasifik yang melintasi beberapa negara seperti Filipina, Indonesia hingga Vietnam. LCS diketahui menjadi salah satu pintu gerbang yang komersial bagi sebagian industri logistik dunia. Menurut berbagai sumber, kekayaan alam di LCS sangat besar. Mulai dari cadangan gas alam sebesar 900 trilyun kaki kubik, cadangan minyak yang mencapai 7,7 milyar barel dan juga kekayaan ikan laut yang tidak ternilai harganya.

Selain perkiraan kekayaan alam yang melimpah, LCS juga berada di jalur perdagangan strategis yang dilalui oleh kapal tanker pengangkut minyak. Jumlah tanker pengangkut minyak yang melalui LCS tiga kali lebih banyak dari terusan Suez dan lima kali lebih banyak dari Terusan Panama. Lebih dari setengah dari 10 pelabuhan pengiriman terbesar di dunia juga berlokasi di LCS (cnbc.com, 3/7/2020).

Nilai kekayaan alam dan potensi besar yang menggiurkan inilah yang menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya konflik perebutan wilayah Laut Cina Selatan oleh AS dan Cina. Maka sangat wajar, jika saat ini kawasan LCS menjadi kawasan yang rawan konflik . Semua itu tak lepas dari kepentingan dari negara-negara tersebut untuk menguasai kawasan strategis LCS.

Bagaimana dengan Indonesia yang merupakan salah satu negara yang dekat dengan kawasan Laut Cina Selatan? Sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri, maka Indonesia memilih netral atau tidak berpihak kemanapun. Hal ini sesuai dengan metode politik yang dianut Indonesia. Indonesia terkesan diam dan tidak bertindak untuk mencegah terjadinya konflik yang bisa memunculkan perang antar negara ini. 

Ketidakberdayaan Indonesia maupun negara-negara kecil lainnya atas konflik AS dan Cina di Laut Cina Selatan, menunjukkan betapa mengerikannya hegemoni negara kapitalis penjajah seperti AS dan Cina terhadap negara lain. Hal ini tidak terlepas dari karakter dari negara kapitalis yang rakus dan berambisi menjadi penguasa. Sampai kapanpun mereka akan terus berupaya untuk menjajah dan menguasai dunia. Mereka akan membungkam dan menghalangi pihak manapun yang menjadi penghalang dalam ambisi kekuasaannya.

Akibat hegemoni dari negara kapitalis inilah, negeri-negeri muslim seperti Indonesia menjadi diam dan tidak melakukan apapun dalam merespon ambisi dari para penjajah. Padahal, laut adalah ciptaan Allah SWT. yang bisa dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk kepentingan umat secara keseluruhan dan tidak dikuasai untuk kepentingan penjajah saja. 

Islam memandang bahwa sungai, hutan ataupun laut adalah salah satu harta kepemilikan umum yang berhak dinikmati dan dimanfaatkan oleh rakyat. Oleh karena itu khalifah akan melindungi agar laut sebagai salah satu harta kepemilikan umum agar tidak boleh dikuasai pihak tertentu apalagi dikuasai oleh asing penjajah.

Khilafah akan mengelola kepemilikan umum dan mendistribusikannya untuk kepentingan rakyat dalam Khilafah dengan menggunakan aturan yang benar yaitu syariat Islam. Khalifah yang akan memimpin dan bertanggungjawab dalam proses pengelolaan kepemilikan umum ini agar tidak melenceng dari syariat Islam dan bisa dinikmati oleh semua warga khilafah Islam baik itu muslim maupun non muslim. Wallahua'lam bish-showab.
Previous Post Next Post