By : Yani Ummu Farras Abiyyu, S.Pd.I
Selama masa pandemi Covid-19, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan proses belajar mengajar daring/online mulai dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (Universitas). Proses belajar daring pun menimbulkan sejumlah kendala. Bagi peserta didik, mengalami kesulitan mengikuti proses belajar daring sebab tidak semua anak didik memiliki fasilitas seperti HP yang bisa dipakai untuk belajar daring. Termasuk kendala jaringan yang kurang mendukung serta biaya membeli kuota internet yang secara otomatis akan menambah beban biaya pendidikan.
Kendala di atas juga dirasakan oleh peserta didik di level perguruan tinggi. Covid-19 telah memberi efek yang besar bagi perekonomian masyarakat. Angka PHK yang tinggi, daya beli masyarakat melemah serta menurunnya pendapatan di sejumlah unit usaha membuat penghasilan warga jadi memprihatinkan. Di sisi lain Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi tetap harus dibayar, ditambah biaya perkuliahan karena program pembelajaran daring/online. Kondisi itu tentu saja menjadi masalah bagi mahasiswa.
Meski pemerintah memberi keringanan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) saat pandemi Covid-19, dengan skema penundaan pembayaran, pencicilan pembayaran, penurunan level UKT dan pengajuan beasiswa, namun tetap saja biaya kuliah masih jadi masalah. (Kompas.com 5/6/2020)
Solusi lain atasi polemik UKT selama pandemi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah dengan menganggarkan Rp 1 triliun untuk program dana bantuan UKT dengan prioritas utama penerima dana bantuan UKT adalah mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (PTS). (Kompas.com 21/6/2020)
Bantuan tersebut pun tak memberi solusi yang berarti, sebab anggaran sekecil itu takkan mampu menyentuh seluruh mahasiwa. Sebab minimnya pendapatkan merata dirasakan oleh seluruh warga tanpa terkecuali. Seharusnya bantuan pemerintah diberikan kepada seluruh mahasiswa, tanpa penetapan syarat dan ketentuan.
Mahasiswa Harus Tuntut Haknya
UKT berdasarkan kebijakan pemerintah yang tetap harus dibayar walau kondisi tengah pandemi menimbulkan protes di kalangan mahasiswa. Meski telah diringankan namun UKT tetap memberatkan mahasiswa. Puluhan mahasiswa Unversitas Brawijaya (UB) melakukan aksi demonstrasi menuntut penurunan UKT di tengah pandemi corona di depan Kampus UB kota Malang, Jawa Timur pada Kamis 18 Juni 2020. (Okezone.com 18/6/2020)
Aksi serupa pun terjadi di kota Jakarta. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta Bersatu melakukan unjuk rasa di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud). Mereka meminta adanya audiensi langsung bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim guna membahas aspirasai mereka terhadap dunia perguruan tinggi. Mereka bahkan melakukan aksi bakar ban. (Detik.com 22/6/2020)
Sementara di Banten, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Mahasiswa UIN Banten melakukan aksi demo menuntut penggratisan UKT di depan Gedung Rektorat UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (BantenNews.co.id 22/6/2020)
Menjadi hak mahasiswa untuk menuntut biaya perkuliahan yang gratis. Sebab hak tersebut telah ditetapkan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Negara sebagai institusi tertinggi memiliki kewenangan untuk memberikan hak tiap mahasiswa untuk kuliah tanpa memberi kesulitan kepada mereka terutama dalam hal pembiayaan apalagi di tengah kondisi pandemi seperti saat ini.
Pemerintah sebagai pengurus urusan rakyat seharusnya tak hanya meringankan, bahkan wajib menggratiskan biaya perkuliahan sebagai tanggungjawabnya menyediakan layanan Pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kuliah Gratis di Indonesia, Mungkinkah?
Ancaman putus kuliah di depan mata para mahasiswa apabila pemerintah tidak mampu memberi solusi yang benar. Dimulai dari memberikan alokasi dana yang memadai untuk membiayai seluruh kebutuhan pendidikan mahasiswa hingga menyediakan sarana dan prasarana memadai dalam rangka menunjang terwujudnya pendidikan berkualitas.
Bagi Indonesia, solusi di atas mustahil bisa diwujudkan oleh pemerintah, sebab kondisi anggaran negara mengalami karut marut. Alih-alih untuk pembenahan pendidikan, untuk penanganan Covid-19 saja pemerintah harus berhutang.
