PPDB Zonasi, Mimpi Optimalisasi Hak Pendidikan

By : Nurmawilis Nasution, S.Pi

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jakarta sudah dibuka sejak tanggal 20-27 Juni, namun hal ini menuai konflik bagi orangtua murid. Pasalnya jalur prestasi non akademik didahulukan pada tanggal 15 Juni 2020 yang notabene nya memprioritaskan usia. Sehingga sebagian besar orangtua murid melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur  DKI Jakarta memprotes aturan PPDB zonasi di wilayah Jakarta. (Kompas.tv/27/06/2020)

Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta PPDB DKI tahun ini dibatalkan atau diulang. Alasannya kebijakan batas usia yang diterapkan Dinas Pendidikan DKI dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019.

Komnas Anak mendapat banyak laporan terkait syarat usia tersebut. Imbasnya banyak siswa yang tidak mendapatkan sekolah padahal siswa tersebut memiliki nilai akademik yang tinggi.

Hal tersebut juga berdampak pada kondisi psikologis anak, yang menjadi tidak percaya pada pemerintah karena merasa sia-sia telah belajar keras. (Vivanews/28/06/2020)

Tak hanya warga DKI, daerah lain pun mengeluhkan PPBD zonasi yang banyak kendala. Baik karena faktor teknis, seperti kesulitan jaringan internet, persoalan akun, tak mendapatkan verifikasi dari sekolah dan sebagainya maupun tekait aturan zonasi. Alih-alih mendapatkan sekolah yang diinginkan sebab aturan yang kian tak memberikan solusi akan hak pendidikan rakyat.

Mengutip pernyataan tertulis Nelson (LBH Jakarta)  menyebutkan  persebaran sekolah yang tidak merata dan infrastruktur yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor munculnya problem dalam penerapan sistem zonasi. Untuk itu, Nelson berharap pemerintah juga harus memastikan ada pemerataan kuantitas, kualitas, sarana dan prasarana hingga tenaga pengajar di sekolah-sekolah. (news.detik.com/28/0602020)

Hal ini tentu sulit diperoleh pada sistem kapitalis saat ini sebab peran negara dalam pendidikan saat ini hanya sebagai regulator juga fasitilator. Sehingga swasta lah yang mengambil alih sebagai operator (pelaksana) pendidikan. Alhasil rakyat harus merogoh kocek sebab mahalnya pendidikan sekolah swasta.

Berbeda halnya dengan sistem pendidikan dalam pemerintahan islam, seorang kepala negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara. Menjamin kualitas maupun kuantitas sekolah. Sehingga terwujud pemerataan pendidikan bagi semua warga. Output yang dilahirkanpun berdaya guna bagi kegemilangan bangsa. 

Hal ini tercatat dalam kegemilangan islam, hingga kini dapat dirasakan manfaatnya. Sebut saja Ibnu Sina (seorang ilmuan muslim dunia yang berkontribusi besar di bidang Kedokteran), juga kita Al Khawarizmi (seorang pakar matematika, geografi dan astronomi) dan masih banyak lagi ilmuan-ilmuan muslim lainnya. 

Sebab yang menjadi motivasi kepala negara dalam sistem pemerintahan islam ialah hadis nabi SAW dinyatakan: “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Sehingga seorang kepala negera menjalankan tugasnya dengan baik. Dan pendidikan yang berkualitas itu bukan mimpi jika diterapkannya aturan  Allah SWT dalam segala aspek kehidupan.
Previous Post Next Post