Oleh : Widya Astuti
(Aktivis Dakwah Kampus)
Dilansir dari MinangkabauNews.com, Sulitnya lapangan pekerjaan dan minimnya dunia usaha yang berinvestasi diwilayah Kabupaten Solok, menyebabkan bertambahnya angka pengangguran ditengah masyarakat. Apalagi rumitnya untuk mendapatkan modal usaha dari pihak bank membuat Usaha Kecil Menengah (UKM) terseok-seok bahkan berhenti. Akibatnya perputaran ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi mandeg dan minus. Sementara Pemerintah Kabupaten Solok tidak mampu untuk membuka lapangan pekerjaan.
Karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Solok membutuhkan investasi yang mampu menampung sejumlah tenaga kerja agar angka pengangguran tidak bertambah. Untuk memudahkan aliran investasi masuk ke Kabupaten Solok diperlukan pelayanan perizinan dan non perizinan dengan berbagai kemudahan dan cepat.
Sekretaris Daerah Kabupaten Solok Azwirman, Selasa (13/7) kepada MinangkabauNews.com mengatakan terkait investasi dan penanaman modal, Pemerintah Daerah Kabupaten Solok mengakui membutuhkan investasi yang lebih luas. Dengan investasi pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat akan berkembang. Lapangan pekerjaan tersedia sehingga angka pengangguran bisa ditekan, katanya.
Selain itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Solok telah melahirkan Peraturan Bupati Solok Nomor 42 Tahun 2018 tentang Pelimpahan Kewenangan Pelayanan Perizinan dan Non Perizinan. "Diharapkan proses perizinan di Kabupaten Solok menjadi lebih mudah, cepat dan efektif. Kepastian lamanya proses perizinan merupakan hal dasar yang diperlukan dalam penyediaan investasi". Katanya.
Akar Masalah Pengangguran
Masalah pengangguran bukanlah masalah yang baru, namun sudah sejak lama belum juga terselesaikan. Berharap masalah pengangguran teratasi dengan cara membuka kran investasi secara luas merupakan solusi yang tidak tepat. Karena memang tidak ada hubungannya dan tak menyentuh akar permasalahan.
Jika dilihat, membuka kran investasi sebesar-besarnya khususnya investasi asing memang langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia yang katanya demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dan juga nampaknya pemerintah yakin betul bahwa solusi untuk memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia adalah dengan cara menggenjot investasi, khususnya investasi asing yang telah menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan pemerintah sangat memperhatikan kebutuhan para investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Sistem ekonomi apa yang dipakai oleh suatu negara sangatlah menentukan arah kebijakan ekonominya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara yang berideologi Kapitalisme. Ideologi Kapitalisme membuat kebijakan pemerintah harus menguntungkan para pengusaha, yang meyakini bahwa banyaknya investasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan dan termasuk katanya akan mampu mengatasi pengangguran.
Jika dilihat, banyak nya investasi terutama investasi asing di Indonesia tidaklah membuat Indonesia sejahtera. Toh kemiskinan masih banyak ditemukan, angka pengangguran pun terus meningkat. Katanya investasi bisa memberikan kesejahteraan dan mengatasi masalah Pengangguran. Kesejahteraan untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk pengusaha serta antek-anteknya? Pengangguran katanya bisa teratasi, faktanya kok tidak?
Nah, jika dianalisa, meningkatnya angka pengangguran tidak bisa dilepaskan dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal: Dalam hal ini pengangguran disebabkan karena beberapa hal. Pertama adalah kemalasan individu. Sistem kapitalisme sekuler memengaruhi cara berpikir masyarakat. Ingin kaya tapi tak mau bekerja keras, pengennya instan dan kaya mendadak. Lantas berjudi atau mengikuti undian bertabur uang dan hadiah sebagaimana yang sedang marak saat ini di layar kaca.
Kedua, rendahnya pendidikan dan keterampilan. Mau sekolah, biayanya mahal. Mau bekerja, tak punya keterampilan tersebab tak mengenyam pendidikan secara layak. Itulah fakta yang banyak terjadi di masyarakat. Jangankan yang tak sekolah, sarjana yang menganggur sangat banyak jumlahnya. Sungguh dilema.
