Propaganda di Balik Sinetron Romantis


     Oleh: Desi

Dikisahkan Dua sejoli berstatus pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjalin cinta. Suatu ketika saat pulang sekolah hujan turun dengan lebatnya, hingga keduanya terpaksa harus berteduh disebuah gedung tua. Mereka pun melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan anak remaja. Singkat cerita dari kejadian tersebut keduanya menikah di usia yang masih muda.

Begitulah kira-kira alur cerita sebuah sinetron “ Dari Jendela SMP” yang baru saja tayang di sebuah stasiun televisi swasta . Sinetron semacam ini merupakan satu dari sekian banyaknya sinetron miskin mutu yang menghiasi layar kaca di negeri ini, sebut saja sinetron “Anak Jalanan”, “Ganteng-ganteng Srigala”. Selain itu dalam dunia perfilman juga hadir film bernuansa sex bebas seperti “SIN”, “Dua  Garis Biru” serta masih banyak lagi.

Sontak saja tayangnya sinetron dan film yang menyelipkan nilai seks bebas ini menuai berbagai kritik dari kalangan masyarakat, tidak sedikit yang pro dan ada juga yang kontra. Kalangan yang pro berdalil bahwa tayangan seperti ini merupakan bentuk edukasi pendidikan seks kepada para remaja agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Sementara yang kontra menganggap tayangan semacam ini justru akan membahayakan generasi bangsa. Mereka akan menganggap perbuatan menyimpang ini sebagai gaya hidup modern yang sah-sah saja jika dilakukan atas dasar suka sama suka.

Benarkah ada tujuan tulus untuk menyelamatkan generasi dari pergaulan bebas dengan tayangnya sinetron seperti ini. Atau justru sebaliknya, ada misi terselubung untuk menghancurkan generasi berkedok sinetron romantis?

Jika dengan tayangnya sinetron seperti ini dijadikan sebagai bentuk edukasi menghindari seks bebas, maka semestinya akan ada outputnya berupa penurunan angka seks bebas dikalangan remaja. Namun fakta berkata lain. Komnas Perlindungan Anak (KPAI) berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan melakukan survei di berbagai kota besar di Indonesia menyatakan sebuah data bahwa 62,7% remaja di Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. Mengejutkan, sebuah aib bagi bangsa dengan populasi muslim terbesar.

Mirisnya lagi, kejadian ini berujung dengan upaya aborsi. Perbuatan yang  merupakan penyimpangan baik dimata masyarakat umum maupun agama.  WHO merilis setiap tahunnya ada 56 juta kali aborsi dilakukan. Dan sekitar 2 juta lebih kasus aborsi di Indonesia turut ambil bagian. Dan jika dipilah lagi ternyata sebanyak 30% nya para remaja terlibat melakukan aborsi tersebut.

Secara sosiologis media massa merupakan salah satu agen sosialisasi bagi seorang individu setelah keluarga, teman sepermainan dan lingkungan sekolah. Peran media massa disini begitu besar dalam mensosialisasi nilai dan norma yang bisa membentuk persepsi dalam benak seseorang untuk bersikap dan bertingkah laku.

Mudahnya akses terhadap media sosial menyebabkan siapapun dapat dengan bebas melihat, membaca dan mendengar hanya dengan sentuhan jari-jemari, tidak peduli apakah itu berdampak positif atau negatif. Siapapun akan sepakat betapa sulitnya mendidik generasi saat ini, terlebih bagi mereka yang berstatus sebagai orang tua. Mereka kewalahan dan senantiasa diliputi rasa was-was akan anak-anaknya dari berbagai bahaya yang selalu mengintai seperti narkoba, tawuran, hingga seks bebas.

Namun jeritan hati para orang tua ini tak akan pernah didengar oleh media-media yang berada dalam sistem kapitalis. Mereka hanya peduli dengan bagaimana menarik massa dengan menyuguhkan tayangan yang akan menaikkan rating mereka tanpa peduli dengan kualitas tayangan yang disuguhkan, sehingga bermunculanlah tayangan-tayangan miskin nilai perusak generasi.

Kondisi ini diperparah dengan abainya peran negara dalam menjaga dan melindungi generasi bangsa dari paparan negatif industri perfilman ini. Terbukti dari banyaknya undang-undang anti pornografi yang diterbitkan tak memberikan efek jera bagi produsen nakal untuk mengeluarkan film-film bernuansa seks bebas.

Kondisi ini akan terus berlanjut apabila tidak ada perubahan mendasar yang kemudian mampu mengganti semua aturan kehidupan yang batil ini dengan aturan yang berdasarkan tuntunan wahyu ilahi yakni sistem Islam yang terbukti mampu menjaga akidah  umat, sehingga terhindar dari perilaku tercela. Karena hanya dengan khilafahlah aturan Islam itu dapat diterapkan secara sempurna hingga ke tataran kehidupan bernegara.

Islam akan mencegah dan akan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku-pelaku kemaksiatan dan agen-agen yang memfasilitasi kemaksiatan tersebut. Pencegahan ini dilakukan dalam upaya membendung siapapun yang berani mempropagandakan kebatilan baik itu secara langsung maupun media massa. Adapun pemberian sanksi yang tegas akan dikenakan kepada mereka yang secara jelas melakukan kemaksiatan sperti hubungan seks bebas maupun pihak-pihak yang dengan sengaja membuat atau menyebarkan konten-konten yang merusak.

Peran media massa didalam negara Islam akan dipergunakan untuk penyebaran dakwah Islam dengan  konten-konten bermutu. Hal ini bertujuan untuk mendidik generasi dengan pemahaman Islam. Sehingga media didalam Islam akan mampu berperan sebagai agen sosialisasi pencetak generasi yang unggul dan bertakwa.
WalkWal a'lam
Previous Post Next Post