Adaptasi Kebiasaan Baru Memicu Cluster Baru?


Oleh: Yulia Ummu Haritsah | Ibu Rumah Tangga & Member AMK

Bulan Juli lalu, telah diberlakukan kembali AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) , setelah sebelumnya diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Bersekala Besar) karena sedang mewabahnya virus Corona yang merupakan pandemic global. 

Begitu lamanya wabah covid-19 mencengkeram bumi. Berawal dari sebuah kota di negara cina yaitu kota Wuhan, seiring berjalannya waktu serta aktifitas masyarakatnya, maka mau tak mau pada akhirnya wabah ini menyebar ke setiap Negara di dunia. Tidak terkecuali negara adidaya Amerika Serikat, hal ini tentu menimbulkan dampak negatif di setiap aspek kehidupan. Begitu pula Indonesia, yang pada awalnya penguasanya sesumbar jika corona tak akan bisa masuk ke Indonesia, namun kenyataannya kini Indonesia kewalahan dalam  menghadapi dan menangani wabah ini. 

 Ironisnya ketika kondisi saat ini masih belum membaik, kasus yang terinfeksi masih bertambah, dan belum layak untuk diberlakukannya new normal, pemerintah malah memberlakukan AKB ( Adaptasi Kebiasaan Baru )  mengajak masyarakat untuk adaptasi dengan keadaan dan kebiasaan yang baru, melakukan aktivitas kesehariannya, dengan ketentuan serta syarat yang mesti sesuai protokol kesehatan.

Pemerintah pun membuka kembali fasilitas-fasilitas umum yang semula  ditutup pada masa diberlakukannya PSBB. Seperti halnya angkutan umum, mall, perkantoran, tempat rekreasi, bioskop dan lain sebagainya kini telah kembali dibuka. Sudah barang tentu hal tersebut akan mengakibatkan banyaknya orang yang berkerumun, meski ada himbauan untuk menjaga protokol kesehatan, namun masyarakat  luas belum terbiasa dengan  memperhatikan protokol kesehatan itu sendiri, sehingga masih banyak  yang abai terhadap hal tersebut. 

Pemberlakuan AKB pasca diberlakukannya PSBB oleh pemerintah, kini telah memicu peningkatan cluster baru di berbagai daerah. Seperti yang dikutip oleh AYO BANDUNG.COM  seorang epidemiolog dari universitas Padjadjaran Bandung Bony Wien Lestari di GOR Saparua Bandung pada hari Jum'at tanggal 7/8/2020 mengatakan bahwa, pasca PSBB dengan diberlakukannya AKB ini justru memicu cluster baru,  dan ini kebanyakan terjadi di cluster perkantoran, cluster keluarga dan cluster tenaga kesehatan  ulasnya .
Begitu pula kepala dinas kesehatan kabupaten Bandung Grace Mediana mengatakan, sejauh ini pihaknya mendata  ada sebanyak 23 ASN kabupaten Bandung teridentifikasi covid-19, dan yang sudah positif terjangkit telah di isolasi semuanya ujarnya. ASN yang terpapar, kebanyakan dari dinas kesehatan,  karena mereka tenaga medis berada di garda terdepan dalam pelayanan kesehatan, tutur Grace. 

Dengan diberlakukannya AKB saat kondisi masyarakat serta komponennya belum siap, pada faktanya justru kasus yang terpapar virus masih meningkat tidak penurunan, bahkan AKB ini menambah cluster-cluster baru penyebaran covid-19 .

Dengan adanya penambahan cluster baru ini tentulah membuat masyarakat semakin cemas, kebijakan AKB ini terkesan dipaksakan, serta mempertaruhkan nyawa dan kesehatan  masyarakat luas, meski penguasa negeri ini berdalih demi memperbaiki pertumbuhan ekonomi yang mulai collapse.

Ini adalah bukti abainya pemerintah dalam melindungi rakyatnya, serta gagalnya pemerintah dalam menuntaskan sebuah kasus, apalagi ini kasus pandemic global, yang menyerang hampir seluruh Negara di berbagai belahan bumi. 

Seharusnya pemerintah bersungguh-sungguh dalam menangani wabah ini, solusi lockdown  pun tak diambilnya, padahal solusi lockdown adalah solusi yang telah nyata terbukti keberhasilannya, dan ini merupakan solusi yang islami. Namun pemerintah hanya terkesan setengah-setengah dalam mengambil kebijakan, karena lebih mementingkan faktor ekonomi di banding nyawa manusia dalam menghadapi pandemi ini. 
Wallahua'lam bisshowwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post