Jarimu Harimaumu!

Oleh : Sri Astina

Berkomunikasi di era modern banyak sekali caranya. Dari mulai berbicara langsung, hingga menggunakan media sosial.  Pada era digital ini, hampir setiap saat kita menggunakan media sosial. Kita semua menggunakan sosial media untuk mendukung kebutuhan sehari-hari misalnya dalam lingkup keluarga, sosial, hingga pekerjaan. Namun, pernahkah terpikirkan apa sebenarnya manfaat sosial media? Apakah benar sosial media membuat kita lebih bersosialisasi atau malah sebaliknya?

Media sosial dapat digunakan untuk tujuan dan kebaikan seperti informasi kegiatan, mengabarkan berbagai berita dan bisa digunakan menyambung silaturahim dan berbagi ilmu pengetahuan. Media sosial juga berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan dan berbagai keahlian.

Sebaliknya, media sosial juga tak ubahnya seperti pisau yang teramat tajam. Coba perhatikan, seringkali status ujaran kebencian yang mengundang provokasi, konflik, bahkan pertumpahan darah. Tidak sedikit pengguna medsos yang terjerat hukum akibat abai dalam memainkan jemarinya saat berkomentar. Bertebaran komentar postingan orang lain, bentuk fisik seseorang dan berkata tidak pantas. Ingat perkataan seperti gendut, gemuk, jerawat, atau apapun yang berkaitan dengan wanita biasanya sangat sensitif jika dikomentari. Mereka punya perasaan yang lebih halus ketika mereka dikomentari seperti itu. Dengan cara-cara anti mainstream dan sangat beresiko bisa mereka lakukan demi mengubah diri mereka. Demikian pula, sekadar men-dislike postingan tentang hal yang baik atau nasihat baik yang sesuai dengan tuntunan Allah dan hal semacamnya, maka (men-dislike itu) akan berdosa.

Sebuah riwayat menyebutkan, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya perempuan itu rajin shalat, rajin sedekah, rajin puasa. Namun dia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya." Nabi pun berkomentar, "Dia di neraka." Para sahabat bertanya lagi, "Ada perempuan yang dikenal jarang berpuasa sunah, jarang melaksanakan shalat sunat, dan dia hanya bersedekah dengan potongan keju. Namun dia tidak pernah menyakiti tetangganya." Rasulullah menjawab, "Dia ahli surga." Rasul dalam banyak hadis tidak berhenti untuk memperingati sahabat-sahabat dan umatnya agar menjaga ucapan dan apapun yang dikeluarkan dari lisan mereka. 

Ini membuktikan betapa kuatnya pengaruh ucapan terhadap kedudukan seseorang di akhirat nanti. Kebiasaan seorang muslim dan muslimah yang membicarakan orang lain atau ghibah sebaiknya dihentikan. Ini juga menyebabkan pahala orang yang menggunjing akan hilang dan diambil oleh orang yang dibicarakan.

Sebaiknya sebelum mengucapkan suatu kalimat, maka terlebih dahulu dipikirkan akibatnya, baik mau pun buruk. Untuk masa sekarang yang dikendalikan tidak hanya lisan, tetapi jari yang menggoreskan tulisan di media sosial. Seharusnya setiap individu harus bisa menggunakan jari-jarinya untuk mengajak ke arah kebaikan menuju kedamaian hati dan beramal baik.
Jika seseorang itu merasa ragu ucapannya akan membawa masalah, maka sebaiknya ia diam. Tak heran jika kemudian muncul sebuah peribahasa, diam itu emas. Apapun yang dibicarakan oleh umat hendaknya sesuatu yang membawa kebaikan, jika tidak, maka diam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam."

Seseorang yang tak suka mengumbar ucapan yang sia-sia, biasanya ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk berpikir. Apabila ia berpikir tentang kebesaran Allah SWT, mengingat akan nikmat yang telah didapat, dan mengingat kematian, maka kadar keimanannya pun juga akan bertambah. Menjaga jemari dalam bersosial media termasuk dalam perbuatan yang dapat meningkatkan iman seseorang.
Previous Post Next Post