Pertarungan Ideologi Dunia, Di Balik Kontroversi RUU HIP



Oleh: Ernawati, A.Md 
(Anggota Forum Muslimah kota Banjarbaru)

Sampai hari ini, polemik RUU HIP (Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila) terus bergulir. Walaupun saat ini pembahasannya telah ditunda, penolakan terhadap rancangan undang-undang tersebut terus mengalir. Bahkan aksi unjuk rasa menolak rancangan undang-undang ini terjadi  di depan gedung DPR/MPR RI Jalan Gatot Subroto, Jakarta pada hari Rabu, tanggal 24 Juni 2020 sekalipun masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
Selain dianggap tidak memiliki urgensi, banyak pihak menilai RUU HIP berpotensi menimbulkan konflik ideologi. (Kompas 28/6/2020)
Adanya kontroversi ini, menjadi perhatian penulis untuk kembali menyegarkan ingatan kita dan meluruskan pandangan yang masih buram tentang ideologi. Kalau ditelusuri, di dunia ini hanya ada tiga ideologi, yaitu kapitalisme, sosialisme/komunisme dan ideologi Islam.
Ketiganya ini adalah berisi konsep dasar atau pemikiran-pemikiran tentang kehidupan dan juga memiliki sistem atau metode untuk merealisasikan konsep-konsep dasar tersebut. Pada prinsipnya, sebuah ideologi, tidak akan tinggal diam dalam diri manusia, dia akan menuntut untuk diperjuangkan dan direalisasikan dalam kancah kehidupan, dan berusaha untuk mendominasi ideologi lainnya.
Kapitalisme dan sosialisme/komunisme adalah ideologi yang muncul dari buah pikiran manusia. Keduanya terlahir ketika terjadi penolakan atas peran gereja dan sikap otoriter para raja/kaisar pada abad pertengahan. Sehingga muncullah dorongan untuk menolak agama secara mutlak atau menerima dengan syarat.
Adalah sosialisme/komunisme menganggap agama sebagai candu dan sumber kemalangan bagi manusia. Itulah kenapa ideologi ini menolak atau tidak mengakui eksistensi Tuhan sebagai pencipta.
Menurutnya materi  merupakan asas bagi segala yang terwujud. Materi berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya, yang perubahan tersebut diwujudkan dengan menciptakan pertentangan antara satu materi dengan materi yang lain, atau menciptakan konflik antara satu pihak dengan pihak lain. Inilah konsep dialektika materialisme yang dianut kaum sosialis/komunis. Dan ini juga yang menjadi keyakinan Marxisme, Leninisme, Titoisme dan sebagainya.
Sedangkan kapitalis, masih mengakui eksistensi Tuhan dan agama. Akan tetapi dipinggirkan dan tidak diberi ruang dalam kehidupan. Oleh karena itu, ideologi ini dikenal juga dengan sekularisme, yaitu memisahkan agama dari kehidupan.
Agama hanya berperan di tempat-tempat ibadah dan menjadi urusan privat. Bagi kapitalis, tidak menjadi soal orang itu beragama atau tidak. Sepanjang tidak membawa bawa agama dalam urusan-urusan kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial dan lain sebagainya.
Nilai-nilai kebebasan (konsep liberal) sangat dijunjung tinggi, sehingga tidak ada ukuran moral dan kebenaran. Konsep liberal ini juga menonjol dalam peraturan-peraturan yang lahir dari ideologi ini, seperti kebebasan bertingkah laku, kebebasan beragama, kebebasan kepemilikan, kebebasan berfikir dan kebebasan untuk hidup.
Kedua ideologi ini memandang sesuatu itu dari nilai kemaslahatan menurut pandangan manusia. Dan kebahagiaan diukur dengan ukuran materi semata. Jelas keduanya kering dari nilai spiritual, moral dan nilai-nilai kebenaran agama.
Sangat jauh berbeda dengan ideologi Islam. Ideologi ini bukan hasil pikiran manusia, melainkan bersumber dari wahyu Ilahi. Islam adalah agama sekaligus ideologi atau dengan kata lain Islam adalah aqidah ruhiyah dan sekaligus aqidah siyasiyah. Islam diwahyukan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw. dengan perantara malaikat Jibril. Dan sebagai penyempurna ajaran nabi-nabi sebelumnya. Ini termaktub dalam al-Qur'an :
“Dan apa saja yang dia (Muhammad) ucapkan itu, sesungguhnya bukanlah bersumber dari hawa nafsunya, melainkan wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (TQS. an-Najm [53] : 4)

