'Senses' Ada Kala Islam Terterap di Dunia

Oleh: Mulyaningsih, S. Pt
(Pemerhati masalah anak, remaja dan keluarga)

Waktu terus berputar, tanpa kita sadari Juli telah menyapa kita. Berbagai kejadian silih berganti mewarnai rona dunia. Satu hal yang masih saja menjadi topik pembahasan di semua kalangan usia. Ya, kasus pandemi yang masih saja hidup berdampingan dengan kita. Bahkan berita yang selalu ada ialah up date kasus terinfeksi Covid-19. Tak hanya menghiasi berita nasional, namun internasional pun mengabarkannya. Hampir semua negara dibuat keok oleh makhluk kecil bernama 'Corona' (Covid -19) ini.Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pun belum mampu untuk menanggulangi atau menekan jumlah manusia yang terinfeksi Covid-19. 

Melihat perkembangan kasus corona ini, sampai-sampai membuat marah orang nomor satu di negeri ini. Beliau melihat bahwa 'senses' yang harusnya terlihat pada para menteri, ternyata tak mencuat atau hilang bak ditelan bumi. Sontak saja hal itu membuat marah presiden. Hal tersebut tampak pada saat pembukaan sidang kabinet pada Kamis (18/06/2020). Presiden meluapkan rasa kesalnya karena kinerja para menteri yang kurang memuaskan. Kemudian meminta para menteri membuat kebijakan luar biasa (extraordinary) untuk menangani krisis akibat pandemi Covid-19. Jika para menteri membuat kebijakan biasa saja seperti kondisi normal maka Jokowi mengancam akan merombak kabinet (reshuffle). Kinerja sejumlah sektor mendapat sorotan. 

"Ini harus extraordinary. Perasaan ini harus sama, kalau ada satu saja berbeda bahaya. Jadi tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, suasananya harus suasana krisis. Jangan kebijakan biasa-biasa saja, anggap ini normal. Apa-apaan ini," katanya dengan nada tinggi. Selain kurangnya senses of crisis, Presiden juga mempersoalkan belanja kementerian yang belum memuaskan. "Laporannya masih biasa-biasa saja. Segera belanjakan sehingga konsumsi akan naik dan peredaran uang akan makin banyak," katanya. (katadata.co.id, 28/06/2020)

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara terkait dengan kondisi pandeminyang masib melanda negeri ini. Beliau mengatakan bahwa, kebijakan stimulus fiskal untuk penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) menghadapi 'musuh baru'. Permasalahan ini terjadi di level operasional dan proses administrasi. Antara lain:
1. Akibatnya penyerapan belanja belum maksimal
2. Pembayaran tenaga medis jadi terhambat
3. Beberapa sektor dengan penyerapan belanja di atas 10 persen
4. Strategi perbaikan Kemenkeu

Upaya untuk melawan musuh tersebut antara lain dengan melakukan identifikasi faktor penghambat eksekusi dan merumuskan strategi akselerasi eksekusi, khususnya untuk penanganan kesehatan, dukungan bagi UMKM dan insentif dunia usaha. Pemerintah juga akan mempercepat penyelesaian regulasi dan simplifikasi prosedur administrasi serta mendorong efektivitas komunikasi publik agar kebijakan ini dapat lebih optimal. (Idntimes.com, 27/06/2020)

Melihat realita yab terjadi di negeri ini sungguh membuat hati sedih dan tersayat dengan luka yang bertubi-tubi. Tentulah harus menemukan titik point yang memang harus dirubah dari negeri ini dan dunia tentunya. Negara dalam hal ini penguasa harus mengerti benar akar persoalan yang mestinya dicabut, agar tak menimbulkan persoalan cabang lagi. Cukuplah kondisi karut marut dalam penanganan pandemi selama ini. Terlebih, selalu rakyat yang menjadi korbannya. 

