Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) kembali merilis data kasus COVID-19 di pasar tradisional. Per 4 Juli 2020, sudah ada 164 pasar di seluruh Indonesia yang pedagangnya positif Corona. Ratusan pasar ini tersebar di 24 provinsi dan 72 kota di Indonesia. DKI Jakarta sendiri menjadi daerah dengan kasus positif terbanyak dengan total 217 kasus dari 37 pasar.
Per 4 Juli sendiri ada tambahan sekitar 65 kasus baru di 21 pasar. Menjadikan total pedagang yang positif Corona sebanyak 833 orang. Abainya pemerintah penuhi kebutuhan pokok rakyat. Sehingga dalam kondisi PSBB masih harus mencari nafkah.
Berekonomi memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, maka negara hadir untuk menjamin agar setiap individu mudah mendapatkan apa yang dibutuhkan. Runyamnya hari ini sebenarnya bisa diatasi jika sejak awal pemerintah sigap mengadakan pemeriksaan guna memisahkan mana yang sakit dan mana yang sehat. Yang sakit di isolasi dan seluruh kebutuhannya dipenuhi. Yang sehat bisa tetap beraktifitas sebagaimana biasa sehingga ekonomi tak mandeg.
Abainya pemerintah terhadap keselamatan rakyatnya terbukti kemana fokus pemerintah, bukan pada periayaanhan tapi pada ekonomi , pada terpenuhinya syahwat pengusaha, sebab penguasa bisa duduk di kursi kekuasaan pun melalui modal pengusaha, hubungan timbal balik inilah yang hanya terjadi dalam sistem kapitalisme. Rakyat justru didudukkan sebagai konsumen sekaligus sapi perah penguasa berikut pengusaha.
Harus ada pemikiran perubahan, sebab jika penanganannya seperti ini terus, tidak akan mencapai target yang diinginkan yaitu keselamatan rakyat dan perbaikan ekonomi. Masalah umat adalah masalah periayahan atau pengurusan negara, sebagaimana hadist berikut : "Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya)“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa imam adalah junnah (perisai) yakni seperti tirai/penutup karena menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sabagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan orang-orang berlindung kepadanya. Adapun menurut al-Qurthubiy maknanya adalah masyarakat berpegang kepada pendapat dan pandangannya dalam perkara-perkara agung dan kejadian-kejadian berbahaya dan tidak melangkahi pendapatnya serta tidak bertindak sendiri tanpa perintahnya.
Hadits ini juga memberikan makna bahwa keberadaan seorang al-imâm atau khalifah itu akan menjadikan umat Islam memiliki junnah atau perisai yang melindungi umat Islam dari berbagai marabahaya, keburukan, kemudaratan, kezaliman, dan sejenisnya. Makna hadits ini menemukan faktanya saat ini. Ketika imam yang mejadi perisai umat Islam itu tidak ada, umat Islam pun menjadi bulan-bulanan kaum kafir dan musyrik serta orang-orang zalim. Akibatnya kaum Muslim yang tertindas seperti di Uyghur, Rohingya dan lainnya tidak ada yang melindungi atau membela mereka.
Tak hanya itu, untuk penjaminan keselamatan jiwa dan kekayaannya saja kali ini umat mesti mencari sendiri. Tak ada upaya pemerintah yang benar-benar berpihak pada kepentingan umat. Sungguh doa Rasulullah kepada para pemimpin yang ketika mempimpin justru menyulitkan rakyat harusnya disikapi dengan intropeksi yang mendalam. Hendaknya dengan disikapi kembali kepada syari'at Allah SWT. Wallahu a' lam bish showab.