Kuliah murah bahkan gratis bagi rakyat Indonesia hanya tinggal mimpi. Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negara ini menjadikan pendidikan sebagai salah satu aspek yang dikomersialisasikan. Pendidikan tak lagi menjadi layanan dari negara untuk rakyat, tapi menjadi komoditi yang diperjualbelikan. Tak heran bila biaya pendidikan mahal menjadi penyebab utama banyaknya anak bangsa yang tak bisa menimba ilmu di jenjang pendidikan, sebab yang mampu membayar saja yang bisa bersekolah. Sistem pendidikan sekuler ini telah mengamputasi potensi generasi bangsa.
Di satu sisi biaya pendidikan mahal, di sisi lain pemerintah berlepas tangan dalam menjalankan tanggungjawabnya menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyat, alhasil semakin jauhlah generasi dari impiannya menjadi khoiruh Ummah (menjadi umat yang terbaik).
Pendidikan Gratis dan Berkualitas bagi Mahasiswa
Mahasiswa sebagai tombak peradaban memiliki peran penting dalam perubahan dunia. Kesulitan mendapatkan hak dalam pendidikan hendaknya menjadi pendorong semangat para mahasiswa untuk melakukan perubahan khususnya dalam sistem pendidikan. Para mahasiswa harus memahami bahwa sistem pendidikan negeri ini bermasalah sehingga harus ada pergantian sistem pendidikan.
Pendidikan sekuler telah gagal menjamin hak seluruh generasi, bahkan semakin memperburuk layanan pendidikan, sebab orientasi pendidikan sekuler adalah mencetak generasi materialistik, bukan generasi berkualitas. Demikian pula halnya mahasiswa, dicetak sekedar untuk lulus dan bekerja, bukan untuk lulus dan ilmunya digunakan untuk kepentingan umat/masyarakat, agama dan negara.
Mahasiswa sebagai the agent of change, harus mendapatkan layanan pendidikan gratis dan berkualitas. Sebab perubahan bangsa ke arah yang lebih baik ada di tangan mahasiswa. Sikap kritis harus dimiliki oleh mahasiswa agar mampu memikirkan persoalan utama bangsa ini serta mencari solusi dalam mengatasinya. Demikian pula mengambil peran dalam mengontrol pemerintahan dengan berbagai kebijakan publiknya.
Idelaisme mahasiswa seperti itu hanya akan terwujud bila mahasiswa berada dalam dekapan sistem pendidikan Islam. Sebab tujuan dalam pendidikan Islam adalah membentuk generasi pemimpin peradaban, yang tak hanya menguasai sains dan teknologi, tapi juga menjadi hamba Allah yang menegakkan hukm-hukum Islam sebagai solusi atas seluruh persoalan kehidupan.
Layanan pendidikan berkualitas dalam Islam terwujud dengan optimaliasi peran negara dalam membiayai seluruh kebutuhan pendidikan dengan pembiayaan maksimal. Menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan terbaik, serta layanan pendidikan yang memudahkan. Demikian pula jaminan kualitas tenaga pengajar yang mumpuni dan kurikulum pendidikan yang berlandaskan pada akidah islam.
Sedangkan pendidikan gratis akan sangat memungkinkan untuk diwujudkan oleh Islam sebab Islam memiliki mekanisme pengelolaan anggaran negara yang benar. Dengan sumber pemasukan yang stabil dan pengeluaran untuk membiayai seluruh kebutuhan rakyat maka dalam penyelenggaraan pendidikan anggaran termasuk menjadi salah satu prioritas utama. Sebab dalam pandangan islam, pendidikan adalah kebutuhan urgen bagi masyarakat untuk menjamin kecerdasan serta keimanan dan ketakwaan seluruh masyarakat.
Penerapan sistem pendidikan hendaknya menjadi arah perjuangan para mahasiswa agar mereka tak lagi mengalami kesulitan untuk mendapatkan hak mereka untuk belajar. Dengan pendidikan islam sajalah mahasiswa akan mampu mengembangkan potensi dirinya secara leluasa bahkan keberhasilan mereka dalam dunia pendidikan akan mendapatkan reward tinggi dari khilafah sebagai satu-satunya model negara yang mampu menerapkan sistem pendidikan Islam secara praktis dan menyeluruh.