Semua ini patut diduga karena sistem kapitalis sekular yang dibalut dengan liberalisme telah mengakar kuat dalam nadi negeri ini. Kebijakan yang terlahir belum mampu menyelesaikan segala persoalan kehidupan manusia, terlebih pandemi ini. Ditambah lagi orang-orang yang duduk dalam kursi pemerintahan tidak ahli di bidangnya. Maka wajar jika rakyat menilai kinerja mereka buruk. Hal ini semakin membuka mata dan hati kita bahwa sistem ini gagal untuk menciptakan sejahtera di antara seluruh rakyat. Hanya mengedepankan rakyat golongan Borjuis saja. Apalagi terbukti bahwa 'senses' itu hilang pada diri-diri orang yang memiliki jabatan. Padahal kondisi pandemi seperti ini, harusnya rasa itu mencuat dan terawal hadir dalam nadi mereka. Namun kenyataan amatlah berbeda, masalah individu alias golongan lebih diutamakan ketimbang mengurusi urusan rakyat.

Pandangan dan 'Senses' dalam Islam 

Islam adalah sistem aturan hidup yang sangat lengkap dan sempurna. Semua lini kehidupan manusia, Islam punya aturannya. Begitu juga dengan pengaturan pola hubungan manusia dengan Rabb nya, dirinya sendiri dan dengan sesama, Islam juga punya aturannya. Hal yang terkait dengan masalah pandemi seperti sekarang ini, Islam juga punya role bagaimana untuk mengatasinya dengan segera. 

Tentunya hal pertama yang harus dicermati adalah pada pemimpin disuatu negeri beserta sistem apa yang dijalankannya dalam memimpin rakyatnya alias umat. Di dalam Islam, seorang pemimpin harus mengetahui benar pondasi apa yang harus ia pegang erat-erat ketika memimpin. Karena hal tersebut akan erat kaitannya dengan proses menjalankan roda pemerintahan. Tentulah keimanan dan ketakwaan yang harus menjadi pondasi bagi seorang pemimpin untuk menjalankan roda pemerintahan negaranya. Diatas pondasi itulah kemudian memunculkan berbagai kebijakan yang nantinya akan diberlakukan. Jika keimanan dan ketakwaan tadi mengkristal dalam diri seirang pemimpin, maka ia tak akan pernah melepaskan segala sesuatunya dari Islam. Ia akan selalu terikat pada Islam dan hukum syara. 

Dengan keimanan tersebut maka pemimpin akan selalu merasa diawasi dan mengerti akan amanah yang ada di pundaknya. Meyakini benar bahwa nanti ada proses pertanggungjawaban atas segala tindak tanduknya selama di dunia. Dengan begitu, maka seorang pemimpin akan selalu berada dalam koridor hukum syara sebagai acuannya. Sebagaimana tergambar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar, ia berkata pada suatu malam di waktu sahur saya mendengar ia (Khalifah Umar) berdoa “Ya Allah, janganlah Kau binasakan Umat Muhammad saat aku menjadi pemimpin mereka”.

Hadist di atas benar-benar membuat kita takjub terhadap sosok pemimpin. Ia begitu peduli dan bertanggung jawab terhadap orang-orang yang dipimpinnya. 'Senses' itu seketika muncul dalam diri pemimpin walaupun musibah belum datang pada negeri yang ia pimpin.

Sebagaimana yang pernah tercatat dalam kegemilangan ketika Islam diterapkan dalam kehidupan manusia. Adalah sebuah institusi yang mampu menghadirkan perisai bagi umat. Khilafah, itulah institusi yang mampu menghadirkan sosok pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya tanpa tebang pilih. Baik sedang dilanda sebuah musibah ataupun tidak. Karena pemimpin yang terbentuk akan menjunjung tinggi keimanan dan ketakwaannya sebagai bekal ia memimpin. Akidah Islam menjadi sandaran dan tempat bertanya ketika ada permasalahan yang muncul. 

Begitpula dengan skala prioritas, menjadi hal utama dalam sistem ini, apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Ketika ada wabah pandemi seperti sekarang ini, maka negara harus bersikap cepat, tepat, tanggap dan serius. Tentunya sembari terus meningkatkan keimanan rakyatnya, bahwa ini adalah qadha Allah Swt. 

