Oleh: Nurhaniu Ode Hamusa
(Pegiat Literasi)
Di tengah pandemi yang belum juga usai, publik menyaksikan kedatangan TKA asal Negeri Tirai Bambu yang merupakan episentrum Covid-19 di bumi Anoa. Sebanyak 156 didatangkan pada Selasa (23/6). Sementara gelombang kedua sebanyak 105 orang tiba di Bandara Haluoleo pada Selasa (30/6). Totalnya sudah 261 orang dari rencana awal sebanyak 500 TKA. Seluruh TKA yang tiba ini dipekerjakan di dua industri pemurnian nikel, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Morosi, Kabupaten Konawe (Cnnindonesia.com, 06/07/2020).
Aksi protes pun mewarnai rencana kedatangan TKA dan pada awalnya pemerintah Sulawesi Tenggara pun turut menolak namun pada akhirnya menerima. Keputusan ini pun diambil karena daerah tidak boleh bertentangan dengan pendapat pusat.
Kedatangan TKA Cina di negeri ini pastilah mengundang perhatian serius di tengah masyarakat. Lagi-lagi pemerintah menunjukan sikapnya yang pro terhadap kapitalis timur. Hanya karena alasan ekonomi, negeri ini justru menggadaikan nyawa rakyatnya. Inilah kebjiakan buruk yang dikeluarkan oleh pemerintah di tengah permasalahan pandemi virus corona.
Indonesia pun masih tercatat sebagai negara yang memiliki kasus Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara. Alih-alih melindungi rakyat dari penyebaran virus corona, pemerintah malah membuka peluang derasnya penyebaran Covid-19 sebagaimana diketahui Cina merupakan episentrum penyebaran virus corona.
Kekayaan Indonesia yang melimpah ruah pun pengelolaannya tidak sepenuhnya dikelola oleh negara. Rakyat yang harusnya mendapat porsi sebagai tenaga kerja, justru digantikan dengan tenaga kerja asing. Inikah keadilan?
Meskipun banyak rakyat yang berkoar-koar menolak kedatangan TKA Cina, namun pemerintah tetap bersikeras dengan keputusannya. Inilah bukti bagaimana sikap penguasa terhadap rakyat. Akhirnya rakyat makin bingung harus mengadukan ke mana nasib yang mereka alami. Karena kebijakan yang ada seolah minim kepedulian terhadap rakyat. Sebab, pemerintah meleluasakan dan membuka lebar tenaga kerja asal China.
Tentu drama negeri ini cukup menyedihkan. Bagaimana tidak, kasus pengangguran terus menggunung, namun TKA terus membanjiri negeri ini dan mendapatkan pekerjaan dengan mudahnya.
Jika klaim pemerintah atas berdirinya berbagai industri adalah untuk menambah lapangan kerja bagi masyarakat lokal, tentu hal tersebut bertolak belakang dengan realita yang tejadi saat ini. Sebab, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah 60 ribu orang.
Tampak cengkraman China di negeri ini begitu kuat. Begitupun dalam situasi pandemi sekarang ini pemerintah tidak mampu menahan masuknya TKA. Walau pemerintah pusat telah menyatakan TKA yang masuk sudah sesuai dengan prosedur, dengan narasi yang dibangun bahwa “kita tidak mampu mengelola kekayaan kita sendiri” atau “ dengan investasi maka lapangan pekerjaan akan terbuka seluas-luasnya. Benarkah demikian?
Jadi kebijakan mendatangkan TKA akan membuka peluang besar bagi tenaga kerja lokal untuk mendapatkan pekerjaan tentu baiknya dikaji ulang. Sebab, pengangguran di negeri ini tidak sedikit dan hal itu membuat rakyat tidak hanya bersaing dengan tenaga kerja lokal, namun juga dengan TKA.
Namun apa mau dikata, inillah salah satu konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme. Di mana dalam sistem tersebut para kapital atau para pemilik modal berhak menguasai kekayaan alam yang sejatinya milik rakyat. Padahal sumber daya alam seperti tambang harusnya dikelola secara mandiri oleh negara untuk kepentingan rakyat. Sehingga dari pengelolaan tersebut dapat dijadikan pemasukan negara dan mendanai berbagai pembangunan atau pembiayaan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sektor lainnya.
Untuk itu, perlu mengakhiri dominasi sistem kapitalisme di negeri ini. Karena sistem ini yang membuat rakyat terlantar. Sebab, segala kesenjangan hidup dan berbagi problematika akut yang mendera negeri sampai hari ini belum dapat terselesaikan dengan baik dan tuntas.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam sistem Islam negara akan menciptakan roda perekonomian yang mandiri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan manusia di dalam negeri termasuk menghindari perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.
Pengelolaan sistem keuangannya juga berbasis syariah, di mana kebijakan-kebijakan yang diambil akan mengantarkan pada kesejahteraan seluruh rakyat. Dari hal itu tentu tidak akan didapati rakyat yang mengemis pekerjaan dan berbagai problematka ketenagakerjaan seperti yang ditampakan oleh sistem kapitalisme saat ini.
Dalam sistem Islam pun akan menangani masalah ketenagakerjaan, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan, memfasilitasi setiap keterampilan rakyat, termasuk menyediakan modal bagi kebutuhan rakyat. Karena hal tersebut merupakan kewajiban yang diperintahkan oleh syariat. Negara juga tidak dibenarkan untuk berlepas tangan dalam mengurusi rakyatnya.
Selain itu, dalam Islam haram bagi asing untuk menguasai dan menjarah kekayaan milik rakyat. Begitu juga melarang asing menguasai aset milik negara, apalagi memberi jalan bagi asing untuk mnguasai kaum Muslimin.
Oleh karena itu, selama negeri tercinta ini tidak mencampakkan sistem kapitalisme, maka selama itu pula rakyat sulit mendapatkan kesejahteraan. Karenanya, saatnya mengambil aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan. Sebab yang lebih tahu mana aturan yang baik untuk manusia adalah yang menciptakan manusia, yakni Alah swt. Sebab, manusia sifatnya lemah dan terbatas. Sehingga kebijakan yang dibuat jika tanpa landasan yang bersumber dari-Nya, maka dapat menimbulkan pertentangan di tengah-tengah masyarakat. Wallahu a’lam.