Wisata Dibuka karena Negara Tak Solutif Atasi Covid

Oleh : Nurdila F Kamila
Pelajar SMA

Saat ini, beberapa lokasi wisata  telah dibuka kembali setelah sebelumnya ditutup sementara. Beberapa di antaranya mulai dipadati wisatawan lokal. Padahal, angka kasus positif Corona belum menunjukkan penurunan, malah semakin melonjak untuk wilayah luar Jawa Barat.

Entah karena faktor jenuh diam di rumah ataukah karena begitu menggodanya tawaran pengelola wisata sehingga antusiasme warga begitu besar hingga mengabaikan keamanan dirinya dari virus. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari kebijakan pejabat daerah sebagai pemegang aturan di wilayah masing-masing.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung mempersilakan pengelola objek wisata untuk mengajukan sertifikasi aman Covid-19, saat kembali beroperasi di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB). Kepala Disparbud Kabupaten Bandung Yosep Nugraha menjelaskan bahwa sertifikasi tersebut bisa menjadi bukti bahwa suatu objek wisata menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Sertifikasi ini juga bisa memberikan kepercayaan kepada wisatawan saat melakukan kunjungan ke objek wisata di Kabupaten Bandung (pikiranrakyat.com).

Dilansir dari detik.com, obyek wisata di beberapa daerah yang mulai buka kembali di antaranya Saung Angklung Udjo, Wisata Alam Kampung Adat Cirendeu, Emte Highland, Glamping Lakeside, Ranca Upas, Situ Cileunca, Situ Cisanti dan Gunung Puntang, Dago Dream Park, Puncak Bintang, Karang Gantungan dan lainnya.

Ketua DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) Rismanto mengingatkan agar protokol kesehatan menjadi perhatian utama tatkala objek wisata dibuka kembali.
"Saya harap faktor pemenuhan protokol kesehatan menjadi nomor satu yang harus diperhatikan," kata Rismanto saat On Air di Radio PRFM 107.5 News Channel, Sabtu 6 Juni 2020.

"Membuka objek wisata, masjid, dan sekolah harus berdasar aturan yang terkait dengan institusi strukturnya di atasnya. Sehingga dasar pengambilan keputusannya terkait dengan pusat," kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

Sangat disayangkan, pemerintah harusnya memberikan aturan tegas dalam menghadapi musibah pandemi ini. Apalagi dengan kondisi fasilitas medis yang belum memadai, pemerintah justru mendukung  pembukaan area wisata karena keluhan anjloknya ekonomi daerah dari sektor tersebut. Seharusnya krisis ekonomi diatasi dengan menuntaskan dulu biang masalahnya tapi memang begitulah karakter ideologi kapitalis sekuler menangani permasalahan publik. Untung dicari, manfaat diraih. Sementara keselamatan, kesehatan dan nyawa masyarakat itu urusan belakangan.

Berbeda halnya dengan Islam sebagai ideologi hakiki nan sahih. Daulah Islam pun pernah dihadapkan dengan wabah dahsyat, korban berjatuhan tanpa bisa dihindari sementara kondisi saat itu tentu berbeda jauh dengan sekarang secara teknologi. Tersebutlah kisah pada  masa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah mengalami krisis ekonomi yang hebat. Rakyat Daulah Islam kelaparan massal. Yang sakit pun ribuan. Roda ekonomi berjalan terseok-seok. Bahkan sudah sampai level membahayakan. Di antara masyarakat ada yang berani menghalalkan segala macam cara untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya. Bahkan binatang buas pun sampai berani masuk ke perkotaan. Krisis ekonomi ini, sungguh adalah sunnatullah. Bisa dialami oleh sebuah negara. Termasuk Daulah Islam.

Dalam buku The Great Leader of Umar bin Khathab, Kisah Kehidupan dan Kepemimpinan Khalifah Kedua, diceritakan bahwa pada tahun 18 H, orang-orang di Jazirah Arab tertimpa kelaparan hebat dan kemarau. Kelaparan kian menghebat hingga binatang-binatang buas mendatangi orang. Binatang-binatang ternak mati kelaparan. Tahun itu disebut sebagai tahun kelabu. Angin saat itu menghembuskan debu seperti abu. Kemarau menghebat. Jarang ada makanan. Orang-orang pedalaman pergi ke perkotaan. Mereka mengadu dan meminta solusi dari Amirul Mukminin.

Kesigapan Umar bin Khaththab dalam menghadapi krisis patut ditiru. Bagaimana ia langsung memerintahkan untuk dibuat posko-posko bantuan. Kepada rakyatnya yang datang karena membutuhkan makanan segera dipenuhi, bagi yang tidak dapat mendatangi Khalifah, bahan makanan diantar ke rumahnya. Ketika mendapati pemerintah pusat sudah tidak mampu menutupi semua kebutuhan untuk menyelesaikan krisis, Khalifah Umar bin Kaththab meminta bantuan ke daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan. Khalifah Umar langsung mengirim surat dan utusan langsung untuk mengurusi hal ini, agar bantuan segera terkondisikan dan disiapkan. Musibah yang melanda juga membuat Khalifah semakin mendekatkan diri kepada Allah, menyerukan taubat, dan meminta ampun kepada Allah agar bencana segera berlalu.

Dengan demikian, konsep Islam sangat berbeda dengan konsep kapitalis. Islam mengedepankan kemaslahatan umat dengan cara sesuai arahan syara bukan arahan manusia atau pemilik modal. Islam mampu mengatasi resesi ekonomi dengan solusi tuntas bukan solusi abal-abal semisal sekarang. Allah pun memilihkan pemimpin amanah dan mampu menjalankan tugasnya sebagai pelayan sekaligus pelindung manusia sekalian. Maka, mari berbenah menuju Indonesia berkah di bawah naungan penerapan Islam. Wallahu a’lam bish shawab.
Previous Post Next Post