UKT New Normal, Solusi Keringanan yang Setengah Hati

By : Maulida Nafeesa M.Si 
(Pemerhati Pendidikan)

Uang kuliah tunggal (UKT) adalah biaya yang harus ditanggung oleh individu mahasiswa setiap semester perkuliahan. Menjelang tahun ajaran baru perguruan tinggi, banyak mahasiswa menunjukkan kemarahannya dengan beban biaya UKT di saat situasi wabah. Mulai dari aksi protes di media sosial sampai aksi turun ke jalan di depan kampus dan kantor mendikbud. Di media sosial, tagar #MendikbudDicariMahasiswa pun menjadi trending twitter saat Juni lalu. Bahkan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Mahasiswa Jakarta (detik.com) pada Senin (22/06/20) melakukan aksi di gerbang utama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Salah satu tuntutan yang mereka ajukan ialah subsidi biaya perkuliahan sebesar 50 persen.

Pandemi corona memberikan efek penurunan ekonomi negara yang sangat dirasakan masyarakat menengah ke bawah. Saat situasi wabah, banyak orangtua mahasiswa mengalami kondisi usaha yang tutup, terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), dan meninggal karena pandemi corona. Tentu ini menambah angka jumlah pengangguran dan kemiskinan masyarakat. 

Belum usai dari sulitnya mencari penghidupan, masyarakat dihadapkan dengan iuran BPJS yang naik, tarif listrik yang naik, sepeda akan dikenakan pajak, bahkan Ujian Tertulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (UTBK-SBMPTN) Tahun 2020 dari situs resmi Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) bahwa peserta yang mempunyai suhu lebih dari 37,5 derajat celcius harus menjalani rapid test dengan biaya tidak murah. Adapun rapid test gratis hanya untuk calon mahasiswa asal kota Jember Jawa Timur.

Pembelajaran daring seharusnya menjadikan biaya pendidikan tidak sepenuhnya. Untuk biaya kebutuhan hidup saja sudah sangat sulit, apalagi di saat yang sama harus membayar kuliah. Kuliah tetap dibayar penuh, ditambah harus membeli paket kuota yang cukup mahal untuk belajar online. Wajarlah jika mahasiswa melakukan aksi untuk menuntut subsidi dan penghapusan UKT. 

Untuk menindaklanjuti tuntutan mahasiswa terkait biaya UKT, Kemendikbud mengalokasikan dana sebesar 1 triliun untuk program dana bantuan UKT. Diungkapkan oleh Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Prof. Ir. Nizam, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri juga telah menyepakati untuk menerapkan 4 skema pembayaran UKT: a) meminta penundaan pembayaran; b) menyicil pembayaran; c) mengajukan penurunan UKT pada level sesuai dengan kemampuan teraktual; d) mengajukan beasiswa jika memang orang tua bangkrut atau jatuh miskin. Selain itu, Pemerintah juga menyediakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah sebesar 400.000. Namun kenyataan di lapangan, banyak orangtua kecewa dengan pelayanan yang ribet untuk pencairan dana KIP di bank. Antrian yang berkerumun karena khawatir tidak mendapat dana KIP, tidak mematuhi physical distancing (suarabaru.id).

Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU PT) yang ditetapkan 13 Juni 2012 lalu kemudian disusul dengan Permendikbud tentang UKT, telah mengikat pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) tetap berada di dalam skema liberalisasi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Sejak itu pemerintah menetapkan kebijakan UKT melalui Permendikbud No. 55 tahun 2013. Hal ini karena liberalisasi sektor pendidikan secara global telah diatur oleh salah satu lembaga yaitu organisasi perdagangan dunia (WTO) melalui prinsip General Agreement on Trade and Tarif (GATT) tentang liberalisasi perdagangan jasa pendidikan.

GATT-WTO, telah memasukkan pendidikan kedalam sektor jasa (komodifikasi), sehingga dapat diperdagangkan. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari kepentingan untuk mendapatkan keuntungan melimpah. Laba bisa di dapat melalui penanaman modal (investasi) di sektor pendidikan secara langsung maupun di sektor-sektor lainnya yang terhubung dengan pendidikan. 

