Umat Butuh New Sistem Bukan New Normal

Oleh: Meldawati
 Mahasiswi, di Kota Depok

Musibah Covid-19 yang terjadi dan menyebar hampir di seluruh belahan dunia ini, mengakibatkan aktivitas masyarakat tidak berjalan normal. Dikhawatirkan virus ini menyebar dengan cepat, jika masyarakat tetap berkumpul dan melakukan aktivitas, maka beberapa negara pun mengambil kebijakan untuk mengurangi angka penyebaran. Seperti di Jerman, yang mengambil kebijakan lockdown dan kebutuhan masyarakat ditanggung pemerintah.

Di Indonesia sendiri, penyebaran Covid-19 termasuk yang paling akhir terkonfirmasi, yaitu pada Maret 2020 lalu. Banyak pihak yang menyarankan pemerintah melakukan lockdown untuk menghentikan penyebaran virus corona, tapi pemerintah tidak mengambil langkah ini dengan alasan pertimbangan ekonomi. Kemudian, pemerintah tetap mengambil kebijakan PSBB agar aktivitas ekonomi tetap berjalan. 

Adanya kebijakan PSBB, sebenarnya pemerintah tidak mengambil andil dalam pemenuhuan pokok masyarakat tapi berusaha lepas tangan dalam menjaga kesehatan masyarakat.  Ternyata, kebijakan tersebut pun tidak bisa menyelesaikan masalah, malah menambah masalah. 

Dengan diterapkannya PSBB, korban yang terpapar corona malah bertambah banyak. Maka, tempat-tempat yang menjadi sarana aktivitas ekonomi pun ditutup, seperti mal, perusahaan, termasuk juga sekolah dan masjid. Aktivitas masih bisa dilakukan dan tetap berjalan via online. Seperti belajar mengajar dan sebagainya.

Ternyata, penutupan beberapan sarana tersebut, membuat perokonomian Indonesia di mengalami kerugian besar, bahkan sebagian pengusaha terpaksa gulung tikar. Maka, di bulan Juni lalu, pemerintah pun mengumumkan untuk diterapkan kebijakan new normal. Kebijakan ini diharapkan mampu memulihkan tatanan ekonomi di Indonesia yang sempat amburadul saat kebijakan PSBB diterapkan. Presiden Jokowi pun menyatakan bahwa kita harus berdamai dengan corona.

Namun, pantaskah Indonesia, untuk new normal? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baiknya kita tahu kriteria suatu negara bisa menerapkan new normal itu seperti apa. Menurut  versi WHO ada 6 syarat the new normal di antaranya: Pertama, transmisi Covid-19 Sudah dapat di kendalikan. Ini tentu harus berdasarkan bukti akurat, yaitu dengan berkurang jumlah positif Covid-19.
Kedua, kapasitas sistem kesehatan. Di sini kita tidak hanya bicara rumah sakit saja, tapi juga pelayanan-pelayanan di rumah sakit di negara-negara yang ingin menerapkan new normal, yaitu bisa menguji atau mengindentifikasi Covid-19. Tidak hanya menguji tapi juga mengisolasi, melacak atau mendeteksi (trising contact) dan tentunya punya tempat mengarantina pasien Covid-19.

Ketiga, risiko penularan wabah bisa terkendali. Artinya tidak hanya di tempat-tempat tertentu, tapi juga di tempat keramaian yang berisiko tinggi penyebaran kasus Covid-19. Keempat, pencegahan di lingkungan kerja. Suatu perusahaan wajib menerapkan standar protokol kesehatan, seperti menerapkan fasilitas pencuci tangan dan lainnya.

Kelima, mencegah kasus impor Covid-19. Hal ini bisa dilakukan boleh pemerintah dengan memantau negara yang masuk ke Indonesia. Keenam, melibatkan masyarakat dalam transisi the new normal. Hal ini dilakukan untuk jangka ke depannya.

Itulah syarat, untuk kemudian suatu wilayah bisa untuk new normal. Sedangkan the new normal versi pemerintah ada 3 di antaranya: Pertama, epidemologi. Ini syarat mutlak yaitu pengurangan kasus Covid-19. Kedua, memiliki kapasitas pelayanan kesehatan yang memadai. Ketiga, surveilans. Maksudnya adalah kemampuan pemerintah melakukan jumlah pemeriksaan yang cukup. Artinya tes kesehatan minimal sesuai target pemerintah, paling tidak 10-12 ribu pemeriksaan Covid-19. Namun, faktanya di Indonesia sendiri, fasilitas rumah sakit tidak memadai. Berita positif Covid-19 bertambah dalam masa transisi new normal. 

Dan Indonesia pun belum bisa memenuhi syarat yang di atas tersebut. Hal ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena Indonesia termasuk baru mengalami pandemi corona dan diperkirakan Covid-19 masih dalam puncak penyebaran. Akhirnya masyarakat pun pasrah.

Ini tentu menimbulkan pertanyaan, kenapa bisa pemerintah tetap menjalankan new normal, padahal di lapangan pemerintah belum mampu menekan penyebaran Covid-19? Bisa saja, buktinya, pemerintah melakukan itu semua pertimbangannya adalah ekonomi. Tapi keselamatan rakyat di korban.

Beginilah watak sistem sekuler kapitalis. Sistem yang berasaskan unsur manfaat dan memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini juga hasil dari pemikiran manusia. Manusia pada hakikatnya itu lemah, serba kekurangan dan terbatas. Namun kelemahan manusia tersebut bukan untuk pembenaran mempertahankan sistem ini. 
Terkadang masih ada saja yang mengatakan, "Karena manusia itu lemah, jadi wajar ketika ia menerapkan hukum bisa salah bisa benar.” Ungkapan inilah yang biasa dilontarkan, untuk pembenaran menerapakan sistem kapitalis ini. Justru karena manusia lemah dan sifat terbatas, seharusnya menerapkan sistem yang berasal dari sumber yang menciptakan manusia yaitu Allah SWT, karena Allah tahu kelemahan dan kekurangan manusia. 

Maka Allah SWT tetapkan satu hukum untuk diterapkan di kehidupan kita, termasuk bernegara, yaitu suatu sistem kepemimpinan global. Kepemimpinan dalam Islam adalah sesuatu yang serius dan memiliki tanggung jawab yang besar, karena tujuannya agar membawa manusia kepada keadilan hakiki. Jangan lupa, kepemimpinan itu bagian dari titipan dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Dari Ibnu Umar RA berkata, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…,” (HR Al-Bukhari Muslim)

Sebenarnya di masa pandemi yang umat butuhkan bukan new normal, tapi new sistem. New sistem adalah sistem yang berangkat dari wahyu Allah SWT yang disampaikan melalui Rasulullah SAW untuk seluruh umat manusia. Sistem tersebut adalah sistem Islam. Dengan sistem Islam, senantiasa  kita harus melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Lalu, bagaimana caranya untuk menerapkan new sistem tersebut? Tentu saja yang kita lakukan dengan terus menerus mendakwahkan Islam di tengah umat, karena Islam tidak hanya sekadar mengatur ibadah, tetapi juga sebuah ideologi.  Jika berkehendak, Allah akan membuka hati orang-orang yang berkuasa untuk menerapkan hukum Islam. Hendaknya kita menggantung segala urusan hanya kepada Allah, berharap kepada-Nya. InsyaAllah, Allah akan menolong dengan cara yang tak terduga. []
Previous Post Next Post