Oleh : Susi
Sebanyak 37 pasangan anak di bawah umur diduga menggelar pesta seks di kamar hotel. Mereka terjaring razia di hotel saat lagi asyik bercumbu. Selain pelaku, juga diamankan barang bukti sekotak kondom dan Obat Kuat bahkan ada yang menenggak minuman keras. Penangkapan puluhan ABG itu dilakukan tim gabungan TNI-Polri bersama pemerintah Kecamatan Pasar Kota Jambi.
Razia dilakukan untuk membersihkan penyakit masyarakat (pekat) sehingga tercipta situasi yang kondusif. Dalam operasi itu, banyak yang terjaring anak-anak remaja di bawah umur. Mereka menyewa kamar hotel. Sangat miris sekali.
Laki-lakinya umur 15 tahun, ada perempuannya umur 13 tahun. Kita temukan ada 1 perempuan 6 laki-laki di satu kamar,” kata Camat Pasar Kota Jambi, Mursida, Kamis malam (9/7/2020).Mursida mengatakan, total ada 37 pasangan muda mudi yang kedapatan berada di sejumlah Kamar Hotel.
Dalam satu kamar tersebut bahkan ada didapatkan 1 orang perempuan dengan 6 laki-laki. Mursida menyebutkan, penertiban tersebut dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat bahwa banyaknya remaja yang menggunakan kamar hotel saat ulang tahun. Di hotel Ceria itu ada ditemukan remaja yang ulang tahun berpesta.Itu sangat miris.
Mereka merayakan ulang tahun, kita temukan alat kontrasepsi dan Obat Kuat. Sangat miris,” jelas Mursida. Dari banyak razia yang dilakukan, malam ini begitu menyedihkan. Memang malam ini memecahkan rekor, anak di bawah umur semua yang terjaring dalam penertiban.
Puluhan pasang anak muda itu, kata Mursida, terjaring dari berbagai tempat, di antaranya hotel hotel dan wisma. Kami akan panggil orangtua anak-anak di bawah umur itu. Kita suruh mereka bikin pernyataan," kata Mursida.
Belakangan ini, berita seperti di atas semakin kerap mewarnai layar kaca.Tidak menutup kemungkinan jumlah remaja yang terjebak tindak asusila jauh lebih mengerikan. Jelas, ini sangat mengkhawatirkan. Mereka seharusnya sedang sibuk merenda asa. Bukan terjebak pergaulan bebas yang bisa menghancurkan masa depan.
Pergaulan bebas kian mengganas sejak impor paham liberal semakin diberi ruang. Apalagi jika bisa mendatangkan keuntungan. Berbagai media gencar menyuguhkan dunia kebebasan. Sebut saja dunia perfilman, drama tv, musik maupun majalah. Dunia teknologi juga tak ketinggalan memberikan akses bebas tanpa batas.
Sejumlah aplikasi baca dijadikan sarana mengeksplor pergaulan bebas. Video porno pun masih dengan mudah merajalela.Demi sebuah keuntungan, perkembangan teknologi lepas dari pengawalan. Bahkan di jam rawan ada sinetron yang menggambarkan kecelakaan (hamil di luar nikah) akibat kebablasan.
Komisi penyiaranpun meloloskan, karena dianggap sebagai salah satu sarana edukasi sex. Fakta yang justru membuat mulut kian tercekat.Pernyataan WHO dijadikan sebuah pembenaran. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pendidikan seks adalah salah satu di antara beberapa cara mencegah kematian akibat aborsi tidak aman, atau aborsi ilegal.
Pegiat kebebasan juga terus gencar menyuarakan. Padahal pernyataan WHO tak lepas dari pandangan orang-orang yang berada di dalamnya. Barat beranggapan bahwa kebutuhan biologis harus disalurkan. Jika tidak, bisa menimbulkan kematian.Jelas hal tersebut tidak terbukti kebenarannya.
Faktanya, kebutuhan biologis (ghzah nau’) aaripabila tidak disalurkan hanya menyebabkan keresahan dan tidak menimbulkan kematian. Karena penyebabnya berasal dari luar tubuh.Untuk menangkalnya bisa dilakukan dengan mengalihkan perhatian dan menjauhkan segala sesuatu yang dapat merangsang perbuatan zina.
Paham sekuler yang bercokol kian memperparah terjadinya pergaulan bebas. Menjauhkan kaum muslim dari ajarannya. Apalagi dalam sistem ini perbuatan zina bukan dianggap kejahatan. Sehingga pelakunya bebas dari hukuman. Mereka hanya akan diberi arahan dan kedua orang tua dipanggil sebagai penjamin. Atau paling mentok pasangan tersebut akan segera dinikahkan. Sehingga, meskipun tertangkap tidak akan menimbulkan efek jera.
Alhasil kejadian serupa terus saja berulang. Berbeda dengan Islam yang menempatkan zina sebagai kejahatan. Maka pelakunya harus diberi sanksi. Jika belum menikah harus dicambuk seratus kali. Apabilatelah menikah pelakunya dihukum rajam sampai mati. Hal ini jelas akan menimbulkan efek jera.
Sehingga ketika ingin melakukan perbuatan zina akan berpikir seribu kali. Hukuman ini hanya bisa dilakukan oleh sebuah negara. Dimana dalamnya diterapkan peraturan Islam secara menyeluruh. Namun negara juga memiliki tanggung jawab untuk menutup peluang kemaksiatan. Salah satunya menerapkan aturan dalam berinteraksi.
Seperti menutup aurat, tidak bertabaruj,larangan berkhalwat atau pun ikhtilat yang tidak dibenarkan oleh syariat. Islam juga menutup segala akses yang bisa membuka peluang kemaksiatan. Maka ketika upaya pencegahan telah dilakukan tetapi masih ada pelanggaran syariat.
Para pelaku harus dijatuhi hukuman. Tidak peduli mereka masih remaja. Karena dalam Islam ,baligh merupakan batas usia untuk menerima konsekuensi atas sebuah perbuatan.Wallahua’alam bishshawab.