Oleh: Septiana Nuha Zhufairah
(Aktivis Dakwah Kampus)
Beberapa hari yang lalu baru saja Indonesia digemparkan dengan penemuan Obat Covid19 oleh Kepala Tim Riset Formula Antibodi Covid-19, Professor Hadi Pranoto. Melalui wawancara diakun Youtube dari seorang musisi ternama Anji, ia menyebutkan bahwasannya cairan antibodi Covid-19 yang ia buat mampu mengobati pasien Covid-19 dan telah tersebar dibeberapa daerah di Indonesia. Penemuan cairan penyembuh ini tentu menjadi harapan besar bagi masyarakat, terlebih Prof. Hadi juga menambahkan mengenai murahnya harga swab test virus Corona yang hanya berkisar diharga Rp. 10.000,- hingga Rp. 20.000,-. Harga yang dikatakan ini sangat berbeda jauh dengan harga pasaran test swab Corona yang telah ada dan tersebar diseluruh kota. Sayangnya penemuan ini tidak sejalan dengan informasi yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan RI yang mengatakan bahwa belum adanya penangkal untuk virus ini, bahkan Kemenkes juga menambahkan bahwa seluruh negara sedang berupaya menemukan vaksin yang tepat untuk mencegah virus Covid-19. Tak ayal, penemuan- penemuan cairan penyembuh oleh beberapa pihak diluar intuisi seperti yang dikatakan Prof. Hadi hanya akan menjadi perbincangan hangat bagi masyarakat terutama dikalangan medis Indonesia.
Dilansir dari detikNews.com, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PBIDI) dr. Slamet juga ikut mengecam klaim cairan penyembuh Covid-19 yang diciptakan oleh Prof. Hadi Pranoto. Menurut beliau, pernyataan profesor tersebut adalah pembohongan publik dan akan sangat membahayakan masyarakat bila tersebar luas. Klaim tersebut juga ditepis oleh dr. Slamet dengan mengatakan bahwa Prof. Hadi tidak terdaftar didatabase IDI dan menanyakan perihal uji klinis dari obat tersebut. Adapun pendapat serupa juga didukung oleh ahli biologi molekuler independen, Ahmad Utomo, yang mengatakan bahwa klaim obat haruslah highly regulated yang dikeluarkan oleh badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) agar menjadi standar perlindungan kepada konsumen. Sebelumnya, Kementerian Pertanian RI (Kementan) juga pernah membuat kalung anti Corona yang terbuat dari bahan eucalyptus dan diklaim dapat membunuh 42% virus Corona dalam 15 menit. Namun, hal ini juga ikut dibantah oleh para praktisi kesehatan dan Dekan Fakultas Kedokteran UI yang mengatakan bahwa klaim tersebut berlebihan dan hanya bisa disebut sebagai kalung eucalyptus bukan kalung anti Corona.
Fakta ini tentu menjadi tanda tanya yang besar bagi masyarakat sekaligus renungan bagi para elit petinggi bidang kesehatan. Virus Corona terus saja memakan nyawa, namun semua celah kesembuhan yang ada sudah ditutup oleh para pakar kesehatan Indonesia. Solusi yang telah diberikan pemerintah pun tak juga sesuai dengan harapan. Bukannya menghilangkan ketakutan masyarakat terhadap Covid-19, perdebatan panas mengenai klaim obat Corona ini justru menambah deretan keraguan masyarakat terhadap penanganan kesehatan ditengah pandemi. Masyarakat pun seakan sudah tidak percaya terhadap perkataan para pejabat negara yang dianggap lambat dan tak mampu memberi kebijakan yang tepat dalam menghadapi setiap persoalan. Ditambah lagi mahalnya akses jaminan kesehatan yang harus dibayarkan masyarakat seakan tak sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Jika sudah seperti ini, masyarakat pasti lebih memilih menyelamatkan dirinya masing-masing. Walau ini berarti tak semua kalangan mampu melindungi diri dan keluarganya dari dampak pandemi dikarenakan lemahnya latarbelakang ekonomi.
Tak hanya permasalahan obat/vaksin Corona yang belum juga ditemukan. Disisi lain, kemudahan masyarakat dalam memberikan rasa percaya terhadap klaim obat yang belum teruji klinis haruslah menjadi fokus perhatian pemerintah. Terlebih dimasa pandemi ini sudah banyak kelonggaran aturan pemberian klaim obat-obatan secara gampang. Jika masyarakat terlanjur percaya dan gelap mata untuk melindungi diri dengan cara membeli obat dari pihak yang tidak bertanggung jawab demi meraup keuntungan besar, butkan tidak mungkin kasus ini hanya berujung kepada bertambahnya asumsi dan cerita buruk masyarakat atas penanganan kesehatan di negeri ini.