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam” (TQS. ali Imran[3]: 19)

“Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agama, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" (TQS. ali-Imran[3]: 85)

“Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agama kamu, dan telah Aku cukupkan untuk kamu nikmat-Ku, serta Aku ridhai Islam sebagai agama kamu.” (TQS. al-Maidah[5] : 3)

Islam tidak hanya memuat seperangkat aturan dalam ibadah, tetapi juga mengatur bagaimana manusia menjalani kehidupan di dunia ini. Aturan-aturan itu pun bukan hasil pikiran manusia, melainkan wahyu yang termuat dalam Al-Qur'an dan sunah. Sementara, akal fungsinya adalah untuk memahami apa yang dituntut oleh wahyu. Itulah syariat Islam (hukum syara).
Maka ukuran benar salah, di dalam Islam adalah syariat-Nya, bukan maslahat. Nilai tertinggi bukanlah nilai materi, dan kebahagiaan ukurannya adalah rida Allah.
Maka dari itu hanya deologi Islam lah yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Karena bagaimanapun manusia itu jenius, akalnya tidak mampu menjangkau hakikat sesuatu. Akal hanya mampu menjangkau apa yang  terindera oleh pancaindera, tetapi tidak bisa mengetahui secara pasti hakikatnya melainkan hanya perkiraan saja. Oleh karena itu, penilaian manusia itu lemah, dan bisa berubah-ubah.
Ideologi Islam yang sempurna ini, pernah menguasai dunia dengan Sistem Pemerintahan yang paripurna selama tiga belas abad. Akan tetapi sekarang ideologi ini hanya terpatri dalam jiwa-jiwa kaum muslimin, karena sistem yang mengembannya diruntuhkan pada 1924 M, oleh Kemal Pasha Attaturk.
Maka ideologi kapitalis lah  sekarang yang sedang di atas angin karena banyaknya negara-negara yang mengembannya, terutama Amerika dan negara-negara Eropa. Sementara ideologi sosialis/komunis yang diemban beberapa negara terutama China, pun berupaya menyaingi kapitalis.
Sehingga tidak mengherankan dalam kontroversi RUU HIP pun tarik menarik antara ideologi ini mengemuka. Karena tidak bisa dipungkiri, pancasila sebagai nilai-nilai filosofis, juga dipengaruhi oleh ideologi, terutama ideologi Islam. Tentunya upaya mengeliminasi pengaruh ideologi Islam bisa terbaca dari rancangan undang-undang tersebut. Oleh karena itu, para pengemban ideologi Islam tidak tinggal diam, terutama para ulama. Sementara para pengemban ideologi kapitalis, akan melihat mana yang maslahat untuk mereka, tidak soal nilai-nilai ketuhanan dinihilkan.
Pertarungan ini tidak apple to apple, karena ideologi Islam hanya diemban oleh individu-individu muslim, belum ada institusi negara yang mengembannya. Akan tetapi, sebagaimana janji Allah dan bisyarah Rasulullah, institusi itu akan kembali tegak.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS an-Nur [24]: 55, yang artinya:

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang diantara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar  merubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Dan bisyarah Rasulullah saw., berikut ini:

“Ditengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak. Kemudian akan ada kekuasaan yang zhalim, ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan, ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya (no 18430), Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya (no 439); Al Bazzar dalam Sunan-nya (no 2796))

Wallahu a'lam bish-shawab
Previous Post Next Post