Wisata Dibuka, Mudharat atau Manfaat?

Oleh : Nuni Toid
Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif

Wabah Corona belum berakhir, dunia masih berduka. Begitu pun dengan Indonesia. Namun, dunia mengambil kebijakan new normal. Sebagai salah satu dari solusi penanganan wabah ini, Indonesia pun tidak ketinggalan ikut menerapkannya. Hal ini membuat sebagian masyarakat merasa senang dan bahagia. Tidak ketinggalan tempat pariwisata pun yang selama ini ditutup, kini akan dibuka kembali untuk umum.

Dilansir oleh ayobandung.com, (Minggu, 7/6/2020), meski obyek wisata belum dibuka, namun pengendara menyerbu kawasan wisata selatan Kabupaten Bandung.  Ribuan kendaraan terlihat menuju kawasan wisata di Kecamatan Pasir Jambu, Ciwidey dan Rancabali Kabupaten Bandung. Banyaknya kendaraan yang menuju kawasan wisata Selatan Kabupaten Bandung, sampai terjadi antrian di sejumlah titik. Seperti di persimpangan pasar Ciwidey, Tanjakan Penundaan dan sejumlah titik lain.

Obyek wisata yang dibuka untuk umum di masa pandemi Corona akan menimbulkan banyak permasalahan baru. Di antaranya terjadi penularan dan penyebaran virus Corona yang semakin masif. Apalagi bila tidak disertai penanganan yang khusus. Pengunjung akan semakin banyak dan membludak. Hingga protokol kesehatan pun akan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Memang di masa era new normal ini, dimana masyarakat dituntut untuk hidup berdampingan dengan virus Corona, maka diwajibkan kesadaran yang tinggi untuk menjaga kesehatan. Harus benar-benar mematuhi protokol kesehatan yang telah diperintahkan oleh pemerintah. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang tidak mengindahkan protokol kesehatan ini seperti menjaga jarak, menghindari kerumunan dan memakai masker bila keluar rumah. Apalagi berkunjung ke tempat-tempat yang ramai seperti kawasan pariwisata. 

Masyarakat sepertinya mulai lupa akan sosial distancing, setelah sekian lama berdiam diri di rumah. Maka era new normal dan dibukanya kembali kawasan wisata, mereka mulai  berbondong-bondong memadati tempat wisata hanya untuk sekedar mencari hiburan atau menghilangkan ketegangan akibat pandemi Corona. Masyarakat pun mulai tidak disiplin dan lalai dengan rambu-rambu protokol kesehatan ini.

Seperti diungkapkan oleh Bupati Bandung Dadang M Naser. Ia mengakui jika warganya kurang taat dalam menerapkan protokol kesehatan. Bahkan dia sempat membandingkan dengan warga Jepang yang disiplin. Menurut Dadang selama pandemi COVID-19 sampai ada pemberlakukan PSBB, kesadaran masyarakat Kabupaten Bandung terhadap protokol kesehatan masih tidak maksimal (ayobandung.com, 3/6/2020).

Menelisik beberapa fakta di atas, rasanya belum tepat bila pemerintah membuka kembali tempat pariwisata untuk umum. Sementara pandemi Corona belum berakhir dan pemerintah juga terkesan buru-buru dalam menerapkan kebijakan new normal ini. Semua dilakukan demi memulihkan pertumbuhan ekonomi yang sempat oleng akibat pandemi Corona yang melanda dunia khususnya Indonesia.

Hal ini terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme-sekularisme. Bukannya memberikan jaminan kesehatan dan mengurusi segala kebutuhan rakyatnya yang terdampak pandemi Corona ini. Malah dalam situasi pandemi Corona belum melandai, pemerintah justru membuat gebrakan bagaimana caranya untuk  meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Yang akhirnya di era new normal ini dibukalah kembali pariwisata untuk umum. Kenapa? Sebab sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan negara yang diprediksi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan semakin membaik.

Pariwisata juga merupakan aset penyokong ekonomi, karena sektor ini termasuk penyumbang APBN setelah pajak. Karena pengelola Sumber Daya Alam tak mungkin bisa diharapkan secara penuh, maka pariwisata inilah yang diprioritaskan dan terus digenjot. Selain itu juga, pariwisata banyak dikelola oleh swasta. Tentu saja bila terlalu lama  ditutup, maka pendapatan para pengelola akan semakin minus dan mati hingga lambat laun menjadi miskin. 

Para pengusaha tidak mau mengalami kerugian. Maka ketika diberlakukan kebijakan new normal, mereka  menyambutnya dengan penuh gembira dan  membuka tangan selebar-lebarnya. Tanpa menghiraukan potensi munculnya gelombang kedua Corona yang lebih dahsyat lagi.

Demikianlah dalam pandangan kapitalisme-sekularisme. Pemerintah hanya memperhatikan kepentingan sepihak. Demi keuntungan yang berorientasi pada harta (materialistis), pemerintah memberikan  peluang kembali kepada  para pengusaha (cukong) untuk membuka usahanya, khususnya di sektor pariwisata. Mereka akan mengeruk keuntungan dengan tidak memperdulikan nasib di sekitarnya dan akan melabrak aturan agama demi kekayaan dan kesenangan saja.

Begitu pun dengan sistem sekularisme. Dimana agama dijauhkan dari aturan kehidupan. Halal-haram sudah bukan menjadi patokan lagi. Padahal setiap perbuatan yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak hadapan Allah Swt. Seperti dalam firman-Nya.:

"(Diperintahkan kepada malaikat), "Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah, selain Allah, lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka (di tempat perhentian), mereka akan ditanya. (QS as-Shaffat [37]: 22-24)

Berbeda halnya dengan Islam yang memandang pariwisata bukan tempat untuk bersenang-senang belaka. Namun, pariwisata adalah salah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sekaligus sebagai tempat untuk menjalin keakraban keluarga. Tentunya dengan berlandaskan hukum syara, dan dalam kondisi yang tidak membahayakan masyarakat.

Oleh karena itu, pariwisata bukan prioritas utama apalagi masih dalam situasi pandemi Corona yang belum melandai. Islam akan mengutamakan kepentingan rakyat dengan memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Karena pemenuhan kebutuhan wisata adalah kebutuhan tersier, maka ditunda bahkan dapat ditiadakan oleh negara. 

Disamping itu juga kegiatan berwisata akan mengundang  berkumpulnya banyak orang, akan memudahkan penyebaran penularan virus Corona. Maka lebih baik untuk sementara waktu, sebaiknya pariwisata ditutup kembali sampai wabah ini benar-benar telah berakhir.

Dalam Islam, pariwisata bukan sebagai sumber pendapatan yang utama. Karena Islam memiliki sumber pendapatan yang lain yang lebih besar yaitu dengan mengelola Sumber Daya Alam (SDA). Demikian juga  pendapatan dari kharaj, jizyah, dan yang lainnya sebagai pemasukan bagi APBN.

Jelas sudah bagi yang memahaminya. Ternyata lebih banyak bahaya dan mudharatnya daripada keuntungan bagi masyarakat bila pariwisata dibuka kembali. 

Maka kembalilah kepada Islam. Karena hanya Islamlah yang mampu memberikan rasa aman, tenang dan penuh kebahagiaan. Hingga Allah Swt akan memberikan keberkahan kepada seluruh umat manusia di dunia dan di akhirat kelak.

Wallahu a'lam bishshawab
Previous Post Next Post