BEGAL DI BAWAH UMUR, SALAH SIAPA?*

Oleh: Tinawati 
(Pegiat Literasi)

MGH, bocah berusia 14 tahun itu hanya dapat tertunduk lesu dan menyimpan wajah menyesal di balik penutup wajah saat dihadirkan di tengah-tengah wartawan. Bocah itu membegal Budi Setiadi, warga Pebayuran, di Kampung Rancamalaka, Desa Hegarmanah, Cikarang Timur. Dia tidak beraksi sendiri, tetapi bersama tiga teman lainnya yang masih buron. MGH mengaku dia hanya diajak oleh ketiga pelaku. Setiap aksi dia menerima Rp300.000 dan uang itu dibelikan pakaian. (bekasi.pojoksatu.id)

Empat belas tahun bukanlah anak di bawah umur, anak seusia itu harusnya sudah baligh. Artinya, sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Harusnya dia bisa berpikir bahwa uang Rp300.000 tak sebanding dengan nyawanya. Namun sepertinya dia belum mencapai tahap berpikir seperti itu.

Hukuman bagi anak-anak yang dianggap di bawah umur sepertinya tak membuat efek jera. Mereka tak malu keluar masuk penjara, justru malah bangga. Dianggap senior dan profesional oleh teman-temannya sesama begal. Ya, beginilah kalau aturan dibuat oleh manusia, hukum dibuat sesuai dengan logika dan pemikirannya semata. 

"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar". (QS Al-Maidah : 33).

Imam As Sa'di menjelaskan bahwa yang dimaksud membuat kerusakan di muka bumi dalam ayat adalah orang yang melakukan teror di jalanan dengan melakukan perampasan atau pembunuhan. (Manhajus Salikin, hal. 243).
Imam As Sa'di menambahkan itu termasuk begal, dan rincian hukumannya sebagai berikut:

1. Begal yang melakukan pembunuhan dan perampasan harta, dia dibunuh dan disalib.
2. Begal yang melakukan pembunuhan saja, wajib dibunuh.
3. Begal yang hanya merampas harta, dipotong tangan kanan sampai pergelangan dan dipotong kaki kirinya sampai pergelangan.
4. Begal yang menteror dan menakut-nakuti orang lain, dia di penjara
(Manhajus salikin, hal 243).

MGH mengaku diajak oleh temannya, dan sudah tiga kali melakukan pembegalan. Ini adalah bukti bahwa pertumbuhan seorang anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Orang tua yang berusaha dengan keras mendidik anaknya, akan sangat kewalahan jika kontrol masyarakat tidak ada, atau ada tapi hanya berdasarkan hukum positif saja. Bukan hukum yang sudah diatur oleh Sang Khalik. Di sini kita butuh peran negara yang mampu memberlakukan aturan itu.

Seorang anak yang menghalalkan segala cara demi memenuhi hawa nafsunya, seperti MGH yang ingin membeli jaket impiannya adalah anak- anak yang sudah dikuasai oleh hormon dopamin. Hormon ini mampu membuat orang bahagia jika kadarnya tepat, dan bisa membuat depresi jika kadarnya kurang. Namun jika berlebihan akan membuat seseorang terobsesi sehingga tidak bisa mengontrol keinginannya.

Pengasuhan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak. Anak yang dekat dengan orang tuanya akan cenderung lebih teratur hidupnya. Berbeda dengan anak yang kurang perhatian, dia akan selalu mencari cara agar diperhatikan. Anak akan cenderung kesepian, dan akhirnya mencari kebahagiaan di luar. 

Masalah kriminal seperti ini tidak tepat jika selalu dikaitkan dengan faktor ekonomi. Apalagi pelakunya adalah anak-anak yang belum punya banyak kebutuhan hidup. Katanya kemiskinan membuat orang melakukan kejahatan, tapi kenyataanya banyak "orang berpunya" juga lebih jahat dari para bandit miskin. Jika memang kemiskinan adalah biang kejahatan, kenapa Rasulullah Salallahu a'laihi wassalam memilih hidup sederhana dan selalu bersama orang- orang miskin? Sejarah mencatat, ketika kepemimpinan dunia dipegang oleh kaum Muslim, kasus kejahatan sangat sedikit ditemukan, karena kesejahteraan mereka akan sandang, pangan, papan dan pendidikan saat itu dipenuhi negara.

Anak-anak seperti MGH yang memilih menjadi begal tidak akan ada jika negara memenuhi kewajiban kepada rakyatnya yaitu sandang, pangan, papan dan pendidikan. Sehingga dalam lingkup keluarga khususnya ibu, akan lebih fokus kepada pengasuhan anak dan keluarganya. Mereka tidak harus banting tulang membantu suaminya bekerja di luar. Seorang suami juga tidak mati-matian hingga terpaksa melanggar perintah Allah demi mencari nafkah untuk keluarganya. Disebabkan oleh mahalnya biaya hidup yang menghimpit.

Berharap kepada negara yang menerapkan sistem kapitalis-sekuler  seperti saat ini memang sepertinya sesuatu yang tak mungkin. Berbagai upaya yang dilakukan tampak sia-sia. Suara-suara rakyat yang menjerit setiap saat tak terdengar mereka. Hanya kepada Allah sajalah sebaik- baik tempat meminta. 

Namun kita sebagai manusia juga harus berupaya mewujudkannya, dengan memperjuangkan penerapan sistem yang benar untuk kehidupan, yang tak lain adalah sistem Islam. Karena hanya sistem Islam sajalah yang memiliki seperangkat aturan yang  sempurna bagi kehidupan. Mengatur dan menjaga setiap aspek kehidupan kita. Karena yang menurunkannya adalah Allah SWT, Sang Pencipta seluruh alam, kehidupan dan alam semesta. Didalamnya terkandung berbagai macam aturan hidup manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi. Semoga Allah segerakan hadirnya sosok pemimpin muslim yang mulia, yang mampu menegakan aturan Allah dimuka bumi, agar kasus seperti yang dialami MGH tidak terjadi lagi.
Previous Post Next Post