Sejatinya, ketidak mampuan dalam penanganan kesehatan seperti ini adalah suatu kewajaran dan bukanlah cerita baru pada sistem Demokerasi Kapitalis Liberal. Sejak dulu, sikap materialistis terhadap dunia kesehatan ini sudah bersarang dengan kuatnya didalam individu maupun institusi dunia kesehatan Indonesia. Mulai dari pendidikan bidang kesehatan yang terbilang mahal dan hanya menghasilkan para praktisi kesehatan dengan tarif jutaan. Berikut lemahnya jaminan negara terhadap kesehatan masyarakat yang tak bisa dipungkiri lagi bahwa akses kesehatan tersebut hanya bisa dinikmaati oleh kalangan menengah keatas.
Bukan rahasia umum, jika dunia kesehatan bukan lagi bidang yang dianggap mulia karena menyelamatkan jutaan nyawa. Namun hanya sebuah bidang yang menghasilkan keuntungan materi yang berlipat ganda. Jelas hal ini merupakan buah pemikiran para kapitalis yang hanya menginginkan keuntungan dalam setiap peluang. Mendapatkan kebahagiaan dunia dengan limpahan materi adalah tujuan hidup yang didambakan, mirisnya hal ini dilakukan meski harus menghilangkan rasa perduli terhadap sesama yang harusnya terpatri didalam raga. Naudzubillah!
Kesehatan rakyat merupakan salah satu fokus penting dalam Islam, lantaran persoalan ini berkaitan erat dengan nyawa manusia. Tak hanya kesehatan, sistem Islam juga menjamin pemenuhan pangan dan kebutuhan rakyat. Berikut pendistribusian kekayaan negara yang akan dibagikan kepada rakyat secara merata. Hal ini bertujuan agar tercapainya kesejahteraa rakyat dan terpeliharanya kesehatan. Sistem Islam memberikan perhatian khusus kepada setiap manusia baik itu secara psikis, hati, akal, spritual, dan fisik, serta berpegang teguh pada arahan-arahan Rabbani dalam aspek pemeliharaan kesehatan.
Misalnya saja dalam kondisi pandemi seperti sekarang, tentu kebijakan yang lahir dari Islam sangat berbanding terbalik dengan apa yang dialami negeri ini. Dalam menangani pandemi, sistem Islam akan memaksimalkan ketersediaan alat medis berikut dengan paramedis yang akan disebar secara merata keseluruh wilayah dan pemaksimalam fasilitas serta tempat-tempat yang akan digunakan untuk menampung korban wabah. Penemuan ramuan/obat penyembuhan dari wabah yang ada juga akan dimaksimalkan oleh setiap wilayah untuk memutus mata rantai penyebaran. Selama wabah terjadi, Islam juga telah mengatur Lockdown wilayah secara ketat dan strategis dengan ekstra kebutuhan pelayanan darurat, apotek gratis masyarakat, serta manajemen para spesialis kesehatan yang akan ditugaskan negara dalam menjaga nyawa manusia.
Dalam penemuan obat-obatan, sistem Islam juga telah menetapkan politik obat-obatan dan mendorong cara-cara canggih dalam penemuan obat baru yang dikontrol dan dimotivasi secara langsung oleh pemimpin negara. Para ahli / individu yang berhasil menemukan obat/vaksin atas penyakit tertentu tidak harus bersusah payah mendaftarkan diri untuk melakukan pengujian obat ke badan yang bersangkutan. Melainkan staff Organisasi khusus pemeriksaan obat-obatan yang telah diutuslah yang akan terjun secara langsung dalam memeriksa klaim obat terbaru sebagai tugasnya untuk bertanggung jawab dalam hal ini. Semua ini dilakukan demi memenuhi tanggung jawab negara dalam menjaga keselamatan manusia dari sikap tidak bertanggung jawab atau kecurangan dalam dunia kesehatan.
Sistem kesehatan pada pemerintahan Islam juga akan mengerahkan kekuatan penuh dalam keikutsertaaan sektor kesehatan seperti manajemen perbaikan kesehatan umum yaitu meliputi penjagaan pola makan setiap individu secara gratis oleh dokter dan ahli gizi yang sudah diutus negara, kemudahan dalam mempelajari ilmu kesehatan dan pelatihan rutin dalam peningkatan pengalaman para spesialis yang tersebar diseluruh wilayah, peningkatan sarana dan prasarana kesehatan termasuk dalam hal produksi dan penemuan obat, vaksin, ramuan dan alat medis secara akurat, tak lupa memperhatikan jadwal kerja dokter/tenaga kesehatan, memperhatikan gaji tenaga kesehatan dan memenuhi kebutuhannya dalam peningkatan kinerja. Dan tentunya semua ini akan dilakukan dengan penggunaaan anggaran sektor kesehatan yang selalu tersedia secara independensi dan terkontrol jelas oleh negara. Dengan begini, akan terciptalah pemenuhan dan aktivasi payung jaminan kesehatan yang komprehensif agar semua wilayah dapat merasakan nilai dan perhatian kesehatan yang sama.
Wallahu’alam Bisshawab.