Oleh: Tatik Utomo
(Pemerhati Sosial)
Tahun 2020 menjadi tahun berat bagi semua orang. Pasalnya, Covid-19 yang telah menjadi pandemi ini membuat sejarah baru dalam dunia kesehatan.Pakar kesehatan dan perusahaan obat dari seluruh dunia mencari cara dan upaya untuk menemukan vaksin SARS-CoV-2 secepat mungkin. Salah satunya adalah perusahaan Sinovac asal Beijing, Tiongkok.
Sinovac merupakan salah satu dari empat perusahaan dunia yang melakukan pengembangan tahap akhir vaksin Covid-19. Sinovac sendiri sudah berpengalaman dalam pengembangan vaksin beragam virus yang menjadi epidemi maupun pandemi, seperti SARS, flu domestik, maupun flu yang disebabkan virus H1N1.(kompas,05/08/2020)
Anggota Komisi IX DPR, Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher mengatakan vaksin corona atau Covid-19 asal Vaksin Sinovac asal China akan melakukan uji tahap klinis ke-III oleh Bio Farma kepada 1. 620 relawan. Terkait itu, ia meminta kepada pemerintah untuk transparan melakukan uji tahap klinis tersebut. Sebab beberapa bulan sebelumnya, ditemukan vaksin yang diproduksi China dibawah standar WHO.(wartaekonomi,03/08/2020)
Tidak mau ketinggalam pemerintah Indonesia hingga kini terus mengembangkan vaksin COVID-19 dalam negeri yang nantinya dinamai Vaksin Merah Putih ini. Selain mengembangkan vaksin buatan sendiri, Indonesia juga tengah bekerja sama dalam pengembangan vaksin buatan perusahaan biofarmasi asal Cina Sinovac Biotech melaui perusahaan pelat merah PT Bio Farma.
Pengembangan vaksin virus corona buatan Sinovac tersebut telah memasuki fase uji klinis tahap tiga. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu tempat uji klinis vaksin tersebut. Nantinya uji klinis tahap tiga akan dilakukan di Bandung mulai Agustus mendatang selama enam bulan, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran.(msn.com,27/07/2020) Kerjasama antara BUMN Biofarma dengan produsen vaksin sinovac sudah dilakukan. Pada tahap ini untuk uji klinis calon vaksin.
Jika kita perhatikan dengan seksama maka kita dapati bahwa pemerintah saat ini berfokus pada aspek keuntungan yang didapat oleh Indonesia berupa alih teknologi dan keuntungan ekonomi dari produksi yang akan dilakukan didalam negeri. Padahal ada yang terlupakan proses pengadaan vaksin yang akan diuji coba disuntikkan di indonesia tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Diperkirakan anggaran yang dibutuhkan untuk membeli vaksin, memproduksi vaksin dan membeli jarum suntik serta anggaran untuk membayar tenaga kerja adalah sebesar 65,9 triliun rupiah, tentu hal ini merupakan beban biaya yang tidak sedikit yang perlu kita pastikan darimana saja sumbernya. Jangan alih-alih mendapatkan untung, ternyata negara mengeluarkan dana yang lebih besar akibat kerjasama ini.
Namun demikian fakta kerjasama yang dilakukan BUMN dengan produsen vaksin sinovac dari china ini juga patut untuk mendapat perhatian yang serius dari semua pihak. Sementara banyak fakta yang selama ini kita ketahui tentang kasus ketidaklayakan vaksin dari china. Tentunya hal ini pun harus menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai kerjasama ini menjadi kerjasama swasta yang hanya ingin memonopoli kepentingan umum demi keuntungan segelintir pihak yang mempunyai kapital atau modal dan mengabaikan hak-hak rakyat untuk mendapat pengobatan terbaik dari pemerintah. Dan hanya menjadikan rakyat sebagai komoditas dan penonton, sementara keuntungan yang lebih besar dinikmati oleh mereka yang dekat dengan penguasa.
Di sisi lain masyarakat dan terutama kaum muslimin juga wajib mewaspadai agenda lain dari upaya penanganan wabah covid-19 ini, karena bisa membuka peluang terjadinya bentuk penjajahan baru dalam dunia medis dan obat-obatan serta vaksin. Karena seperti kita ketahui bersama bahwa indonesia sangat ketinggalan jauh dalam mengembangkan layanan kesehatan dan juga industri alat-alat kesehatan lainnya. Kaum muslimin sebagai mayoritas di negeri ini juga sudah seharusnya mewaspadai tentang kehalalan produk vaksin yang telah diimport oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah pun seharusnya tidak hanya memikirkan keuntungan dan kerugian dalam mengurus rakyatnya.
Demikianlah bila negara memakai sistem kapitalis maka jaminan kesehatan akan didapat bila rakyat membayar iuran sebagai jaminan kesehatannya. Jadi jaminan kesehatan bukan ditanggung oleh negara, melainkan dari uang iuran yang dibayarkan oleh rakyat sendiri. Ada hitung-hitungan untung rugi dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Lain halnya dengan sistem Islam negara mewajibkan untuk tidak menjadikan keuntungan sebagai faktor utama dalam setiap pengambilan kebijakan. Negara wajib memikirkan kemaslahatan rakyat dengan memberikan pengobatan yang tepat dan aman untuk rakyatnya bila terjadi wabah atau pandemi. Karena bagi negara dengan sistem islam rakyat adalah menjadi tanggung jawab negara dan kekuasaan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak. Maka kesehatan untuk rakyat menjadi jaminan negara, dan rakyat tidak akan dibebani dengan biaya-biaya untuk berobat dikala sedang sakit.
Demikian pun dengan vaksin sebagai upaya pencegahan terhadap wabah, maka negara secara independen akan mengerahkan segenap tenaga dan upaya melakukan penelitian dan pengembangan obat-obatan serta peralatan kesehatan, termasuk vaksin dalam rangka melakukan ri’ayah kepada rakyat, baik saat pandemi ataupun tidak. Yang semua pembiayaan diambil dari Baitul mall atau kas negara, sedikitpun tidak membebani rakyat.
Demikianlah perbedaan yang sangat jelas dari dua sistem pemerintahan dalam hal mengurus kesehatan rakyatnya.
Wallahu a'lam bishowab