Dalam sejarah penerapan Islam pernah merasakan hal yang sama. Merasakan pandemi di saat kepemimpinan Khalifah Umar ra. Sebagaimana diceritakan dalam buku The Great Leader of Umar bin Khattab, diceritakan bahwa Khalifah Umar ra. langsung memerintahkan untuk membuat posko-posko bantuan. Namun, ketika melihat kondisi keuangan Baitul Mal tidak mencukupi maka beliau segera mengirim surat untuk meminta bantuan kepada para gubernur yang berada di wilayah atau daerah bagian kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan. Berbagai kiriman bantuan pun akhirnya datang dari berbagai penjuru wilayah Khilafah, seperti Mesir, Syam, Irak, dan Persia.

Salah satunya dari Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.

Begitulah tindakan cepat, tegas dan tepat serta role yang tercipta kala Islam hadir dalam kehidupan manusia. Dengan sendirinya 'senses' itu mengemuka tanpa disuruh-suruh atau disampaikan oleh orang lain. Itulah tabiat yang muncul kala Islam telah mengkristal dalam ada-dada pemimpin Muslim. Cepat, tanggap, tangkas dan tepat dalam hal kebijakan menjadi pola yang tergambar nyata. Terbukti dengan sigapnya seorang pemimpin mengambil langkah-langkah nyata untuk penyelesaian masalah pandemi. Ditambah koordinasi yang dinamis dan baik antara pusat dan daerah membuat penyelesaian masalah menjadi cepat. Begitu menarik untuk kita dalami, pelajari dan amalkan dalam kehidupan. 

Amatlah berbeda dengan kondisi sekarang, dimana kebijakan yang ada tampak tarik ulur ditambah koordinasi yang belum sejalan antara pusat dan daerah membuat pelik keadaan. Di sisi lain negeri-negeri Muslim saat ini terpisah oleh masalah teritorial belaka. Kita tersibukkan oleh perbatasan wilayah yang membuat jarak pemisah nyata diantara kaum Muslim. Ditambah lagi dengan sistem yang diterapkan sekarang adalah kapitalis berbalut sekular akhirnya membuat masalah-masalah yang ada menjadi lebih sukar untuk diselesaikan. Sistem sekarang tentunya tidak benar-benar untuk meriayah orang-orang yang dipimpinnya. Kemudian kepentingan rakyat di bawah kepentingan para kapitalis (Borjuis).

Pemimpin dalam Islam sangat sadar akan tanggung jawabnya dan bahwasanya segala kebijakan yang diambilnya akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Pemimpin seperti Khalifah Umar ra. hanya dapat diperoleh dalam sistem yang bersandar pada ketaatan pada Allah. Amat berbeda sekali dengan gaya kepempinan yang tertuang dalam sistem kapitalis sekular ini. Jabatan dan kekuasaan menjadi prioritas utama sementara masalah rakyat disingkirkan. Sehingga realitasnya bisa kita rasakan sekarang, apalagi saat ini negeri masih dilanda pandemi. Kembali, rakyat harus menelan pil pahit di saat sistem yang diterapkan bukan berasal dari Islam.

Dari sisi sistem ekonomi Islam sebagai penyokong berjalannya roda pemerintahan, maka regulasi yang digunakan tak terlepas dari hukum syara memandang. Negara akan seutuhnya menerapkan sistem ekonomi yang berasal dari Islam tanpa pilih-pilih. Sehingga otoritas negara benar-benar dapat dikendalikan. Sebagai contoh adalah negara berkewajiban untuk mengelola sumber kekayaan alam dan membagikan hasilnya kepada rakyat. Dari sanalah akhirnya negara mampu untuk memberikan pelayanan terbaik kepada umat. Bahkan mampu menyelesaikan persoalan seperti sekarang ini. Memasok berbagai kebutuhan yang diperlukan baik bagi para medis ataupun rakyat.

Begitu rindunya akan sebuah sistem yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia, yaitu khilafah. Nyawa rakyat menjadi hal utama yang diperhatikan. Semoga kita akan merasakannya. Tentunya seluruh kaum muslim harus berjuang agar sistem tersebut segera hadir di tengah-tengah kita. Wallahu a'lam [ ]
Previous Post Next Post