Biaya UKT dikatakan gotong royong dalam membiayai mahasiswa kurang mampu. Dengan sistem level yang dilihat dari penghasilan orangtua mereka. Namun hal ini telah memunculkan keberatan-keberatan di tengah masyarakat. Walapun hal tersebut terkesan baik dan memudahkan pembayaran biaya kuliah, kenyataannya adalah sebaliknya. Dengan sistem pembayaran baru ini, nominal uang kuliah malah semakin bertambah mahal dibandingkan dengan sistem pembayaran sebelumnya. Sebab dalam menghitung besaran nominal UKT sendiri, segala biaya operasional kampus baik biaya langsung (gaji dosen, gaji karyawan, biaya proyektor, biaya listrik, biaya modul, dll) maupun biaya tidak langsung (biaya pemeliharaan gedung, biaya pembangunan fasilitas, dll) kesemuanya akan dihitung. Kemudian jumlah tersebut disebut unit cost yang menentukan UKT itu sendiri. 

Dapat dicermati adanya skema keringanan UKT di saat new normal hanya berlaku selama semester ganjil bukan sepanjang tahun atau selamanya.  Skema penundaan pembayaran dan cicilan UKT juga menunjukkan bahwa pemerintah hanya memberi solusi setengah hati untuk membantu orangtua mahasiswa yang masih membiayai perkuliahan anaknya. 

Konsep keuntungan pun dipakai untuk pendidikan. Seperti Kementrian Agama memberikan mandat agar rektor PTKN (Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri) dapat menjalin mitra atau kerjasama dengan pihak ketiga untuk membantu pembiayaan UKT mahasiswa. 

Adanya keringanan UKT disituasi pandemi corona sebenarnya telah menampakkan wajah buruk penerapan sistem pendidikan kapitalisme yang berdiri dengan konsep keuntungan di atas segalanya. Walaupun pendidikan termasuk kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara, namun negara berpegang teguh dengan ide kapitalis yang menjadikan pendidikan sebagai barang komersil untuk mencari keuntungan. Pendidikan kapitalis menunjukkan bahwa ada uang maka ada fasilitas pendidikan karena tidak ada yang gratis dalam kapitalis. Sistem yang tak manusiawi karena jika tak ada uang maka bersiaplah menahan kebodohan. 

Jaminan Pendidikan Gratis dalam Islam

Dalam Islam sangat memuliakan ilmu sehingga rakyat baik miskin ataupun kaya, semuanya berhak mendapatkan pendidikan setinggi mungkin bahkan secara gratis. 

Islam memberikan jaminan pendidikan secara gratis. Contoh praktisnya ialah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Baghdad pada 861M. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.

Begitu pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada 1167M oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.

Biaya Pendidikan Tanggung Jawab Negara bukan Individu 

Beda dengan kapitalisme, dalam Islam pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara.

Lalu darimana sumber biaya pendidikan Islam sehingga bisa gratis Terdapat 2 (dua) sumber pendapatan baitul mal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu : (1) pos fai` dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Sedangkan pendapatan dari pos zakat, tidak dapat digunakan untuk pembiayaan pendidikan, karena zakat mempunyai peruntukannya sendiri, yaitu delapan golongan mustahik zakat (QS 9 : 60).

Jadi, bukan seperti sistem ekonomi liberal yang justru membuat anggaran negara selalu defisit atau terbelit utang berbunga. Sementara sumber daya milik umat yang begitu melimpah diserahkan kepada swasta dan asing. Dan negara, alih-alih meringankan beban rakyatnya, tapi justru hobi memalak rakyatnya dengan berbagai kebijakan pajak. Walhasil   anggaran biaya pendidikan di sistem Kapitalisme selalu kurang dan dibebankan kepada masyarakat.

Sedangkan dalam Islam, anggaran pemasukan negara sangat jelas sehingga negara dapat menjamin biaya pendidikan untuk setiap invidu masyarakat. Tentunya dengan segala fasilitas pendidikan yang gratis karena hal ini menjadi tanggung  jawab negara secara penuh.
Previous Post Next Post