Oleh: Alifvia An Nidzar
Mahasiswi/Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Assalammualaikum
gengs, welcome back to my medium! Udah lama nih, aku
gak sharing kepada klean klean eaaaa. Okay, sebelumnya
beberapa bulan ke belakang lagi gencar-gencarnya nih peningkatan kasus pelecehan
seksual yang makin marak. Ditambah lagi kasus aborsi, juga yang lainnya.
Dikutip
dari komnasperempuan.go.id, dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap
perempuan di Indonesia meningkat sebanyak 792% (hampir 800%), itu artinya
kekerasan terhadap perempuan di Indonesia selama 12 tahun meningkat 8 kali
lipat. Waw, banyak sekali yah.
Kekerasan
terhadap anak perempuan (KTAP) melonjak sebanyak 2341 kasus dari tahun
sebelumnya sebanyak 1417. Kenaikan dari tahun sebelumnya terjadi sebanyak 65%
dan paling banyak adalah kasus inses dan ditambahkan dengan kasus kekerasan
seksual (571 kasus). Dalam data
pengaduan yang langsung ke Komnas Perempuan tercatat, kenaikan yang cukup
signifikan yakni pengaduan kasus cyber crime 281 kasus (2018 tercatat 97
kasus) atau naik sebanyak 300%. Kasus siber sebanyak ancaman dan intimidasi
penyebaran foto dan video porno korban. Kekerasan seksual terhadap perempuan
disabilitas dibandingkan tahun lalu naik sebanyak 47% dan korban terbanyak
adalah disabilitas intelektual.
Whoaaaa LUAR BIASA sekali, dalam kurun waktu
yang terbilang tidak sebentar bisa mengalami peningkatan begitu signifikan
alias tajam. Tapi tetap saja fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Ehh kok jadi
fitnah?! Namun yang perlu kita
perhatikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, kenapa
kasus ini bergitu marak ada di kalangan masyarakat? Padahal jelas-jelas sudah
banyak kampanye yang ditujukan untuk kasus ini. Hanya saja terkesan tidak
berdampak sama sekali alias NIHIL.
Selain
maraknya kampanye yang ada di jalan-jalan, banyak pula yang melakukan upaya
lain untuk mengurangi peningkatan kasus ini. Seperti dikutip dari
m.atmajaya.ac.id, ada 5 cara untuk mengatasi kasus ini, yakni:
Pertama, apabila kasus ini berbentuk catcalling.
Ehh tunggu catcalling itu apa? Catcalling adalah perlakuan berupa
siulan, panggilan, seruan, atau apapun itu yang pada umunya ditujukan kepada
perempuan yang sedang lewat. Honestly, untuk kasus pertama ini. Aku
pribadi pernah mengalaminya. Kalo klean tanya kok bisa? Ya bisa aja.
Waktu aku lewat mereka manggil dengan ucapan “Assalammualaikum” atau “Ehh neng
mau ke mana?” dan sebagainya.
Nah
kalau di sini, dikasih tahu solusinya yaitu dengan bersikap tegas dan
menunjukkan ekspresi ketidaksukaan klean terhadap hal tersebut.
Kedua, semprotan lada atau minyak angin.
Untuk yang kedua ini cukup ekstrim sih tapi masih sedikit yang melakukannya. Ketiga,
bersikap tegas dan berani memberikan teguran. Keempat, bekali diri
dengan pengetahuan bela diri, Kelima, yang terakhir nih, jangan diam
LAPORKAN!
Hmmmm,
kalau diperhatikan dengan secara logika, cara seperti ini sudah pasti bisa
menurunkan tingkat kasus ini. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik!
Lalu
solusi efektifnya kayak gimana dong? Kan kita sebagai milenial butuh beut
yang namanya solusi agar kasus ini dapat tercerahkan. Ternyata ada lho solusi
efektif yang tokcer melebihi wangsit. Ckckck wangsit gak tuh! Solusi
yang efektif itu sudah diterapkan selama 1300 tahun yaitu dengan mempelajari Islam.
Budaya
dan tradisi yang menzalimi anak perempuan, salah satunya tradisi mengubur anak
perempuan hidup-hidup, tradisi mengawini berapa pun perempuan yang diinginkan
tanpa mahar, tidak memberikan warisan dan justru menjadikan perempuan sebagai
barang yang diwariskan adalah budaya kejahiliyahan, yang terjadi sebelum Islam
muncul. Untuk menyelesaikannya, belajarlah dari sejarah Islam, yang mampu
mengubur tradisi jahiliyah dan menggantikan dengan kemuliaan. Islam. Nah, Islam
solusi efektif mengatasi pelecehan dan
kekerasan seksual dn sangat
memuliakan perempuan.
Bahkan
Islam turun membawa kabar gembira tentang kelahiran anak-anak perempuan melalui
sabda Nabi SAW berikut: “Siapa yang diuji dengan kelahiran anak perempuan, maka
anak itu akan menjadi tameng baginya di neraka.” (HR Ahmad 24055, Bukhari 1418,
Turmudzi 1915, dan yang lainnya)
Kunci
dari mengubah tradisi ini adalah penerapan hukum yang tegas dari negara. Ketika
suatu tradisi bertentangan dengan Islam, maka negara Islam akan menghapuskannya
dan menetapkan sanksi berat bagi pelakunya. Begitu pula tindakan kekerasan
seksual yang dihadapi anak-anak perempuan, negara akan memberlakukan hukum yang
tegas, pemerkosa dicambuk 100 kali bila belum menikah dan dirajam bila sudah
menikah.
Penyodomi
pun dibunuh. Pembunuhan anak-akan di-qishas, yakni balas bunuh, atau
membayar diyat sebanyak 100 ekor unta yang bila dikonversi saat ini nilainya
kurang lebih dari 2 miliar rupiah. Termasuk juga melukai kemaluan anak kecil
dengan persetubuhan dikenai 1/3 dari 100 ekor unta, selain hukuman zina
(Abdurrahman Al Maliki, 1990, hal 214-238). Dengan hukuman seperti ini, orang-orang
yang akan melakukan penganiayaan terhadap anak akan berpikir beribu kali
sebelum melakukan tindakan.
Islam
pun membolehkan anak perempuan untuk menikah muda, namun melarang untuk
memaksanya. Rasulullah SAW pernah memberikan hak untuk membatalkan pernikahan
seorang perempuan yang dinikahkan ayahnya tanpa persetujuannya. (Baca HR Al-
Bukhari)
Menikah
muda juga tidak berarti perempuan tidak boleh melanjutkan pendidikannya. Islam
menjamin pendidikan termasuk bagi anak perempuan. Dalam sejarah Islam, kita
mengenalnya banyak perempuan yang menjadi ulama dan tokoh terkemuka. Asy-Syifa,
perempuan yang diangkat umar sebagai qadhi hisbah di Madinah, Sayyidah Nafisah
yang merupakan ulama guru dari Imam Syafi’i dan sederet nama lainnya.
Maka, kekerasan yang
dialami
perempuan, Islamlah yang menjadi solusinya. Bukan girls empowerment,
atau jargon-jargon kosong feminis lainnya. Hanya saja, itu berarti Islam harus diterapkan
secara sempurna seluruh hukum-hukumnya dalam seluruh aspek kehidupan. Dan yang
mampu menerapkannya secara sempurna tidak lain adalah Khilafah Islamiyah. []
Post a Comment