Oleh : Nanik Farida Priatmaja
(Aktivis Muslimah)
Angka gugat cerai di PA Soreang, Kab. Bandung, mencapai 150 kasus sehari. PA Soreang mengakui, di masa pandemi Covid-19, kasus perceraian meningkat tajam. Belum sampai akhir Agustus saja, sudah ada 592 kasus gugatan yang masuk.
Fenomena ini menjadi perhatian publik setelah video yang menunjukkan antrean pengurusan cerai di PA Soreang viral. Tak hanya di Kab. Bandung, di Aceh, selama lima bulan terakhir ini terdapat 2.397 kasus; Cianjur mencapai 2.000 kasus.
Adanya peningkatan jumlah pelaku gugat cerai di masa pandemi, menunjukkan rapuhnya ikatan rumah tangga. Tak dipungkiri masa pandemi menimbulkan problem ekonomi pada sebagian besar keluarga. Pemasukan yang berkurang akan tetapi kebutuhan hidup terus meningkat. Hal inilah yang menyebabkan pemicu hubungan anggota keluarga, pertengkaran suami istri KDRT, hingga berakhir cerai.
Islam memandang perceraian merupakan sesuatu yang halal, akan tetapi perbuatan tersebut dibenci Allah SWT.
Mirisnya saat ini perceraian dianggap perkara yang gampang. Bahkan sebagian besar terjadi gugat cerai dari pihak wanita bukan talak dari pihak lelaki. Fenomena "mengerikan" ini terjadi karena tidak ada lagi penjagaan yang kuat berupa hukum-hukum perlindungan keutuhan keluarga yang mestinya dijalankan oleh pasangan suami-istri, masyarakat, hingga negara.
Masyarakat zaman now tengah terjadi pergeseran pandangan terhadap ikatan pernikahan. Ketika terjadi akad seharusnya pasangan suami istri telah diikat atas nama Allah untuk menjalankan mitsaqan ghalidza (perjanjian yang agung) sehingga masing-masing pasangan suami istri menunaikan kewajibannya. Suami berperan mencukupi nafkah keluarga, mempergauli istri dengan baik, mendidik istri dan anak-anak, serta menjaga keharmonisan di antara anggota keluarga. Sayangnya banyak keluarga muslim yang tak lagi berkomitmen menjalankannya. Misalnya suami tidak menafkahi istrinya, baik sengaja ataupun tidak di tengah kondisi lemahnya perekonomian negeri ini.
Diriwayatkan dalam suatu hadis “Ini adalah dosa besar ketika seorang laki-laki mengabaikan nafkah terhadap mereka yang menjadi tanggung jawabnya (yaitu istri, anak, hamba sahaya, dan sebagainya).”
Banyak fenomena istri yang mengambil alih peran suami sebagai pencari nafkah, sedangkan suaminya hanya berpangku tangan dan menghabiskan uang istrinya. Kemudian si istri menuntut suaminya tersebut. Suami yang minim pemahaman agama pastinya akan melakukan KDRT karena merasa tersinggung atas sikap istri. Walhasil kondisi seperti ini memicu terjadinya gugat cerai.
Fakta rusaknya kondisi keluarga sebenarnya bukan semata karena kelalaian pasangan suami istri. Namun dampak buruknya kondisi ekonomi, minimnya pemahaman hak dan kewajiban masing-masing pasangan suami istri, dan jauhnya pemahaman Islam terkait pergaulan dalam rumah tangga. Hal ini disebabkan karena hilangnya fungsi negara sekuler membentuk ketahanan keluarga.
Karakter negara sekuler memang tak akan menjamin ketersediaan lapangan kerja yang luas, gaji yang layak dan pemenuhan fasilitas publik yang berkualitas bagi seluruh kepala keluarga.
Sistem pendidikan sekuler tak akan pernah mengajarkan pembinaan ataupun penyiapan calon suami atau istri. Masyarakat sekuler terbentuk sesuai pengalaman individu, tak ada persamaan visi misi kehidupan yang banyak ditentukan oleh model keluarga daripada orang tuanya, disatu sisi mereka minim ilmu berumahtangga yang berdasarkan Islam. Hal inilah yang menyebabkan rentannya permasalahan internal dan eksternal.
Islam melalui sebuah institusi negara akan memberikan solusi terbaik dalam memperkuat ketahanan keluarga:
/Pertama/
Penerapan berbagai sistem kehidupan (pendidikan, sosial, politik, hukum, kesehatan, budaya dan sebagainya) yang mendukung ketahanan keluarga.
/Kedua/
Negara akan memastikan setiap suami atau wali mampu memberi nafkah dan menjamin ketersediaan lapangan kerja.
/Ketiga/
Negara akan memberikan pendidikan dan pelatihan kerja, serta bantuan modal jika memang dibutuhkan.
/Keempat/
Negara akan menyiapkan pendidikan melalui kurikulum di setiap jenjang pendidikan, agar suami-istri paham bahwa pergaulan suami-istri adalah pergaulan persahabatan yang memahami satu sama lain berhak mendapatkan ketenteraman dan ketenangan, masing-masing menjalankan kewajiban. Sehingga meminimalisir terjadinya KDRT dan hal-hal yang memicu perceraian.
/Kelima/
Negara akan menyediakan kecukupan untuk kebutuhan keluarga. Misalnya pengadaan rumah layak huni dengan harga terjangkau, pakaian dan pangan yang cukup dan murah.
Ketahanan keluarga hanya akan terwujud jika islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan melalui institusi.