Adapun faktor eksternal disebabkan karena pertama: ketimpangan antara kebutuhan tenaga kerja dengan lapangan kerja. Jumlah lulusan banyak, sementara lapangan kerja tak banyak. Ketimpangan inilah yang memicu angka pengangguran terbuka.
Kedua, kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat. Di masa pemerintahan Jokowi, tenaga asing diberi tempat, sementara tenaga pribumi diabaikan. Gempuran tenaga kerja Tiongkok menjadi buktinya. Pemberdayaan SDM pribumi tak banyak diminati. Paling mentok mereka bekerja sebagi buruh bagi asing. Pemilik usaha tetaplah kaum kapitalis yang menguasai sebagian kekayaan alam dan aset negara.
Ketiga, banyaknya tenaga kerja wanita. Secara faktual, perusahaan lebih suka menyerap tenaga wanita dibanding laki-laki. Pekerja wanita lebih menguntungkan daripada laki-laki. Secara sistem penggajian, kaum wanita lebih bisa diredam dibanding laki-laki. Mereka juga lebih mudah diatur dan disetir dibanding laki-laki.
Menurut kapitalis, mempekerjakan wanita lebih menyenangkan karena mereka tak banyak tuntutan dibanding laki-laki. Kondisi inilah yang menyebabkan banyaknya pengangguran di pihak laki-laki.
Nah, kedua faktor diataslah sebenarnya yang membuat angka pengangguran tinggi di Indonesia bukan karena minimnya investasi yang masuk. Dalam artian, investasi bukanlah solusi atas masalah pengangguran. Apalagi investasi yang dilakukan didalam sistem kapitalis bukanlah investasi yang sesuai dengan syariat Islam.
Sungguh, Investasi berbasis riba yang dilakukan dalam sistem demokrasi kapitalis merupakan agenda penjajahan bukan untuk penyelamatan perekonomian rakyat.
Solusi Islam
Islam merupakan sebuah agama sekaligus ideologi yang sempurna, yang mana seluruh aspek kehidupan dibahas dan diatur didalamnya. Termasuk disini masalah bagaimana cara mengatasi pengangguran. Islam punya solusinya.
Di dalam sistem Islam, Negara (Khilafah), kepala negara (Khalifah) berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam. Rasulullah saw.:
"Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat. ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya". (HR al-Bukhari dan Muslim).
Lebih detail, Rasulullah saw. secara praktis senantiasa berupaya memberikan peluang kerja bagi rakyatnya. Suatu ketika Rasulullah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda (yang artinya), "Makanlah dengan satu dirham, dan sisanya, belikanlah kapak, lalu gunakan kapak itu untuk bekerja!".
Mekanisme yang dilakukan oleh Khalifah dalam mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu: mekanisme individu dan sosial ekonomi.
1. Mekanisme individu.
Dalam mekanisme ini Khalifah secara langsung memberikan pemahaman kepada individu, terutama melalui sistem pendidikan, tentang wajibnya bekerja dan kedudukan orang-orang yang bekerja di hadapan Allah Swt. Serta memberikan keterampilan dan modal bagi mereka yang membutuhkan.
Islam pada dasarnya mewajibkan individu untuk bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup. Banyak nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memberikan dorongan kepada individu untuk bekerja. Misalnya, firman Allah Swt.:
"Berjalanlah kalian di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya". (QS al-Mulk [67]: 15).
Imam Ibnu Katsir (Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, IV/478) menyatakan: "Maksudnya, bepergianlah kalian semua ke daerah di bumi manapun yang kalian kehendaki, dan bertebaranlah di berbagai bagiannya untuk melakukan beraneka ragam pekerjaan dan perdagangan."
Dalam hadis, Rasulullah saw. berdabda:
"Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya." (HR Muslim).
Bahkan Rasulullah pernah mencium tangan Saad bin Muadz ra. tatkala beliau melihat bekas kerja pada tangannya, seraya bersabda (yang artinya), “Ini adalah dua tangan yang dicintai Allah Taala.”
