By : Nuril Izzati
Cibinong, Bogor
Lagi. Uni Emirat Arab (UEA) akhirnya menambah daftar negeri muslim yang "berdamai" dengan Israel. Setelah sebelumnya perjanjian damai antara Mesir-Israel pada tahun 1979 dan perjanjian damai Israel-Yordania pada 1994 sudah lebih dulu dilakukan.
Meski sebelumnya Duta Besar UEA untuk Amerika Serikat pada pertengahan Juni lalu menolak langkah Israel melakukan normalisasi hubungan dengan dunia Arab jika menganeksasi wilayah pendudukan Tepi Barat, namun kini kecaman tersebut seolah hanya basa-basi tanpa arti. Nyatanya hanya berselang beberapa bulan setelah kecaman tersebut, perjanjian normalisasi dengan Israel justru disepakati.
Padahal isi perjanjian itu sangat merugikan kaum muslimin khususnya Palestina, sebab walaupun di dalam kesepakatan damai antara Israel dan UEA tersebut memuat klausul yang menyebutkan tentang penghentian pencaplokan wilayah Palestina, namun Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu menegaskan, penghentian untuk menguasai Tepi Barat hanya bersifat sementara, rencana itu tetap terbuka untuk dilakukan dengan berkoordinasi dengan Washington.
Astaghfirullah. Semestinya para pemimpin negara yang mengklaim dirinya seorang muslim tidak akan sudi untuk melakukan perjanjian apapun dengan negara pembunuh kaum muslimin, terlebih melakukan perjanjian damai. Apalagi seperti yang sudah kita ketahui bersama, rekam jejak Israel ketika menyepakati sebuah perjanjian, mereka selalu melanggar perjanjian yang telah mereka sepakati dan akhirnya kaum muslimin hanya bisa gigit jari.
Negeri-negeri muslim seharusnya bersatu padu untuk membebaskan tanah Palestina yang telah dicaplok oleh Israel dengan cara mengerahkan seluruh daya upaya mulai dari pemutusan hubungan kerja hingga pengiriman tentara militer ke tanah palestina untuk membebaskan kaum muslimin disana. Sebab hanya dengan cara itu Palestina bisa dibebaskan dari penjajahan Israel selama-lamanya.