JASA KHILAFAH DI NUSANTARA

By : Risye Kristina

Khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan warisan Nabi Muhammad Saw., yang menerapkan aturan-aturan dan hukum-hukum  berlandaskan kepada syariat Islam. Di samping itu Khilafah juga bertugas untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia (li-hirasah ad-din wa siyasah ad-dunya) serta menyebarkan dakwah Islam ke seluruh dunia. Allah SWT berfirman :

Kami tidak mengutus engkau melainkan kepada seluruh umat manusia (TQS Saba [34]:28) Nusantara merupakan  salah satu bagian dari target dakwah Negara Khilafah. Catatan sejarah cukup membuktikan peran Khilafah dalam mendakwahkan dan menjaga Islam di Nusantara. Di antaranya peran Khilafah dari Bani Umayah  yang sangat terkenal yaitu Umar bin Abdul Aziz (berkuasa 717-720 M). S.Q. Fatimi dalam tulisannya yang berjudul Two Letters From The Maharaja To The Khilafah (1963:126-129), membeberkan sepak terjang Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyebarkan Islam ke berbagai negeri di seluruh dunia termasuk Nusantara. Hubungan dengan Nusantara dimulai dari penguasa kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Pulau Sumatera, Maharaja Sri Indravarman, menulis surat yang ditujukan kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz di Damaskus. Surat tersebut dinukil oleh lbn Abd Rabbih dalam al-lqd al-farid berdasarkan riwayat dari Nuaym bin Hammad. 

Ketika pucuk Khilafah sudah beralih ke  Bani Utsmaniyah di Turki, Sultan Aceh yang ketiga, Allauddin Riayat Syah al-Qahhar yang berkuasa pada tahun 1537-1571, mengirim surat kepada Khalifah Sulaiman al-Qanuni di Istanbul pada tahun 1566. Dalam suratnya Ia menyatakan baiatnya kepada Khalifah Utsmaniyah dan memohon agar dikirim bantuan militer kepada Aceh untuk melawan Portugis yang bermarkas di Malaka (Topkapi sarayi Musezi Arsivi, E -8009). Kemudian pengganti Khalifah Sulaiman Al-Qanuni yakni Salim II mengabulkan permintaan tersebut dengan mengirimkan bala bantuan militer ke -Aceh. Dalam surat balasannya Khalifah Salim II menulis bahwa melindungi Islam dan negeri-negeri Islam adalah salah satu tugas penting yang di emban oleh Khilafah Utsmaniyah. Kemudian Khalifah Salim II menunjuk Kepala Provinsi (Sancak) Alexandria di Mesir, Kurdoglu Hizir Reis, untuk menjadi panglima perang dan dikirim ke Aceh demi memerangi kaum kafir Portugis dengan pertolongan Allah dan Rasul-Nya(BOA, A. DVNS. MHM, 7/244). 

Selain sultan Aceh, para sultan lain di Nusantara selama Abad ke-16 juga beraliansi dan menyiratkan kekaguman yang mendalam kepada Khilafah Utsmaniyah. Sultan Babullah bin Khairun di Ternate bekerja sama dengan 20 orang ahli senjata dan Tentara Khilafah Utsmaniyah ketika memerangi Portugis di Maluku sepanjang tahun 1570-1575 (Leonard Andaya, 1993:134,137). Sehingga Portugis dapat hengkang dari bumi Maluku. Kemudian Sultan Demak yang ke-4, Sunan Prawoto menjadikan Utsmaniyah sebagai panutan dalam cita-citanya untuk mengislamkan seluruh tanah Jawa (de Graaf & pigeaud, 2019:126).

Sepanjang Abad ke-17, banyak penguasa Islam di Nusantara yang mengirimkan utusan ke Makkah atau Istanbul undtuk menyatakan ketundukannya kepada Khilafah Utsmaniyah dan mendapatkan legitimasi sebagai wakil Khilafah di masing-masing negerinya. Para sultan di Aceh, Banten, Mataram sampai Makasar melakukan itu semua. Tak hanya sekadar mengakui wilayah Aceh dan Sumatera sebagai bagian dari Khilafah Utsmaniyah, Sultan Ibrahim Mansyur Syah yang pada waktu itu berkuasa pada Abad ke-19 dengan terang-terangan menyatakan bahwa negerinya bagian dari Khilafah Utsmaniyah. 

Supremasi politik Khilafah Utsmaniyah  sangat diakui oleh seluruh kaum Muslim di dunia termasuk Nusantara, yang pada waktu itu berada dalam penjajahan Belanda.

Ketua Sarekat Islam Afdeling (cabang) Batavia yang merangkap kepala redaktur salah satu koran terbitan Sarekat Islam yaitu Goenawan, di dalam artikelnya pada 10 November 1914 menyatakan "Di seloeroeh doenia hanja Turkye yang memegang wasiat Nabi kita. Begitoelah orang moeslim memandang Turkye sebagai kerajaan jang melindoenginja dalam laoetan fitnah dan perdoeharkaan dari pihak moesoehnja. Begitulah perasaanja kebanjakan orang-orang moeslimin di tanah-tanah jang ada dalam genggamannja kekoesaanja Europa...".

Pada tahun 1876-1908 ketika masa Khalifah Abdul Hamid II, otoritas Utsmaniyah banyak menempatkan konsul-konsulnya di Batavia sehingga situasi ini sangat mengganggu kolonial Belanda. Salah seorang konsul Utsmaniyah yang bertugas di Batavia pada tahun 1897- 1898 adalah Mehmed Kamil Bey yang  berusaha untuk membangkitkan perasaan anti-Belanda diantara kaum Muslim setempat. Koran bahasa Inggris yang terbit di Singapura pada 29 Desember 1898 merangkum kegiatan Beliau secara mencolok yaitu tidak menghadiri acara penobatan Ratu Belanda. Tindakan ini Beliau lakukan untuk merendahkan pemerintahan Belanda. Di samping itu Beliau juga menggoyahkan dua Raja di bawah kekuasaan Belanda di Borneo atau Sumatera untuk mengurangi kesetiaannya (kepada Belanda). (Nico.J.G.Kaptein.2003:109-110).

Dari fakta di atas sungguh Nusantara banyak sekali berhutang kepada Khilafah karena begitu banyak jasa-jasa serta bantuannya untuk kejayaan dan menguatkan  Islam di Nusantara. Jejak yang paling jelas dan nyata dari peran Khilafah di masa lalu yaitu bentuk keislaman kita, dengan pengiriman para dai yang menyebarluaskan Islam dan pasukan militer yang di kirim Khilafah ke Nusantara, untuk mengusir penjajah Eropa. Kita pun bisa merasakan persaudaraan umat tanpa sekat kebangsaan. Karakter Islam adalah Universal  cocok di terapkan dimana saja, untuk itu masih adakah keraguan didalam hati umat Muslim untuk mengakui dan menerapkannnya. WalLahu a'lam bi ash-shawab.
Previous Post Next Post