Klaim Obat Corona dan Lemahnya Kepercayaan Publik pada Pemerintah

Kiki Andini (Mahasiswi, Komunitas Annisaa Ganesha)

Viral klaim obat Corona dari Hadi Pranoto seorang warga yang mengaku profesor ahli  mikrobiologi dalam sebuah video yang diunggah seorang Youtuber pada 31 Juli 2020 lalu. Obat Corona berupa cairan antibodi temuannya diklaim dapat menyembuhkan ribuan pasien Covid-19 dalam 2-3 hari serta telah terdistribusi di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Bali. Swab test untuk obat Corona ini juga dihargai sebesar Rp 10-20 ribu. Klaim ini menjadi viral dikarenakan statement-nya yang mengejutkan tersebut diunggah oleh channel Youtube seorang musisi/public figure hingga statusnya sebagai profesor pun diragukan.

Berbagai kecaman mulai bermunculan baik dari pihak Satgas Covid-19 dan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) maupun dari kalangan masyarakat terpelajar yang merasa resah terhadap klaim ini. “Ya obat itu kan harus diuji klinis, seperti vaksin. Dia uji klinis dimana? Kecuali kalau herbal itu kan cuma suplemen, ngga masalah. Tapi kalo sudah ngomong obat, itu ga boleh. Karena harus diuji klinis.” tegas pengurus besar IDI, Slamet Budiarto, S.H., M.H.Kes.. Mereka menganggap bahwa kredibilitas dari produk antibodi tersebut tidak jelas, tidak berdasarkan standar-standar medis yang sudah ditentukan, dan  dibuat oleh profesor yang tidak nampak jejak keprofesorannya. Dari klaim ini juga, ia dianggap mencari keuntungan dibalik ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya proses uji klinis dan keamanan suatu obat. “Menulis apa yang kita kerjakan dan mengerjakan apa yang kita tulis. Ini untuk sustainability (sebuah sistem biologis yang tetap mampu menghidupi keanekaragaman hayati dan produktivitas tanpa batas). Tidak bisa asal klaim kalau tidak ada penelitiannya. Saya melihat klaim ini sengaja mencari keuntungan dengan mengeksploitasi ketidaktahuan orang, atau memang tidak tahu saja empirisnya,” kata Pak Ahmad, ahli Biologi Molekuler independen.

Munculnya fenomena ini sejalan dengan lambannya penanganan pemerintah terhadap wabah Covid-19. Beragam klaim asal-asalan seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat terlanjur tidak percaya pada pemerintah. Masyarakat mencoba berbagai upaya untuk terbebas dari bahaya Covid-19 secepatnya hingga bermunculan ahli gadungan yang berusaha mendahului pemerintah yang lamban dalam menangani Covid-19 ini. Ketika wabah Covid-19 tidak ditangani dengan cepat maka semakin banyak permasalahan yang akan berkembang di tengah masyarakat baik dari bermuculannya klaim-klaim seperti ini hingga pandangan bahwa virus ini tidak berbahaya.

Berbeda halnya 14 abad yang lalu dimana Daulah Islam yang dipimpin Rasulullah cepat tanggap menghadapi wabah. Hal ini bisa dilakukan dengan cepat karena Daulah Islam berdiri secara independen tidak bergantung pada negara lain sehingga tidak terhambat oleh kepentingan-kepentingan yang dapat melambatkan proses penanganan wabah tersebut.

Di saat daulah Islam mengalami pesatnya perkembangan tsaqafah islam serta ilmu pengetahuan dibandingkan peradaban lainnya yang pernah ada, Ibnu Sina (980-1037 M) turut menjadi pelopor dalam penanganan virus yang terjadi saat itu (virus Black Death). Beliau mendapatkan pengakuan dunia dan dikenal sebagai The Father of Modern Medicine (Bapak Kedokteran Modern) dan mencontohkan penanganan dalam menghadapi wabah. Artinya bahwa daulah Islam pada saat itu sangat memfasilitasi para peneliti untuk melahirkan penemuan-penemuan yang kredibel dan menjadikan sumber Islam sebagai solusi permasalahan negara. Daulah Islam juga mengarahkan tujuan utama dalam menghasilkan penelitian ialah untuk meraih ridha Allah sehingga orang-orang berlomba karenanya demi bekal menuju akhirat bukan untuk pengakuan dari manusia semata.

Namun, sejak 3 Maret 1924, sinar kegemilangan Daulah Islam -yang menjadikan umat Islam menjadi umat terbaik- telah sirna, ulah Kemal Attartuk laknatullah yang telah menghancurkan Daulah Islam. Yang ada kini negeri-negeri Islam menjadi negara lemah bak boneka yang nurut apapun kemauan tuannya. Ketidakhadiran daulah di tengah umat Islam menjadikan kita tak lagi bersinar seperti seharusnya dan menjadi negeri-negeri yang lemah seperti boneka yang mengikuti tuannya. Maka wajar sekali kelambanan penanganan terjadi pada negeri ini mulai dari masalah pendanaan, obat, hingga manajemen yang semrawut. Kelambanan ini juga menjadikan penanganan virus ini tidak kunjung usai dan semakin bertambah kasus terjangkitnya hari demi hari. Untuk itu, diperlukan pemikiran, perasaan, dan aturan yang sama dengan meneladani jejak Rasulullah dan para sahabat serta mengikuti metode yang sama. Metode yang sama yaitu adanya institusi sekelas negara (khilafah) yang diatur dengan syariah Islam secara keseluruhan bukan parsial. Oleh karena itu, maka akan lahirlah kembali peradaban yang cemerlang sebagaimana terbukti pada sejarah Islam yang pasti akan segera berulang sebentar lagi, insya Allah.

Post a Comment

Previous Post Next Post