Oleh: Irma Sari Rahayu,S.Pi
Sejak masa Adaptasi Tatanan Hidup Baru (ATHB) berlangsung, Pemerintah Kota Bekasi memprioritaskan ekonomi agar mulai bergerak. Diantaranya dengan membuka kembali mall, perkantoran, perusahaan hingga tempat hiburan. Menurut Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, ekonomi Bekasi harus kembali bergerak. Kesulitan ekonomi masyarakat selama diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak bisa dibiarkan terus terpuruk (radarbekasi.id, 06/08/2020).
Namun seiring dengan pelaksanaan ATHB, jumlah positif aktif Covid- 19 kota Bekasi mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Bahkan tertinggi di Jawa Barat. Terkonfirmasi hingga hari Senin (10/8) kasus positif Covid- 19 Kota Bekasi sebanyak 976 kasus (radarbekasi.id, 11/08/2020).
Walikota Bekasi sendiri tidak menampik dengan kondisi ini. Dikutip dari republika.co.id (17/08/2020), naiknya kasus positif Covid- 19 menurut Rahmat Effendi masih didominasi oleh klaster keluarga, transmisi kewilayahan, transmisi interaksi kerja dan tidak menjaga phisycal distancing.
Pandemi Covid- 19 memang telah mengakibatkan keterpurukan ekonomi secara meluas. Banyak perusahaan yang harus merumahkan karyawannya hingga berujung PHK. Tutupnya beberapa tempat hiburan dan perbelanjaan mengakibatkan tidak adanya pemasukan pajak bagi kas daerah. Kondisi inilah yang mendorong Pemerintah Kota Bekasi mengambil kebijakan memulihkan perekonomian. Namun sebenarnya berbahaya bagi keselamatan masyarakat di tengah pandemi yang belum berakhir.
Inilah cerminan sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan materi namun abai terhadap keselamatan jiwa masyarakat. Di saat pandemi masih berlangsung, warga justru didorong untuk beraktivitas untuk mendongkrak ekonomi. Padahal resiko terpapar virus sangat besar baik di angkutan umum maupun di lingkungan kerja.
Memang, ada juga sebagian masyarakat yang abai terhadap protokol kesehatan. Enggan memakai masker, berkerumun dan lupa cuci tangan. Hal ini terjadi karena masyarakat mulai jenuh dengan ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir. Tugas pemerintahlah untuk terus mengedukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan saat pandemi.
Inilah lemahnya sistem demokrasi yang menganut desentralisasi kekuasaan, dimana daerah dibiarkan mandiri mengurus wilayahnya masing-masing. Sejatinya, ekonomi masyarakat baik di saat pandemi maupun tidak tetap menjadi tanggungjawab negara secara global dengan pendanaan dari baitul maal. Dengan demikian, daerah dengan status zona merah pandemi dapat melakukan upaya terbaik dalam memutus rantai penularan sekaligus mengobati yang sakit tanpa mengorbankan keselamatan warganya demi perputaran roda ekonomi.[]