Jelas, Islam mewajibkan kepada individu untuk bekerja. Ketika individu tidak bekerja, baik karena malas, cacat, atau tidak memiliki keahlian dan modal untuk bekerja maka Khalifah berkewajiban untuk memaksa individu bekerja serta menyediakan sarana dan prasarananya, termasuk di dalamnya pendidikan. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar ra. ketika mendengar jawaban orang-orang yang berdiam di masjid pada saat orang-orang sibuk bekerja bahwa mereka sedang bertawakal. Saat itu beliau berkata, "Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja, padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak." Kemudian Umar ra. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka setakar biji-bijian.
2. Mekanisme sosial ekonomi.
Mekanisme ini dilakukan oleh Khalifah melalui sistem dan kebijakan, baik kebijakan di bidang ekonomi maupun bidang sosial yang terkait dengan masalah pengangguran.
Dalam bidang ekonomi kebijakan yang dilakukan Khalifah adalah meningkatkan dan mendatangkan investasi yang halal untuk dikembangkan di sektor real baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, dan tambang maupun meningkatkan volume perdagangan.
Di sektor pertanian, di samping intensifikasi juga dilakukan ekstensifikasi, yaitu menambah luas area yang akan ditanami dan diserahkan kepada rakyat. Karena itu, para petani yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah. Sebaliknya, pemerintah dapat mengambil tanah yang telah ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. ketika berada di Madinah. Itulah yang dalam syariat Islam disebut i‘thâ’, yaitu pemberian negara kepada rakyat yang diambilkan dari harta Baitul Mal dalam rangka memenuhi hajat hidup atau memanfaatkan kepemilikannya.
Dalam sektor industri Khalifah akan mengembangkan industri alat-alat (industri penghasil mesin) sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri lain. Selama ini negara-negara Barat selalu berusaha menghalangi tumbuhnya industri alat-alat di negeri-negeri kaum Muslim agar negeri-negeri Muslim hanya menjadi pasar bagi produk mereka.
Di sektor kelautan dan kehutanan serta pertambangan, Khalifah sebagai wakil umat akan mengelola sektor ini sebagai milik umum dan tidak akan menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Selama ini ketiga sektor ini banyak diabaikan atau diserahkan kepada swasta sehingga belum optimal dalam menyerap tenaga kerja.
Sebaliknya, negara tidak mentoleransi sedikitpun berkembangnya sektor non-real. Sebab, disamping, sektor non-real dalam Islam juga menyebabkan beredarnya uang hanya di antara orang kaya saja serta tidak berhubungan dengan penyediaan lapangan kerja, bahkan sebaliknya, sangat menyebabkan perekonomian labil.
Menurut penelitian J.M, Keynes, perkembangan modal dan investasi tertahan oleh adanya suku bunga. Jika saja suku bunga ini dihilangkan maka pertumbuhan modal akan semakin cepat. Hasil penelitian di Amerika membuktikan bahwa masyarakat berhasil menabung lebih banyak pada saat bunga rendah bahkan mendekati nol.
Dalam iklim Investasi dan usaha, Khalifah akan menciptakn iklim yang merangsang untuk membuka usaha melalui birokrasi yang sederhana dan penghapusan pajak serta melindungi industri dari persaingan yang tidak sehat. Adapun dalam kebijakan sosial yang berhubungan dengan pengangguran, Khalifah tidak mewajibkan wanita untuk bekerja, apalagi dalam Islam, fungsi utama wanita adalah sebagai ibu dan manajer rumah tangga (ummu wa rabbah al-bayt). Kondisi ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga kerja wanita dan laki-laki. Dengan kebijakan ini wanita kembali pada pekerjaan utamanya, bukan menjadi pengangguran, sementara lapangan pekerjaan sebagian besar akan diisi oleh laki-laki kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh wanita.
Penutup
Itulah mekanisme Islam yang insya Allah bisa mengatasi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan secara adil. Ini hanya akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Wallâhu a‘lam.